1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Rasisme di Lapangan Hijau

Astrid Prange28 Mei 2014

Korban dan pahlawan pada saat yang bersamaan: pemain sepak bola Brasil berkulit hitam kerap mengalami pelecehan rasial. Piala Dunia 2014 dipakai untuk mengangkat kesadaran atas isu ini.

https://p.dw.com/p/1C7bG
Foto: picture-alliance/dpa

Wasit Brasil, Marcio Chagas da Silva, mengatakan dirinya menjadi target 200 lebih serangan bermotif ras sepanjang kariernya. Pada laga antara klub Brasil Esportivo dan Veranopolis, fans berteriak ke arahnya: "Lebih baik tetap di sirkus. Kembali ke hutan, monyet!"

Bulan Maret, pemain tengah Marcos Arouca da Silva dari FC Santos diserang saat diwawancarai pasca laga. Fans menyebut pemain berusia 28 tahun ini seekor monyet, mendorongnya hingga menitikkan air mata.

Bekas kiper tim nasional Dida, juga mengeluhkan serangan verbal dari fans belum lama ini.

Rasisme di lapangan hijau telah lama menjadi masalah di Brasil.

"Mungkin terdengar gila, tapi pada tahun 1920-an para presiden Brasil memanggil pelatih timnas untuk memastikan mereka tidak membawa pemain berkulit hitam saat tur mancanegara," ungkap jurnalis olahraga Roberto Asaf.

Bekas kiper tim nasional Dida diejek 'monyet' dalam sebuah laga di kota Natal
Bekas kiper tim nasional Dida diejek 'monyet' dalam sebuah laga di kota NatalFoto: Picture-Alliance/ASA

Olahraga putih, pemain hitam

Sepak bola masih dianggap sebagai aktivitas bagi kaum elit berkulit putih ketika pertama kali masuk Brasil lebih dari 100 tahun lalu. Tahun 1914, klub Fluminense di Rio de Janeiro menaruh tepung beras pada salah satu pemain berkulit hitamnya, Carlos Alberto, sebelum ia turun main. Seraya keringat merusak riasan, fans berkulit putih mulai mencelanya.

Seratus tahun kemudian, sebagai juara dunia lima kali, Brasil berusaha membongkar tabu bagi diskriminasi di sepakbola yang terus terjadi namun kerap terlupakan. Presiden Dilma Rousseff berharap Piala Dunia 2014 dapat menjadi landasan untuk melawan rasisme.

"Brasil adalah negara dengan populasi berkulit hitam terbesar di luar Afrika," ujar sang presiden pada acara anti-rasisme di Brasilia. "Rasisme dalam kehidupan sehari-hari di negara ini tidak dapat diterima."

Takut karier terancam

Rasisme baru dibuat ilegal di Brasil tahun 1989. Jumlah kasus pengadilan terkait diskriminasi dan serangan rasial secara perlahan naik. Wasit Chagas dan dua pemain Arouca serta Dida semuanya telah melaporkan serangan terhadap mereka kepada polisi.

Banyak pemain bintang Brasil saat ini berkulit hitam
Banyak pemain bintang Brasil saat ini berkulit hitamFoto: picture-alliance/dpa

Namun belum banyak kemajuan. Hukuman yang diberikan bagi Esportivo, yang para fansnya menyebut Chagas sebagai monyet dan melempari mobilnya dengan pisang, masih terlalu lunak. Otoritas peradilan olahraga Brasil hanya mendenda klub sekitar 10.000 Euro dan melarang klub untuk menjadi tuan rumah dalam lima laga berikutnya.

Banyak pemain berkulit hitam enggan mengangkat topik ini di depan publik karena khawatir kariernya terancam, menurut pakar sejarah Marcel Diego Tonini. Wasit Chagas mengatakan dirinya baru mau berbicara setelah menjadi target serangan rasial sebanyak 200 kali, catat Tonini.

Reaksi semacam ini seharusnya datang jauh lebih cepat, menurut aktor telenovela Brasil ternama Caio Blat. "Kesuksesan sepakbola Brasil adalah berkat para idola berkulit hitam, seperti Pele, Ronaldinho dan Romario," kata Blat.