1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Sengketa Politik Belgia Ancam Persatuan Nasional

26 April 2010

Krisis pemerintahan di Belgia berawal dari sengketa tentang penggunaan bahasa Perancis dan Belanda. Perdana Menteri Yves Leterme sudah mengundurkan diri dan sekarang harus dibentuk pemerintahan baru.

https://p.dw.com/p/N742
Perdana Menteri Yves Leterme akhirnya mengundurkan diriFoto: picture alliance / dpa

Harian Belanda Trouw menulis:

Belgia pernah jadi negara teladan. Sekarang negara itu bisa jadi tertawaan. Kelompok Vlaams yang berbahasa Belanda dan kelompok Wallonia yang berbahasa Perancis kelihatannya makin tidak peduli pada persatuan nasional. Ini tidak boleh terjadi di sebuah negara yang menjadi lokasi ibukota Eropa dan pada paruh kedua tahun ini akan mengambil alih kepemimpinan Uni Eropa. Pertikaian yang berawal dari sebuah distrik pemilihan dekat kota Brussel sekarang meluas tidak terkendalikan. Ini tidak hanya merugikan kepentingan Belgia, melainkan juga kepentingan Eropa. Bahwa Perdana Menteri Yves Leterme terpaksa menghadap raja dan mengundurkan diri, ini merupakan diskualifikasi bagi dirinya dan seluruh politik Belgia.

Harian Italia Corriere della Sera berkomentar:

Raja Belgia Albert ke-II sudah terbiasa menghadapi krisis pemerintahan. Krisis ini ditimbulkan oleh pertengkaran antar partai, yang tidak mewakili kepentingan nasional, melainkan kepentingan warga Vlaams yang berbahasa Belanda dan warga Wallonia yang berbahasa Perancis. Sengketa ini sudah berlangsung bertahun-tahun. Kali ini Raja Albert tidak memutuskan pemilihan umum baru. Ia menugaskan politisi Didier Reynders untuk melakukan perundingan. Tapi kesepakatan kelihatannya masih jauh. Di negara ini, dua kereta api bisa bertabrakan karena pekerja kereta api yang berbahasa Belanda dan yang berbahasa Perancis menolak berbicara dalam bahasa lain. Jadi disini segala hal mungkin terjadi, termasuk perpecahan negara ini.

Harian Spanyol ABC menulis:

Krisis pemerintahan sudah hampir menjadi spesialisasi Belgia. Sebagian besar penduduknya pasrah dan hanya jadi penonton. Solusi biasanya muncul pada detik-detik terakhir. Setiap krisis makin menjauhkan penduduk berbahasa Belanda dari penduduk berbahasa Perancis. Makin banyak warga yang bertanya-tanya, apa ada gunanya mempertahankan ilusi mengenai negara Belgia yang bersatu. Sulit dipahami, bahwa nasib sebuah negara bisa tergantung pada satu masalah politik lokal. Raja Albert ke-II benar ketika menyatakan, bahwa ini bukanlah saat untuk menyulut konflik baru antara dua kelompok masyarakat. Beberapa minggu lagi Belgia akan mengambil alih kepresidenan Uni Eropa. Yang tidak dibutuhkan Uni Eropa adalah, bahwa negara yang menaungi banyak institusinya diguncang oleh krisis.

Harian Jerman Die Welt menyoroti krisis keuangan di Yunani dan menulis:

Satu-satunya jalan adalah devaluasi. Tapi syaratnya, Yunani harus keluar dari mata uang Euro. Langkah ini akan membuat barang dan jasa asal Yunani jadi lebih murah dan lebih mampu bersaing. Ini adalah prasyarat agar Yunani bisa membayar kembali kreditnya. Dalam skenario ini, para pemberi kredit pada Yunani juga terpaksa harus menghapus piutangnya. Langkah ini memang ada resikonya. Sebab kebanyakan pemberi kredit adalah bank dan perusahaan asuransi. Tapi mereka memang tidak boleh melepas begitu saja tanggung jawabnya. Satu-satunya tabu yang boleh berlaku dalam kasus ini adalah, membebankan kerugian ini pada pembayar pajak.

HP/ZE/dpa/afp