1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Sosial

Rekomendasi IDI Surabaya dan di Balik Sujud Wali Kota Risma

Detik News
30 Juni 2020

IDI Surabaya merekomendasikan deteksi dini orang yang kekurangan oksigen karena virus corona untuk menekan kasus COVID-19 di Jawa Timur. Evaluasi protokol kesehatan di RS juga wajib dilakukan untuk cegah nakes terpapar.

https://p.dw.com/p/3eXsJ
Tri Rismaharini, Wali Kota Surabaya, Jawa Timur
Foto: Detik.com

Presiden Joko Widodo meminta Jawa Timur menurunkan kasus COVID-19 selama dua pekan. Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Surabaya dr. Brahmana Askandar mengajak Pemkot Surabaya berdiskusi untuk membahas mulai dari perbaikan hingga rekomendasi untuk memenuhi target menekan kasus.

"Jadi kita memberikan diskusi dengan pemkot dengan dinkes, perbaikan-perbaikan apa, rekomendasi apa yang bisa kita lakukan untuk menekan angka kematian," kata Brahmana kepada wartawan, Selasa (30/06).

Contoh sederhana yang dijelaskan oleh Brahmana adalah mendeteksi dini orang yang kekurangan oksigen karena COVID-19. Sementara untuk rekomendasi masyarakat secara umum, Brahmana mengatakan Pemkot Surabaya sudah melakukan langkah-langkah tepat, seperti tracing, rapid test, dan tes swab massal.

Brahmana menjelaskan, tujuannya adalah menunjukkan permasalahan angka kematian di Surabaya masih relatif tinggi. Maka IDI Surabya memberikan beberapa rekomendasi.

"Contohnya RS sekarang ini masih penuh karena yang sudah sehat yang sudah sembuh setelah dirawat belum bisa keluar RS karena menunggu hasil PCR-nya dua kali negatif. Nah hasil PCR dua kali negatif kan butuh waktu, kalau secara ilmu kedokteran mungkin saja sudah tidak menular, sehingga tadi sudah akan direkomendasi sama Bu Risma mungkin pasien bisa keluar RS lebih cepat digantikan pasien yang membutuhkan pertolongan," urainya.

Jika secara medis, kata Brahmana, pasien yang sudah tidak bergejala dalam ilmu virologi menyatakan bahwa setelah sekian hari sudah sembuh. Maka, pasien bisa pulang dan tidak menular lagi.

"Satu kali swab negatif pulang ya bisa saja kalau kondisinya dia baik dan itu yang akan diakomodasi. Kalau enggak, RS akan penuh orang nunggu swabnya negatif," ujarnya.

Nakes meninggal terpapar COVID-19

Selama pandemi COVID-19, khususnya di Kota Surabaya banyak tenaga kesehatan (nakes) yang meninggal. Profesi yang disebut sebagai garda terdepan itu meninggal karena terpapar virus corona.

Brahmana mengatakan paparan kepada nakes memang rentan. Terlebih ketika rumah sakit rujukan COVID-19 menampung terlalu banyak pasien.

"Begini, ketika RS itu overload pasti paparan untuk nakes semakin tinggi. Lah, nyatanya kan RS memang sebagian overload pasien COVID-19, sehingga otomatis paparan ke nakes akan semakin tinggi. Kemudian nakes kan bekerja semakin berat dan terpapar lebih lama," jelas Brahmana kepada wartawan.

Saat nakes gugur terpapar COVID-19, Brahmana mengatakan, protokol kesehatan di RS selalu dievaluasi. Ketika terdapat peristiwa seperti itu, RS melakukan mitigasi penyebabnya dan apa saja yang perlu dibenahi. Maka, RS akan lebih memperketat dari hasil evaluasi. Brahmana mencontohkan UGD, dimana alurnya harus terpisah antara pasien COVID-19 dan non-COVID-19.

"Jadi kan learning by doing. Jadi ada pengalaman, evaluasi, dan diperbaiki gitu," ujarnya.

Untuk nakes yang terpapar, akan mendapatkan jaminan kesehatan penuh dari RS tempatnya bekerja. Bahkan, RS tersebut bisa merujuk ke RS lainnya untuk mendapatkan perawatan optimal.

Sujud Risma

Sebelumnya, Wali Kota Surabya Tri Rismaharini sujud di kaki Ketua Tim Penyakit Infeksi Emerging dan Remerging (Pinere) RSU dr. Soetomo, dr. Sudarsono. Aksi itu terjadi saat audiensi bersama IDI Jatim dan Surabaya, Senin (29/06).

Bahkan, Risma sampai sujud dua kali sambil menangis. Aksi itu Risma lakukan setelah mendapat keluhan dari Sudarsono. Dalam audiensi itu Sudarsono mengatakan, pasien COVID-19 di RSU dr. Soetomo sudah overload. Namun masih banyak masyarakat di luar yang tak patuh protokol kesehatan.

Risma tiba-tiba berdiri dari kursinya saat mendengar keluhan itu. Risma langsung sujud di depan para dokter yang tergabung dalam IDI Surabaya dan PERSI.

Tangis Risma pun pecah. "Saya minta maaf Pak," kata Risma.

Setelah kurang lebih 1 menit bersujud, Risma kembali duduk di kursinya. Risma pun mengatakan jika pemkot tidak bisa berkomunikasi dengan RSU dr. Soetomo.

"Kami enggak bisa masuk RSU Soetomo pak," kata dia sambil menangis di mejanya.

Namun 12 menit berselang atau sekitar pukul 10.01 WIB, Risma kembali sujud di hadapan Sudarsono. Tentu saja hal itu mengagetkan para tamu undangan. Sebelum sujud kedua, Risma mengaku dirinya tidak rela warganya meninggal karena pandemi COVID-19.

Dengan menangis tersedu, Risma meminta maaf. "Saya minta maaf Pak, saya minta maaf," ucapnya.

Audiensi yang dimulai pukul 09.00 WIB itu pun kembali berjalan dan berakhir pukul 11.30 WIB. Audiensi itu juga dihadiri Kadinkes Surabaya serta Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Surabaya dr. Brahmana Askandar. (Ed: rap/pkp)

 

Baca selengkapnya di: DetikNews

Target 2 Pekan Turunkan Kasus COVID-19 di Jatim, Ini Upaya IDI Surabaya

Banyak Nakes di Surabaya Meninggal Terpapar COVID-19, Ini Kata IDI

Tentang Risma yang Sujud 2 Kali Sambil Nangis di Hadapan IDI