1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PendidikanIndonesia

Sederet Kritik Tajam JK ke Nadiem soal Pendidikan

9 September 2024

Jusuf Kalla mengkritik beberapa program yang digagas Nadiem Makarim selama menjabat Mendikbudristek. Salah satunya konsep Merdeka Belajar yang ia nilai justru membuat siswa semakin malas belajar.

https://p.dw.com/p/4kPi0
Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI Jusuf Kalla (JK)
Wakil Presiden RI ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla (JK)Foto: Anton Raharjo/AA/picture alliance

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim mendapat kritik dari Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI yakni Jusuf Kalla (JK). Ia dikritik soal program hingga kemampuannya dalam mengelola anggaran pendidikan.

JK menyampaikan sederet pendapatnya soal program yang digagas Nadiem hingga kondisi pendidikan saat ini dalam acara Diskusi Kelompok Terpumpun Menggugat Kebijakan Anggaran Pendidikan di Sheraton Grand Jakarta Gandaria City Hotel, Jakarta Selatan, Sabtu (9/9/2024) lalu.

Bagaimana pendapat JK soal kinerja Nadiem beserta program-programnya? Mengutip arsip detikEdu, begini uraiannya:

Menteri Pendidikan harus banyak pengalaman di bidangnya

Kritik pertama yang dilayangkan JK soal Nadiem adalah keahliannya dalam bidang pendidikan. JK berpendapat bahwa mendikbud seharusnya orang yang ahli di bidang tersebut.

"Jadi orangnya dulu, apa yang mau dicapai, baru anggaran. Semua tokoh pendidikan selalu memimpin pendidikan di Indonesia. Begitu menterinya tidak ngerti pendidikan ditambah malas lagi mengurusi pendidikan, kacaulah semua ini," kata JK.

Ayo berlangganan newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru! 

Kemudian ia menjabarkan contoh-contoh menteri pendidikan sebelumnya memiliki background pendidikan yang kuat. Misalnya Ki Hajar Dewantara hingga menteri-menteri yang merupakan mantan rektor perguruan tinggi.

"Di belakang pendidikan itu ada the man behind the gun, COO. Saya coba cari siapa menteri pendidikan selama ini. Ki Hajar Dewantara, orang hebat, dengan Taman Siswa cikal bakal prinsip pendidikan kita, Pak Soemantri (Brodjonegoro), Syarief Thayeb, Daoed Joesoef, semua orang hebat di bidang pendidikan, ada Pak Juwono (Sudarsono), Abdul Malik Fadjar, semua ahli pendidikan, Muhadjir Effendy, Pak (Mohammad) Nuh (eks) rektor ITS, Anies (Baswedan) (eks) rektor (Universitas) Paramadina," sambungnya.

JK juga menyentil soal Nadiem yang jarang datang ke kantor. Menurutnya, mobilitas menteri pendidikan harus bisa memastikan keadaan pendidikan langsung hingga ke daerah.

"Dan ada Mas Nadiem, yang tidak punya pengalaman pendidikan, tidak pernah datang ke daerah, dan jarang ke kantor. Bagaimana bisa," katanya.

JK juga meminta pemerintahan yang baru nantinya untuk menunjuk mendikbudristek yang mengerti pendidikan. Hal ini agar penggunaan anggaran efektif.

"Pemerintah yang datang tolonglah, dipilih betul menteri yang ngerti pendidikan. Kalau tidak, mau rupiah sekian triliun dikasih, akan hancur-hancuran kalau tidak ngerti pendidikan," kata JK.

Menurut JK, menteri pendidikan yang mengerti pendidikan dapat mengalokasikan anggaran dengan tepat. Bukan anggaran yang diperbaiki, tapi menurutnya menteri pendidikan harus kembali belajar mengelola anggaran.

"Jadi bukan hanya anggaran diperbaiki, tapi orang yang melaksanakan anggaran juga harus lebih diperbaiki. Percuma kalau bicara anggaran sekian tanpa orang yang me-manage anggaran itu dengan baik," sambungnya.

Konsep Merdeka Belajar belum tepat bagi RI

Soal Kurikulum Merdeka atau konsep Merdeka Belajar Kampus Merdeka, JK menilai penerapannya belum tepat jika dilakukan terhadap siswa di Indonesia. Menurutnya konsep tersebut bisa membuat siswa semakin malas belajar.

"Anda boleh lihat di sana. Saya konservatif. Anak itu, kita ini, kita semua pernah sekolah. Kapan kita belajar? Kan kalau mau ujian. Ya kan? Kalau tidak ada ujiannya, kapan belajarnya? Semua, Kampus Merdeka. Apa merdekanya? Tidak merdeka saja tidak belajar, apalagi merdeka," ucapnya.

JK juga mempertanyakan akan efektifkah jika semua sekolah beralih ke Kurikulum Merdeka. Ia melihat pola belajar siswa di RI masih konservatif sehingga JK menyarankan untuk tidak asal menuruti sistem pendidikan di luar negeri.

"Dibantah kiri-kanan. Nggak, saya bilang. Kita konservatif saja. Karena menghadapi 70.000 siswa. Bagaimana memerdekakan 70.000 siswa? Nggak mungkin itu. Jangan tiru satu sekolah begitu, Cikal atau apa, bikin Kurikulum Merdeka, tiba-tiba satu Indonesia mau di-Kurikulum Merdekakan. What? Akibatnya inilah," jelasnya lebih lanjut.

UN masih perlu ada seperti di negara India-Cina

Sejak kepemimpinan Nadiem, UN dihapuskan di SD, SMP, dan SMA. Sebagai gantinya, siswa dari perwakilan kelas 5 SD, 8 SMP, dan 11 SMA mengikuti Asesmen Nasional (AN).

JK sangat menyayangkan dihapuskan UN tersebut. Menurutnya tidak tepat jika UN dihapus karena mencontoh negara Finlandia dan Swedia.

"Kita belajar ke sana. Jadi kalau kirim studi banding DPR, jangan ke Finland, jangan ke Swedia, nggak ada gunanya, mimpi aja di situ. Pergi ke Cina, pergi ke Korea, pergi ke Jepang, pergi ke India. Dan apa inti di sana? Ujian Nasional," kata JK.

Hal yang ia soroti juga adalah pentingnya membandingkan pendidikan dasar dan menengah dengan negara yang tepat. Jika berpacu pada Singapura, ia menilai tidak tepat karena jumlah populasi dan pendapatan masyarakatnya jauh berbeda dengan Indonesia.

"Kalau bicara pendidikan, jangan contohin Finland, jangan contohin Singapore, mereka penduduknya 50 juta, income per capita 70.000. Kita penduduk 280 juta, income per capita 40.500. Jauh sekali. Jadi kalau bicara pendidikan di sana mau merdeka, silakan. Mau bicara kimia, ada labnya. Mau bicara fisika, ada labnya. Mau olahraga, ada alat olahraganya, mau apa juga ada semuanya. Di Amerika, di Singapore, di Finland apalagi," jelas JK.

JK menyarankan lebih tepat jika Indonesia berkaca pada India atau Cina. Tentunya, mencontoh negara yang populasinya cukup mirip dengan Indonesia akan membuat program dan anggaran pendidikan bisa tepat.

"Tapi kita harus belajar dari India, bisa belajar dari Cina, dari Korea. India, hampir semua perusahaan besar di Amerika COO-nya orang India. Mau Microsoft, mau Twitter (X). Calon presiden Amerika Kamala Harris ibunya India, perdana menteri Inggris orang India. Berarti something di India itu, pendidikannya hebat," kata JK.

Saran JK dalam memilih Menteri Pendidikan

Selain merupakan ahli di bidang pendidikan, JK juga menuturkan pemilihan seorang menteri bisa dilihat lewat tiga kriteria ini yakni orang terbaik, programnya, dan caranya mengefektifkan anggaran.

Menurutnya, hal tersebut tak jauh seperti kasus mendirikan perusahaan. Di mana ketiga hal tersebut menjadi penting untuk dipertimbangkan.

(gtp/gtp)

Baca artikel selengkapnya di: DetikNews

Sederet Kritik JK untuk Nadiem: Tak Berpengalaman-Jarang ke Kantor