1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Riyanto, Nilai Kemanusiaan Tak Mengenal Perbedaan

23 Desember 2017

Baru sebulan ia berulang tahun ke 25 saat itu, usia dimana seseorang menatap masa depan yang panjang. Namun takdir berkata lain. Di malam Natal, pria Muslim itu meregang nyawa, selamatkan umat Kristiani.

https://p.dw.com/p/2povF
Deutschland Schülerin der Paula-Fürst-Gemeinschaftsschule in Berlin
Foto: picture-alliance/dpa/R. Jensen

Riyanto, bersama para pemuda Barisan Ansor Serba Guna (Banser NU) tengah berjaga-jaga di gereja Eben Haezer  di Mojokerto, Jawa Timur, saat perayaan Natal digelar, 24 Desember 2000 silam. Namun ternyata ada sebuah bom tersembunyi di gereja yang mereka jaga. Riyanto berusaha menyelamatkan jemaat. Dengan gagah berani, pria Muslim tersebut mengambil bom tersebut dan menjauhkannnya dari mereka yang beribadah di gereja. Ledakan bom mengoyak tubuh Riyanto. Sebuah pengorbanan tanpa mengenal perbedaan.

Kini setiap Natal, dimana umat Nasrani berada dalam bayang-bayang ancaman teror, nama Riyanto perlahan pudar. Namun jejak kemanusiaannya takkan pernah hilang bagi orang-orang yang masih percaya, bahwa setiap agama mengusung kasih dan nilai-nilai kemanusiaan.

Semakin tidak toleran

Apakah setelah pelajaran berharga itu, semangat toleransi di tanah air semakin membaik? Dalam laporan tahunannya, Komnas HAM mencatat terjadi peningkatan kasus intoleransi atas kebebasan beragama dan berkeyakinan. Sepanjang 2016 saja, berdasarkan pengaduan yang diterima Komnas HAM, tercatat ada 97 kasus. Tahun 2014 tercatat ada 76 kasus dan 87 kasus pada 2015.

Semnetara, SETARA Institute mencatat antara Januari – Agustus 2017, telah terjadi lebih dari seratus kasus pelanggaran kebebasan beragama atau berkeyakinan di seluruh Indonesia.

Merajut nilai-nilai kemanusiaan

Dalam politik, sentimen agama pun kerap dijadikan alat untuk memobilisasi massa. Mobilisasi massa dengan sentimen agama digunakan untuk aksi-aksi persekusi terhadap kelompok-kelompok lainya yang dianggap berbeda.

Sangat disayangkan, isu agama mengalihkan persoalan-persoalan yang lebih fundamental, misalnya kesenjangan sosial  dan kemiskinan.Pengentasan kemiskinan merupakan agenda penting yang hasrus diwujudkan pemerintah untuk  meredam ketimpangan di masyarakat.

Pemerintah bertanggung jawab dalam menjaga keamanan setipa warga negara, tanpa pandang bulu. Oleh sebab itu pemerintah harus bertindak tegas dan menghentikan  kekerasan keagamaan terus terjadi. Termasuk dengan tidak mengabaikan keberadaan kelompok radikal yang terus bermetamorfosis  dalam berbagai bentuk, menyusup ke ruang publik, membakar isu agama, menebar kebencian. Pemerintah harus melindungi kebebasan beragama, berkeyakinan, beribadah, temasuk dalam membangun rumah ibadah.

Baca juga:

Dan Ormas-ormas Pun Bermutasi ....

Berbhinneka Bila Perlu

Sementara itu, aparat keamanan wajib memproses secara kelompok-kelompok garis keras yang mempraktikkan sikap intoleransi dalam aksi-aksi teror ataupun bentuk kekerasan apapun, yang hanya disebabkan perbedaan keyakinan atau agama. Semua itu tidak bisa dibiarkan.

17 tahun berlalu sejak Riyanto memberi contoh nyata bahwa agama bukan alasan dalam melakukan tindakan keji.Seragam loreng-loreng pucat  Riyanto dengan bekas darah terpajang dalam kondisi compang-camping di Museum Nahdatul Ulama. Jangan biarkan kekeraan tumbuh di Bumi Pertiwi yang kaya akan keragaman. Jangan biarkan pengorbanan Riyanto menjadi sia-sia.

ap/yf