1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Senjakala Liberalisme di Panggung Politik Jerman

Rizki Nugraha22 September 2013

Partai Demokrat Liberal (FDP) untuk pertamakali dalam sejarah gagal menembus ambang batas parlemen. Bagaimana partai yang punya tradisi kuat di Berlin itu bisa kehilangan pemilih?

https://p.dw.com/p/19m8U
Foto: Sean Gallup/Getty Images

Seandainya malam ini (22/09/13) dipenuhi keajaiban, maka Partai Demokrat Liberal (FDP) masih akan bercokol di parlemen Jerman dan, tidak seperti hasil penghitungan cepat, akan mampu melampaui ambang batas legislatif sebesar 5 persen.

Tapi kenyataan berbicara lain. Partai yang sejak pendirian Republik Jerman ikut meracik Undang-undang Dasar dengan nilai-nilai liberal seperti kebebasan individu, peran negara yang dibatasi dan konsep nomokrasi (kedaulatan hukum) itu, kini berada di tepi jurang.

Menurut penghitungan cepat, FDP cuma mendapat 4,5 persen suara. Untuk pertamakali dalam sejarah partai berbendera kuning ini tidak terwakili di parlemen federal. "Ini adalah momen terpahit dalam sejarah FDP sejak 1949," keluh petinggi partai, Christian Lindner.

Awal Malapetaka

Lantas bagaimana sebuah partai yang pernah mengangkat Walter Scheel dan Theodore Heuß sebagai presiden dan menghasilkan menteri luar negeri paling berpengaruh di Jerman, Hans Dietrich Genscher, bisa tersandung pada ambang batas legislatif? Kenapa mereka gagal justru ketika semua orang di kubu kanan-tengah - termasuk CDU dan CSU - ikut bahu membahu memastikan keterlibatan FDP di parlemen pasca 2013?

Jawabannya berawal dari 6 Januari di Stuttgart. Saat itu Menteri Bantuan Pembangunan Dirk Niebel melemparkan bola panas ke arah ketua umum Philip Rössler yang sontak mengawali konflik kekuasaan di antara fungsionaris partai. Niebel secara tidak langsung menyindir, jika FDP terlempar dari parlemen negara bagian Niedersachsen yang menjadi kampung halaman Rössler, maka sang ketua umum harus undur diri.

FDP secara mengejutkan meraup 9,9 suara di Niedersachsen. Rössler pun selamat dari cengkraman Niebel. Tapi lakon di Stuttgart itu keburu tertanam dalam kesadaran publik Jerman, bahwa FDP yang tenggelam dalam konflik kekuasaan, ditambah dengan sederet blunder yang dilakukan Guido Westerwelle sebagai menteri luar negeri dan keringanan pajak untuk hotel yang menjadi cibiran masyarakat, tidak memiliki kecakapan untuk ikut memegang kendali pemerintahan.

Ideologi Liberal Tenggelam dalam Krisis Euro

Ironisnya, Angela Merkel ikut mempercepat kejatuhan rekan koalisinya itu dengan mendompleng satu-satunya pencapaian terbesar FDP selama berkuasa, yakni reformasi sistem perpajakan.

Sampai Minggu (22/09/13) sore, sebagian besar fungsionaris partai masih meyakini, jika FDP setia pada nilai-nilai liberal yang selama ini dianutnya, suara akan tetap berdatangan.

Tapi Ideologi kebebasan pasar dan individu yang menjadi landasan berpikir FDP seakan enggan bergaung di masyarakat. Terutama sejak berkecamuknya krisis mata uang Euro, sebagian besar penduduk menginginkan peran aktif negara ketimbang ide kebebasan bertanggungjawab milik setiap individu.

Tantangan Besar di Luar Parlemen

FDP-Vorstandssitzung Brüderle und Rösler mit Wahlplakat Jetzt geht´s ums Ganze
Ketua Fraksi Liberal, Reiner Brüderle dan Ketua Umum FDP, sekaligus Menteri Kesehatan, Phillip RösslerFoto: Getty Images

Menurut jajak pendapat Infratest Dimap, 10% penduduk Jerman memiliki pandangan yang cendrung liberal. Mereka adalah pemilih yang rasional dan tidak terikat kepada salah satu partai. Mereka adalah pemilih-pemilih FDP, yang ketika kecewa terhadap kinerja partai, dengan mudah mengalihkan suaranya untuk CDU/CSU.

Sejauh ini sudah bisa dipastikan, Ketua Umum Philip Rössler akan mengundurkan diri dari jabatannya. Begitu pula dengan Reiner Brüdele yang menjabat sebagai ketua fraksi. FDP diyakini membutuhkan sosok berkarakter di pucuk pimpinan jika ingin tetap menjaring perhatian sebagai kekuatan oposisi non-parlementer.

Professor Jürgen Falter dari Universitas Mainz meyakini, kegagalan FDP menembus ambang batas legislatif akan membawa partai tersebut ke jurang "kehancuran." Tidak ada lagi perhatian media yang cuma terpusat di Berlin, tidak ada lagi dana yang mengucur untuk lembaga penelitian yang berafiliasi dengan partai, juga tidak ada lagi duit untuk mempekerjakan puluhan orang di kantor pusat. Falter ragu FDP akan bertahan hidup di luar parlemen selama empat tahun.