1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Revolusi Tunisia: Blogger Lina Ben Mhenni

27 Desember 2011

Saat revolusi Melati di Tunisia, blog "A Tunisian Girl" mendobrak sensor ketat pemerintah, blogger Lina Ben Mhenni melaporkan pelanggaran HAM dan aksi-aksi protes.

https://p.dw.com/p/13a29
Foto: Screenshot http://atunisiangirl.blogspot.com/

Berita itu harus disebarkan. Begitu kira-kira yang terpikir oleh Lina Ben Mhenni, blogger asal Tunisia, saat berlangsung revolusi Melati. Revolusi di Tunisia meledak setelah pedagang sayur muda, Mohamed Bouazizi membakar diri Desember 2010 di kota Sidi Bouzid sebagai protes terhadap perlakuan tidak adil dan kondisi buruk dalam negeri.

Aksi yang tak mendapat tempat di media nasional ini, tersebar cepat lewat internet ke seluruh penjuru Tunisia dan bahkan negara-negara lain. Tak selang lama, ratusan orang bergabung dalam aksi solidaritas di depan kantor gubernur itu dan gerakan rakyat meluas cepat. Pemerintah Tunisia menghantam keras demonstran dan melarang liputan media.

Jasmine Revolution
Foto: DW

Selain kabar lewat Facebook dan Twitter, blog garapan Lina Ben Mhenni menjadi salah satu sumber dan distributor informasi terpenting. Ben Mhenni menyadari penuh fungsi internet sebagai pendukung revolusi rakyat. Dikatakannya, "Revolusi digerakkan oleh orang-orang, yang oleh pasukan keamanan terus ditindas. Orang-orang yang turun ke jalan mempertaruhkan nyawanya dan banyak yang tewas.“

Di Internet, Lina Ben Mhenni menyoroti nasib mereka. Menurut kelompok-kelompok pemantau hak azasi, tak terhitung jumlah orang yang tewas. Brutalitas pemerintah menghadapi rakyat, merupakan alasan utama bagi Ben Mhenni untuk mendukung revolusi itu. Tuturnya, "Ketika melihat berapa banyak orang yang terbunuh, jelas bagi saya bahwa tidak ada jalan lain. Saya harus mendukung suara rakyat. Suara mereka harus terdengar, agar kematiannya tidak sia-sia.“

Demonstration in Tunis Tunesien
Foto: Ons Abid

Ben Mhenni tidak sekedar menayangkan foto dan video di internet, ia ikut dalam aksi-aksi protes yang berlangsung. Kadang memberikan wawancara atau laporan kepada media internasional lewat Skype. Seperti aktivis lainnya, iapun terancam dipenjara atau bahkan dianiaya bila tertangkap.

Lina Ben Mhenni mulai menulis blog pada tahun 2007, ketika membaca tentangnya di Amerika Serikat. Awalnya blog itu bersifat pribadi, tapi lambat laun ia mulai menulis kritis tentang masalah-masalah sosial di Tunisia. Badan sensor negara itu kemudian memblokir semua laporan situsnya dari 2007 hingga pertengahan 2009. Ben Mhenni kemudian bergerilya di internet, menggunakan sebanyak mungkin platform agar pesan-pesannya lolos sensor dan sampai ke masyarakat luas.

Global Media Forum GMF 2011 Gewinner der BOBs
Lina Ben MheniFoto: DW

Kini Zine El Abidine Ben Ali telah dijatuhi hukuman 35 tahun penjara dan Tunisia telah menggelar pemilu bebas yang pertama. Meski begitu, Ben Mhenni menilai, perjuangan menuju Tunisia yang demokratis, serta masyarakat sipil yang transparan harus terus dipicu. Meski sensor sudah dihapus, misalnya, ternyata media arus utama masih lemah.

"Banyak jurnalis yang menggunakan strategi lama, mereka loyal hanya kepada kelompok-kelompok pengambil keputusan yang kuat. Pers Tunisia hingga kini, belum ada yang independen“, begitu ungkap Ben Mhenni.

Lina Ben Mhenni, yang mengajar di sebuah Universitas Tunisia masih menulis di blognya, tentang para ibu yang kehilangan anaknya dalam revolusi Melati dan konflik masa lalu yang belum diselesaikan. Tahun ini, ia memenangkan piagam The Bobs untuk blog terbaik dari Deutsche Welle.

Chamselassil Ayari/Stepfanie Duckstein/Edith Koesoemawiria
Editor: Hendra Pasuhuk