1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Puasa Panjang di Eropa, Atlet Muslim Tak Gentar

Lori Herber17 Juni 2015

Berpuasa bagi para atlet Muslim tidak hanya menjadi ujian bagi pencernaan. Ramadhan menjadi tes tambahan bagi disiplin diri. Namun ahli kesehatan memperingatkan bahaya berolahraga tanpa asupan.

https://p.dw.com/p/19INq
Süleyman BaysalFoto: DW/L. Herber

Süleyman Baysal (21) menggiring bola di halaman Arminia Hassel di Gelsenkirchen. Matahari membakar. Awan absen dari langit. 15 jam sudah Baysal tidak makan atau minum. Seperti Muslim lainnya, Baysal berpuasa sejak matahari terbit hingga matahari tenggelam begitu Ramadhan tiba.

"Saya selalu ditanya 'Kamu tidak haus' atau 'Kok kuat sih?'" Baysal berkisah. Namun jawabannya mudah saja: "Saya tidak perlu minum saat ini. Sungguh tidak perlu."

Sekitar 4 juta Muslim tinggal di Jerman dan menurut Dewan Muslim Pusat lebih dari 94 persen Muslim di Jerman berpuasa selama Ramadhan.

Mencontoh pemain profesional

Baysal buka puasa bareng keluarga sekitar pukul 9 malam, dan menyetel alarm pada pukul 3 pagi untuk minum seliter air sebelum fajar. Separuh anggota timnya, YEG Hassel, juga berpuasa. Baysal melatih sebuah tim yang terdiri dari anak-anak berusia 9-10 tahun.

Baysal bercerita, anak didiknya kerap menyembunyikan botol air minum mereka sebagai bentuk hormat kepada Baysal yang berpuasa: "Saya berkata, 'Kalian tidak perlu berbuat itu - minum saja, tidak masalah,' tapi mereka sangat bersahabat."

Tahun 2010, Asosiasi Sepakbola Jerman (DFB), Liga Sepakbola Jerman (DFL) dan Dewan Muslim Pusat memperbolehkan pemain sepakbola profesional untuk tidak berpuasa pada bulan Ramadhan. Namun beberapa pebola profi itu tetap berpuasa. Baysal berkaca pada pemain-pemain ini sebagai inspirasi, seperti pemain Bayern München Franck Ribéry dari Perancis, yang masuk Islam.

“Mereka adalah pemain di liga bergengsi, di klub ternama, mendapatkan banyak uang, mereka puasa dan tetap berlatih tiga kali sehari,” jelas Baysal.

Oguzhan Batar di studio bela diri milik ayahnya di Duisburg
Oguzhan Batar di studio bela diri milik ayahnya di DuisburgFoto: DW/L. Herber

Rencana latihan khusus

Di studio bela diri Wing Tsun di Duisburg-Walsum, Oguzhan Batar (23) sibuk berlatih. Baginya, Ramadhan kali ini berbeda. Ia berlatih untuk mengikuti kompetisi binaraga April tahun depan, sehingga harus menjaga massa otot.

"Kompetisi ini mimpi masa kecil saya, jadi saya berniat tidak puasa selama setahun," ungkap Batar. "Saya selalu puasa sebelumnya. Saya pasti membayar puasa begitu kompetisi selesai."

Berdasarkan pengalaman, Batar belajar bahwa kebugaran dan puasa tidak sejalan."Kalau terbiasa melatih tubuh bagian atas dengan beban 80 kg selama 10-12 kali, saat puasa mengangkat beban 60 kg saja sudah terasa berat," kata Batar.

Berpuasa melemahkan otot

Selama Ramadhan, menurut Batar mustahil untuk membentuk otot karena badan yang berpuasa menggunakan cadangan lemak. Mathias Riedl, seorang anggota Asosiasi Ahli Gizi Jerman, setuju.

"Mereka yang berpuasa kehilangan otot," ujarnya.

Riedl menjelaskan bahwa tubuh harus mengkonsumsi 1 gram protein per kilogram berat tubuh, dan ini harus terdistribusi di antara 3 kali makan per hari karena jumlah besar tidak dapat diproses pada saat bersamaan.

"Binaraga sangat tergantung asupan jumlah protein sebelum berlatih dan 2 jam setelah latihan," tambah Riedl.