1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Reaksi Internasional bagi Situasi di Libya

11 Maret 2011

Sikap Uni Eropa dan Perancis dalam menghadapi situasi di Libya mendapat sorotan beberapa surat kabar Eropa.

https://p.dw.com/p/10Xi6
Foto: AP

Sikap Uni Eropa dan Perancis dalam menghadapi situasi di Libya mendapat sorotan beberapa surat kabar Eropa.

Harian Perancis La Croix mempertanyakan langkah pemerintah Perancis, yang mengusulkan serangan terarah terhadap markas militer Libya, untuk mencegah kelanjutan serangan udara terhadap pemberontak.

Menurut harian itu, tentu langkah sesegera mungkin diperlukan, apalagi Eropa membutuhkan banyak waktu untuk merumuskan langkah bersama. Tetapi sikap Perancis sehari sebelum KTT Eropa ganjil. Serangan terarah dari udara yang diusulkan Perancis adalah campur tangan militer dalam revolusi, yang keberhasilannya sampai sekarang hanya dapat diraih karena upaya rakyat. Apakah serangan seperti itu tidak akan menyebabkan eskalasi kekerasan? Selain itu, keputusan tersebut membutuhkan persetujuan 27 anggota Uni Eropa, negara-negara tetangga Libya dan PBB. Para penentang diktator Libya meminta sokongan bagi perjuangan mereka, bukan pihak yang mengambil alih tindakan.

Harian Inggris The Times juga mengomentari langkah Perancis tersebut.

Reaksi internasional atas pemboman yang diperintahkan Gaddafi harus jauh lebih tajam, jika rejim itu ingin dienyahkan. Tetapi pengakuan secara resmi bagi Dewan Transisi yang didirikan para pemberontak di Benghazi tidak boleh menjadi bagian upaya internasional. Pemerintah Perancis mengambil langkah itu terlalu dini. Dewan Transisi tersebut tidak dilegitimasi secara demokratis. Zona larangan terbang di Libya adalah langkah paling baik untuk membatasi gerakan militer Gaddafi, dan pada saat bersamaan melancarkan tekanan politik. Jika Eropa tidak mengambil tindakan apapun, berarti Eropa membantu diktator brutal itu untuk tetap berkuasa.

Harian Spanyol El Periódico de Catalunya juga memberikan tanggapan bagi tindakan internasional berkaitan dengan situasi di Libya.

Menteri Pertahanan dari negara-negara anggota NATO sepakat, sementara ini tidak akan mengambil tindakan di Libya. Aliansi itu memang mengirimkan lebih banyak kapal ke daerah Laut Tengah, untuk mengontrol embargo senjata. Tetapi kapal perang tersebut tidak dapat menyerang, karena untuk itu diperlukan resolusi PBB. Dan untuk itu, seperti biasa, masyarakat internasional terpecah-belah. Rusia dan Cina menentang intervensi militer. AS juga tidak lagi menyatakan sikap jelas seperti beberapa hari lalu. Di tambah lagi langkah Presiden Perancis Nicolas Sarkozy yang berlebihan dan mengejutkan sekutu-sekutunya, dengan mengakui secara sepihak pemerintahan yang didirikan pemberontak Libya.

Terakhir harian Austria Neue Zürcher Zeitung berkomentar, sayang AS ragu-ragu.

AS sering diejek sebagai negara yang bertindak seperti Rambo. Tetapi syukurlah, AS kerap mengambil tindakan, ketika Eropa secara memalukan tidak melakukan apapun. Tetapi sekarang Rambo tidak ikut serta lagi, karena kekuatannya sudah terlalu tercerai-berai. Rambo juga sudah memberikan isyarat, tidak berminat mengambil alih tindakan berisiko tinggi bagi Eropa serta mengirim Gaddafi ke neraka, dan setelah itu kembali menuai berbagai tuduhan. Tetapi di Roma, di mana sekarang sahabat terbaik rejim Libya bersembunyi, atau juga di Paris, London atau Berlin pemerintah tercengang dan menyadari, bahwa mereka tidak dapat mengambil tindakan sendirian. Siapa yang berpuluh-puluh tahun tidak mempedulikan keamanan bersama dan dengan santai mengandalkan orang lain, tidak boleh heran, jika ia sekarang tampak tidak berdaya dan pantas dikasihani.

Marjory Linardy/afp/dpa

Editor: Edith Koesoemawiria