1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Sarat Rasisme? Polri Sesalkan Skandal Interogasi di Papua

11 Februari 2019

Interogasi menggunakan ular terhadap seorang aktivis KNPB di Papua yang diduga melakukan pencurian dinilai mengandung motif rasisme. Anggota Polri diklaim sudah berulangkali melontarkan ejekan rasis kepada warga Papua.

https://p.dw.com/p/3D6s4
Indonesien Todesstrafe
Foto: picture-alliance/dpa/M. Irham

Ketika kepolisian Indonesia meminta maaf, skandal terkait insiden interogasi di Papua sudah keburu menjadi buah bibir. Dalam sebuah video yang beredar di dunia maya, seorang anggota Polri terlihat mengalungkan ular ke sekitar leher seorang tersangka buat memaksakan pengakuan. Peliknya, tersangka yang dianiaya merupakan Sam Lokon, anggota Komite Nasional Papua Barat (KNPB).

Tidak heran jika kecaman terkait gaya kepolisian dalam menghadapi isu Papua menyeruak. "Dilihat dari konteks penindasan di Papua, khususnya oleh aparat keamanan selama ini, ditambah lagi dari cara aparat mengejek dan menertawakan di video terasa motif rasismenya," tulis Kuasa Hukum KNPB Veronica Koman kepada DW melalui pesan tertulis.

Baca juga: Pembubaran Diskusi Papua di Surabaya Ancam Rasa "Kebangsaan"

"Dia dipukul, ditendang, ditampar, serta kepala didorong ke arah ular supaya terpaksa mengakui kasus pencurian yang dituduhkan. Padahal proses penangkapannya saja lebih mirip penculikan daripada penangkapan."

"Selain itu juga ini bukan pertama kali, jadi sebetulnya penggunaan ular ini sistemik dan bercorak rasial," imbuhnya. "Ketika video ini muncul, ternyata kawan-kawan Papua cukup banyak yang komentar bahwa mereka sudah lama dengar ini."

Dalam pernyataan persnya Kapolres Jayawijaya AKBP Tony Ananda Swadaya sebelumnya meminta maaf dan mengakui "penyelidik tidak bersikap profesional dalam menjalankan pekerjaannya." Dia menegaskan petugas bertindak atas inisiatif pribadi dan memastikan ular yang digunakan untuk mengintimidasi korban tidak beracun atau berbahaya.

"Kami telah mengambil langkah tegas terhadap petugas yang terlibat," kata dia, sembari menambahkan polisi tidak menganiaya korban secara fisik. Sementara itu Jurubicara Polri Ahmad Musthofa Kamal memastikan kasusnya sedang diselidiki secara internal. Jika ditemukan pelanggaran, maka yang bersangkutan akan dikenakan hukuman.

Baca juga:KNPB Sebut Polri Rampas Tanah Rakyat Papua 

Menurut Veronica Koman, rasisme sudah lama mengakar di kepolisian. Hal ini terutama dirasakan dalam isu Papua. "Perilaku rasis aparat terhadap orang Papua ini terjadi baik di Papua maupun luar Papua," kata dia. "Ketika dampingi aksi damai mahasiswa Papua di Jawa, saya sering dengar celetukan 'monyet' dari polisi; maupun polisi mengejek menirukan suara pekikan adat para mahasiswa tersebut."

Hal ini turut dilaporkan saat aksi demonstrasi mahasiswa Papua di depan kantor LBH Jakarta, awal Desember 2018 silam. Aparat diklaim melontarkan kata-kata bernada ejekan rasialis semisal "monyet" yang disertai ancaman kekerasan. Hal serupa juga terjadi dalam aksi demonstrasi di Surabaya, di mana kepolisian dilaporkan melontarkan ancaman dan makian, meski tidak bersiat rasis.

rzn/hp (ap,rtr)