1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
SosialHong Kong

Pulau Kecil di Hong Kong Ini Tawarkan Kehidupan Bebas Stres

20 Oktober 2022

Pertama kali menginjakkan kaki di Peng Chau, Zero Chan memiliki perasaan yang berbeda. Berlokasi tidak jauh dari kawasan pusat bisnis Hong Kong, Chan dapat melepas penat dan pulih dari penyakit di pulau tersebut.

https://p.dw.com/p/4IOTG
Pulau Peng Chau, Hong Kong
Seorang perempuan berbaring di dekat pantai, di pulau Peng Chau, Hong KongFoto: Tyrone Siu/REUTERS

"Ketika saya naik feri kembali, itu seperti ritual pembersihan," kata Zero Chan, seorang mantan produser film, kepada Reuters. "Saya bisa tertidur, membaca, atau melakukan pekerjaan saya sendiri di feri. Saya sudah merasa terisi kembali."

Pulau Peng Chau di Hong Kong menawarkan "jalan tengah yang berharga" bagi beberapa orang seperti Chan, yang berusaha untuk meninggalkan tekanan hidup yang terakumulasi dari beragam peristiwa, seperti protes pro-demokrasi pada 2019 hingga pembatasan ketat COVID-19.

Perubahan tersebut telah membentuk kembali kehidupan di pusat keuangan global, Hong Kong, mendorong ratusan ribu orang bermigrasi ke Inggris, Kanada, dan Taiwan, tetapi Chan tetap bertahan.

"Ketika banyak yang mengatakan Hong Kong tidak lagi sama seperti sebelumnya, semakin saya merasa perlu untuk tinggal, untuk melihat apa yang bisa saya lakukan," kata Chan, yang menjalankan studio yoga dan meditasi di rumahnya di pulau Peng Chau. Dia pertama kali melakukan kunjungan ke pulau itu pada tahun 2020.

Zero Chan, pelatih yoga
Zero Chan mengadakan sesi meditasiFoto: Tyrone Siu/REUTERS

Peserta yoga adalah ibu rumah tangga, pekerja kantoran, dan pensiunan. Setiap pagi, Chan sarapan dan minum teh di sebuah meja yang menghadap ke laut. "Orang-orang membutuhkan ruang, tetapi ada begitu banyak kebisingan di kota," tambah pemuja Buddhisme dan Zen berusia 36 tahun itu. "Aku sangat senang sekarang."

Pulau Peng Chau, Hong Kong
Pemandangan alam pulau Peng ChauFoto: Tyrone Siu/REUTERS

Munculnya tren baru

Beberapa ahli mengatakan tren komunitas alternatif yang berkembang dapat dikaitkan dengan serangkaian aksi protes pada 2014 dan 2019.

"Acara sosial ini adalah katalis penting," kata Ng Mee-kam, seorang profesor studi perkotaan di Chinese University of Hong Kong. "Dalam menghadapi semua perubahan ini, semua ketegangan dan semua konflik ini, saya pikir tidak dapat dihindari bahwa orang-orang dari semua generasi harus merenungkan apa yang sedang terjadi, dan apa arti hidup."

Pendatang baru yang tertarik dengan gaya hidup yang nyaman dan harga sewa yang rendah di salah satu pasar properti paling mahal di dunia, dapat memasukkan Peng Chau ke dalam opsi. Banyak rumah tua di kawasan itu yang telah direnovasi. Sekam beton yang terabaikan seperti pabrik kulit Fook Yuen telah diubah menjadi ruang seni "taman rahasia" yang menampilkan grafiti dan karya instalasi. Kafe, butik, dan toko buku independen juga bermunculan di samping kuil tradisional.

"Guru kayu saya baru-baru ini datang mengunjungi saya," kata Jesse Yu, yang pindah ke pulau itu untuk mengejar impian menjadi seorang tukang kayu.

Jesse Yu, pengrajin kayu
Pengrajin kayu Jesse Yu, 32, bekerja di bengkel di gang belakang apartemennya, di pulau Peng ChauFoto: Tyrone Siu/REUTERS

"Dia cukup kagum dan bertanya kepada saya apakah kita kaum muda benar-benar dapat bertahan hidup dengan mimpi," tambah Yu, yang bengkelnya berada di belakang apartemennya.

"Mimpi saya hanya berjarak satu dinding dari saya," tambah Yu, yang terkadang pergi bermain kayak dengan Chan. "Saya senang melakukan pekerjaan kayu karena kebebasannya."

Terancam proyek pembangunan baru

Namun, terlepas dari tren yang berkembang untuk mencari gaya hidup yang lebih tenang di pulau-pulau serta desa-desa, ruang-ruang seperti itu terancam oleh proyek-proyek pembangunan baru yang besar, kata Ng, seorang akademisi.

"Batas bagi generasi muda untuk memiliki ruang untuk mengeksplorasi gaya hidup alternatif ini semakin berkurang, jadi saya pikir kita sebagai masyarakat harus sangat berhati-hati,” tambahnya.

Taki Chan, seorang dosen perguruan tinggi yang pindah ke pulau itu tahun ini, menghargai rasa kebersamaan yang erat. Dia dengan cepat berteman dengan sekelompok perempuan yang bertemu saat berjalan-jalan.

"Setelah pindah ke Peng Chau, saya sadar saya tidak perlu beremigrasi lagi," kata Chan. "Ada banyak sumber daya di sini untuk membantu meremajakan Anda, orang-orangnya, lingkungannya yang alami dan tenang."

ha/yf (Reuters)