1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Persamaan HakIndonesia

Ratusan Pengungsi Rohingya di Aceh Mendapat Perawatan Medis

27 Desember 2022

Hampir 200 pengungsi Rohingya menerima perawatan medis darurat setelah mendarat di perairan Aceh, Senin (26/12). Kedatangan mereka merupakan pendaratan keempat di Indonesia dalam beberapa bulan terakhir.

https://p.dw.com/p/4LRZF
Pengungsi Rohingya menerima perawatan medis darurat
Pengungsi Rohingya, yang tiba dengan perahu di Aceh pada 26 Desember 2022, menerima perawatan medis daruratFoto: Rahmat Mirza/AP/picture alliance

Setiap tahun, ribuan orang Rohingya yang sebagian besar beragama Islam, mempertaruhkan nyawa mereka dalam perjalanan laut dengan kapal reyot dan berupaya untuk mencapai perairan Malaysia atau Indonesia. Pada Senin (26/12), sebuah kapal kayu tiba di Pantai Ujong Pie, Kecamatan Muara Tiga, Kabupaten Pidie, Aceh, pada pukul 17.30 WIB.

"185 imigran Rohingya mendarat di (Kabupaten) Pidie. Jumlah tersebut terdiri dari 83 laki-laki dewasa, 70 perempuan dewasa, dan 32 anak-anak," kata Kabid Humas Polda Aceh Kombes Winardy dalam keterangannya.

Para pengungsi sementara ditampung di fasilitas lokal dan mendapat perawatan dari petugas kesehatan. Seorang petugas kesehatan mengatakan kepada AFP bahwa sejumlah pengungsi "menderita dehidrasi parah. Beberapa anak muntah."

Pendaratan kapal pada hari Senin (26/12) di Aceh terjadi sehari setelah kapal lain yang membawa 57 pengungsi Rohingya mendarat setelah sebulan di laut. Sebelumnya pada November lalu, dua kapal yang membawa total 229 orang Rohingya mendarat di provinsi yang sama, menurut badan pengungsi PBB, UNHCR.

Pada akhir pekan lalu, UNHCR mengatakan bahwa sekitar 180 imigran Rohingya terkatung-katung di laut selama berminggu-minggu hingga dikhawatirkan tewas, setelah sejumlah kerabat mengatakan mereka kehilangan kontak dan menganggap tidak ada penumpang yang selamat.

Gelombang kedua kedatangan imigran Rohingya di Aceh
Banyak di antara pengungsi Rohingya yang menderita dehidrasiFoto: Amanda Jufrian/AFP

Berangkat dari Bangladesh

Detail tentang kondisi perjalanan mereka belum jelas diketahui, tetapi seorang pendatang muda mengatakan bahwa mereka berangkat dari Bangladesh. "Kami datang dari kamp pengungsi Rohingya di Bangladesh dengan harapan Indonesia memberi kami kesempatan pendidikan,” kata Umar Faruq, 14 tahun.

Salah satu pengungsi lainnya yang bisa berbicara bahasa Melayu dan mengidentifikasi dirinya sebagai Rosyid, mengatakan kepada The Associated Press bahwa mereka meninggalkan sebuah kamp di Bangladesh pada akhir November dan hanyut di laut lepas. Setidaknya 20 orang di antaranya meninggal di atas kapal karena gelombang tinggi dan sakit, serta tubuh mereka dibuang ke laut.

Marfian, tokoh masyarakat setempat yang berada di lokasi tidak lama setelah para pengungsi tiba, mengatakan bahwa beberapa pengungsi mendarat dalam kondisi lemah. "Saat mereka berada di bibir pantai, warga setempat membantu dengan memberi mereka makanan,” ujarnya.

Marfian mencatat dalam beberapa tahun terakhir banyak nelayan Aceh yang telah membantu perahu Rohingya berlabuh. Namun, kejadian kemarin (26/12), perahu mereka terdorong oleh angin ke daratan.

Winardy menggarisbawahi bahwa pihak berwenang sedang berkoordinasi dalam penanganan pengungsi, mengingat pendaratan mereka di Aceh semakin sering.

Empat kelompok kabur dari kamp Bangladesh

Chris Lewa, Direktur Proyek Arakan, yang bekerja untuk mendukung imigran Rohingya, mengonfirmasi pada hari Selasa (27/12) bahwa kapal yang mendarat di Pantai Ujong Pie pada hari Senin (26/12) adalah kelompok 190 orang Rohingya yang dilaporkan oleh PBB terombang-ambing di Laut Andaman selama sebulan.

Dia mengatakan bahwa kedatangan tersebut adalah di antara empat kelompok pengungsi Rohingya yang telah meninggalkan distrik Cox's Bazar di Bangladesh akhir November lalu, dengan kapal yang lebih kecil untuk menghindari pengawasan penjaga pantai setempat sebelum mereka dipindahkan ke empat kapal yang lebih besar.

Kapal keempat "akhirnya mendarat di bagian utara Aceh, Indonesia, pada Senin (26/12) sore,” kata Lewa, setelah berminggu-minggu organisasinya memohon bantuan negara-negara Asia Selatan dan Tenggara.

Azharul Husna, yang mengepalai KontraS Aceh, mengatakan pada hari Senin (26/12) bahwa orang-orang dalam kelompok tersebut semuanya membawa kartu UNHCR dari kamp pengungsi di Bangladesh dan telah pergi untuk mencari kehidupan yang lebih baik di Malaysia.

Malaysia telah menjadi tujuan umum bagi banyak pengungsi yang tiba dengan perahu, tetapi mereka juga ditahan di negara tersebut. Meskipun negara itu bukan penandatangan Konvensi Pengungsi PBB tahun 1951, UNHCR mengatakan bahwa peraturan presiden tahun 2016 memberikan kerangka hukum yang mengatur perlakuan terhadap pengungsi di atas kapal yang mengalami kesulitan di dekat Indonesia dan membantu mereka berlabuh.

ha/pkp (AFP, AP)