1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Reaksi Media Setelah Larangan Terbang Dicabut

21 April 2010

Larangan terbang untuk kawasan Eropa yang sebagian telah dicabut masih menjadi sorotan media internasional.

https://p.dw.com/p/N2Ir
Foto: AP

Harian Swedia „Dagens Nyheter“ mengomentari reaksi Uni Eropa atas kekacauan lalu-lintas udara di Eropa:

„Selama hampir satu minggu lalu-lintas udara di Eropa lumpuh. Dimana kepemimpinan politik Uni Eropa yang seharusnya mengatasi krisis serius ini? Seperti biasa semua menyalahkan yang lain. Sedangkan organisasi Eropa bagi kesalamatan penerbangan Eurocontrol yang bukan lembaga Uni Eropa, melakukan pekerjaan yang luar biasa. Tetapi UE harus melakukan lebih banyak lagi. Mungkin lembaga itu akan mengambil hikmah dari krisis debu vulkanik dari Islandia. Bahwa ada kepentingan bersama untuk politik transportasi udara. Dan, sudah saatnya UE mengurangi perjalanan pegawainya yang bolak-balik antara Brussel dan Straßburg yang tidak perlu. Para politisi tidak mungkin menaklukan kekuatan alam. Tetapi mereka bertanggungjawab atas berfungsinya kebijakan yang telah diputuskan serta lembaga-lembaga di bawah naungannya.“

Begitu juga harian Jerman „Stuttgarter Zeitung“ memberikan komentar terkait diskusi larangan terbang di Eropa:

„Hikmah dari larangan terbang sudah jelas. Yang diperlukan adalah sebuah stasiun pengukur partikel debu yang disemburkan gunung berapi ke atmosfir dan meneruskan informasinya ke sebuah pusat data. Dengan cara demikian, simulasi komputer yang selama ini digunakan, dapat diperhalus. Jika itu berhasil, maka yang perlu ditutup hanya kawasan udara yang betul-betul kritis. Kalangan ilmuwan, yang selama ini mengukur bahaya semburan debu vulkanik dengan usaha sendiri, telah menyatakan bersedia untuk bekerjasama. Mereka bahkan mengharapkan kerjasama yang lebih erat dengan jawatan meteorologi. Dan perusahan pembuat mesin pesawat terbang harus meneliti lebih akurat, bahaya yang dapat ditimbulkan oleh debu gunung berapi.“

Dan koran „Westdeutsche Zeitung“ yang terbit di Düsseldorf, Jerman berkomentar:

„Krisis debu gunung api menunjukkan, betapa ringkihnya perekonomian global. Keuntungan pasar global tiba-tiba berbalik, jika logistik penerbangan lumpuh. Konsep dasar sistem produksi Jepang Just-in-Time memang menghemat biaya bagi perusahaan. Karena tidak perlu menyediakan gudang untuk menyimpan barang. Tetapi, bila pasokannya terhenti, semua roda pabrik macet. Seperti yang dialami perusahaan otomotif Jerman BMW baru-baru ini. Namun, kemungkinan peristiwa alam di Islandia berdampak pada konjungtur untuk jangka panjang sangatlah kecil. Bila logistik global kembali berputar, sektor ekonomi akan kembali mengisi kekosongan ini.“

Sementara harian Perancis „Le Monde“ yang terbit di Paris mempertanyakan, apakah larangan terbang karena bahaya debu vulkanik dapat dibenarkan? Harian itu menulis:

„Kini tinggal diselidiki, apakah jawatan yang berwenang mengambil tindakan yang tepat dalam penanggulangan bahaya. Untuk awalnya tepat sekali. Tetapi untuk seterusnya, perlu dipertimbangkan lagi. Seperti dalam kasus flu babi, dimana penyebab utamanya tidak diselidiki. Kali ini debu vulkanik tidak dianalisa. Prinsip kehati-hatian tidak boleh memicu prinsip taksiran atau rasa ketakutan. Atau, kita membiarkan masyarakat selalu ketakutan, yang langsung panik bila dihadapkan pada inovasi ilmiah baru sekecil apapun, perasaan gampang terluka yang merongrong terus masyarakat sehingga cenderung memilih situasi tidak berisiko.“

Sedangkan harian Belanda „de Volkskrant“ yang terbit di Amsterdam menulis, kekacauan yang disebabkan letusan gunung berapi di Islandia menunjukkan, bahwa pengaturan kawasan udara Eropa harus dilakukan terpusat. Koran itu berkomentar:

„Sejak tahun 1999 UE mengupayakan pembentukan sebuah lembaga yang bertanggung-jawab untuk seluruh kawasan udara Eropa. Itu berarti, peningkatan efisiensi lalu-lintas udara ditingkatkan dan tugas jawatan perhubungan udara yang bertele-tele bila sebuah pesawat melintasi perbatasan dapat dikurangi. Namun proses pembentukan lembaga tersebut masih tersendat-sendat. Karena anggota UE masih enggan. Semoga krisis ini membuat negara UE sadar, betapa pentingnya lembaga itu.“

AN/AS/dpa/afpd/afpd/