1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Putaran Baru Perundingan Iklim

3 Agustus 2010

Setelah kegagalan RUU Perlindungan Iklim di Senat AS, banyak yang mencemaskan bahwa perundingan iklim PBB yang penuh rintangan, jalan di tempat. Putaran perundingan iklim kini digelar kembali di Bonn, Jerman.

https://p.dw.com/p/Ob9i
Kepala Sekr. Iklim PBB yang baru, Christiana Figueres.Foto: picture-alliance/dpa

Pekan lalu RUU Perlindungan Iklim, yang telah setahun silam digulirkan oleh pemerintahan Barack Obama, gagal lolos di Senat Amerika Serikat. Konsekuensi kegagalan itu juga menghantui putaran baru perundingan iklim yang telah dimulai sejak Senin lalu, di kota Bonn.

Sasaran pengurangan emisi gas rumah kaca, yang telah dijanjikan oleh presiden AS pada KTT Iklim di Kopenhagen, Denmark, bisa jadi tidak dapat terpenuhi dalam KTT Iklim berikutnya di Meksiko, akhir tahun ini. Ditambah dengan tidak adanya legitimasi hukum, ujar Sven Harmeling, penasihat iklim dan perkembangan dari LSM Germanwatch: „Saya yakin bahwa tak mungkin bagi pemerintah AS, ikut dalam perjanjian mengikat internasional, karena tentu saja harus melewati ratifikasi parlemen, Kongres AS.“

Menurut Harmeling, sebenarnya presiden AS itu memiliki beberapa peluang lain dalam menetapkan haluan perlindungan iklim nasional daripada lewat undang-undang perlindungan iklim. Namun setiap langkah yang diambilnya tidak memiliki pengaruh seperti yang dimiliki undang-undang perlindungan iklim nasional.

„Paling tidak, para negosiator AS di berbagai putaran perundingan mengatakan sasaran pengurangan emisi akan terus diupayakan. Tapi pada dasarnya, mereka harus mempertimbangkan bagaimana mereka dapat kesana. Isyarat sebelumnya tampak buruk, bahwa AS pada dasarnya tak berambisi untuk kembali dalam proses ini, mereka gagal memperjuangkan sasaran itu di dalam negeri.“

Selambatnya sejak kegagalan RUU Perlindungan Iklim di Senat AS, negara itu tak lagi berperan sebagai pelopor masalah iklim. Dalam KTT Iklim di Kopenhagen, presiden AS Barack Obama telah menjanjikan mengurangi emisi karbondioksida 17 persen hingga tahun 2020, dari tahun 2005. Sebagai perbandingan: Uni Eropa berkewajiban mengurangi emisi gas rumah kacanya 20 persen hingga tahun 2020.

Kini harapan atas isyarat baru terutama ditumpukan pada Uni Eropa dan Cina. Direktur baru Sekretariat Iklim PBB Christina Figueres mengatakan negara-negara ambang industri pun banyak melakukan sesuatu:

„Saya melihat jauh ke depan. Meskipun negara-negara ini tidak memiliki kewajiban mengikat, tidak pula berada di bawah Protokol Kyoto, namun negara-negara ambang industri telah manyadari bahwa pada masa mendatang persaingan pasar terutama bertumpu pada teknologi ramah lingkungan, yang telah lama mereka investasikan.“

Uni Eropa saja tertinggal. Tahun lalu, ungkap Figueres, Cina menginvestasikan 40 milyar dollar AS untuk teknologi hijau. Sedangkan Eropa, menanamkan modalnya sebesar 30 milyar dollar AS.

Helle Jeppesen / Ayu Purwaningsih

Editor : Hendra Pasuhuk