1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Reaksi Jelas Tanpa Efek bagi Pantai Gading

14 Desember 2010

Dua setengah pekan setelah pemilu di Pantai Gading, negara di Afrika barat itu memiliki dua presiden dan dua pemerintahan. Belum dapat dipastikan, apakah Ouattara akan benar-benar menjadi pemenang yang sah.

https://p.dw.com/p/QYk2
Tentara PBB menjaga di depan The Golf Hotel, Abijan tempat Ouattara menjalankan pemerintahan (10/12)Foto: AP

Kata-kata utusan khusus PBB untuk Pantai Gading, Choi Young-jin sangat jelas dan diutarakan hanya beberapa hari setelah pengumuman hasil penghitungan terakhir oleh komisi pemilu. "Keinginan rakyat sangat jelas. Satu orang yang keluar sebagai pemenang dari pemilu presiden. Bukan dua. Rakyat Pantai Gading memberikan suara jelas lebih banyak kepada calon Alassane Ouattara, daripada bagi Laurent Gbagbo, untuk menjadi pemenang pemilu presiden.“

Elfenbeinküste Unruhen Dezember 2010
Utusan PBB untuk Pantai Gading, Choi Young-jinFoto: AP

Dengan itu, Choi menekankan, bahwa ia tidak ikut campur masalah dalam negeri negara tersebut, karena sebagai utusan khusus PBB ia hanya melakukan tugasnya, dan itu diterima kalangan pimpinan Pantai Gading. Tahun 2005, pemerintah Pantai Gading saat itu, oposisi dan bekas pemberontak dari gerakan Forces Nouvelles sepakat untuk menugaskan PBB sebagai organisator pemilu. Organisasi dunia tersebut menginvestasikan banyak orang dan dana, yaitu hingga 400 juta Dolar.

Biaya baik dari segi keuangan dan koordinasi membuat jelas, mengapa DK PBB begitu cepat dan jelas menempatkan diri di belakang Ouattara. Di kalangan DK PBB hanya Rusia yang awalnya bersikap hati-hati, karena Moskow mengkhawatirkan terjadinya kasus yang dapat dijadikan contoh untuk kasus-kasus lain, jika menyangkut kedaulatan negara untuk menentukan diri sendiri.

Sikap Uni Eropa

Uni Eropa juga menunjukkan sependapat dan mendukung Alassane Ouattara. Sikap keras kepala Laurent Gbagbo, yang tetap ingin berkuasa sejak dua pekan lalu menyebabkan UE menjatuhkan sanksi. Sanksi tersebut berlaku, sampai presiden terpilih resmi menjabat.

NO FLASH Elfenbeinküste Wahlen Krise
Pendukung Alassane Ouattara meneriakkan seruan "Kami tidak mau Gbagbo" dalam aksi protes terhadap Presiden Laurent Gbagbo (06/12)Foto: AP

Maja Kocijancic, jurubicara petugas urusan luar negeri UE Catherine Ashton mengatakan, sanksi ini mencakup larangan masuk wilayah UE dan pembekuan kekayaan. Itu terutama ditujukan terhadap orang-orang yang bertanggungjawab yang tidak bersedia menerima presiden yang dipilih secara demokratis.

Baik UE maupun PBB khawatir, krisis di Pantai Gading kembali akan bermuara pada perang saudara. Itu dapat menyebabkan seluruh wilayah Afrika Barat menjadi tidak stabil, dan berdampak besar bagi negara-negara tetangga yang pernah dilanda konflik, yaitu Liberia dan Sierra Leone. Jika motor ekonomi Pantai Gading tidak mulai bergulir, perkembangan seluruh wilayah itu akan terhambat.

Kombibild Gbagbo und Alassane Ouattara
Laurent Gbagbo (kiri) dan Alassane OuattaraFoto: AP/DW

Reaksi Keras Uni Afrika

Uni Afrikapun memberikan reaksi keras. Padahal organisasi itu biasanya dicap terlalu ragu bertindak dan lumpuh. Tetapi kali ini Uni Afrika memutuskan untuk sementara Pantai Gading akan dikucilkan, sampai Laurent Gbagbo menyerahkan kekuasaan. Ramtane Lamamra, komisaris urusan perdamaian dan keamanan pada Uni Afrika mengatakan, "Tindakan kmai bagi Pantai Gading akan membantu rakyat dan kekuatan politik di negara itu, pada saat bersamaan juga menjaga perdamaian dan demokrasi."

Tetapi Uni Afrika juga diwajibkan untuk berpegang pada konstitusi negara-negara anggotanya. Argumentasi ini digunakan Laurent Gbagbo untuk kepentingannya. Pemilihan kembali dirinya ditetapkan dewan konstitusi. Badan ini, yang orang-orangnya dipilih Gbagbo, sehingga tergantung pada dirinya, menolak hasil penghitungan yang diberikan komisi pemilu.

Dukungan di Dalam Negeri

Elfenbeinküste Unruhen Dezember 2010
Tentara PBB dari Senegal berpatroli di jalan-jalan Abijan (09/12)Foto: AP

Gilles Yabi adalah pakar dalam masalah politik Pantai Gading, dan lama memantau situasi di negara itu bagi organisasi HAM, International Crisis Group. Ia menilai reaksi internasional tidak sesuai dengan perbandingan kekuatan di negara itu. Menurutnya, Ouattara mendapat dukungan internasional. Tetapi di dalam negeri Gbagbo lebih banyak pendukungnya.

Selain menyerukan agar yang bertikai menahan diri, masyarakat internasional tidak punya banyak cara untuk mencegah konflik bersenjata. Kedua belah pihak siap terjun ke dalam konflik dan menambah gentingnya situasi. Ouattara mengumumkan, pekan ini juga ia akan mengambil alih stasiun radio dan TV milik negara dan gedung-gedung milik pemerintah.

Aude Gensbittel / Marjory Linardy

Editor: Agus Setiawan