1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Protes Terhadap Dokumen Usulan Denmark di KTT Iklim

9 Desember 2009

Sudah selayaknya bahwa Konferensi Iklim Global di Kopenhagen bukan merupakan forum yang harmonis. Negara-negara berkembang kini memprotes sebuah dokumen yang diajukan oleh Denmark.

https://p.dw.com/p/KySe
Ketua KTT Iklim di Kopenhagen Connie Hedegaard (tengah) dan Kepala Sekretariat Iklim PBB Yvo de Boer (kanan)Foto: DW

Konflik antara negara-negara industri dan berkembang yang telah diduga sebelumnya, kini menguak dalam Konferensi Iklim Global di Kopenhagen, Denmark. Pada awal hari perundingan ketiga pada hari Rabu (9/12) pimpinan delegasi negara berkembang dan Cina memprotes sebuah rancangan kesepakatan yang dirumuskan Denmark yang menyebutnya sebagai "workpaper" atau kertas kerja. Para pengkritik antara lain menentang butir yang mewajibkan negara berkembang untuk menetapkan target pasti dalam pengurangan emisi C02. Dalam Kyoto Protokol tercantum bahwa hanya 37 negara industri terkaya dan Uni Eropa, yakni yang disebut negara-negara Annex-B yang diwajibkan target pengurangan C02 hingga tahun 2012.

Sudah tentu dapat dimengerti bahwa sebagai tuan rumah Konferensi Iklim Global di Kopenhagen, Perdana Menteri Denmark, Lars Lökke Rasmussen hendak membuat tamu-tamunya senang. Dan mungkin saja dokumen gagasannya dimaksudkan hanya untuk membantu mendorong perundingan iklim, sehingga sebuah kesepakatan iklim global akhirnya akan dapat ditandatangani akhir pekan depan. Apalagi mengingat bahwa lebih dari 110 pemimpin negara dan pemerintahan telah menyatakan akan menghadiri fase akhir yang menentukan pada konferensi tsb. Tetapi melalui dokumen yang berisikan gagasan Denmark yang diakui hanya merupakan salah satu dari sekian banyaknya kertas kerja, Lars Lökke Rasmussen terutama telah menimbulkan banyak kemarahan dalam Konferensi Iklim tersebut. Lumumba Stanislaus Di-Aping, juru bicara kelompok negara-negara berkembang yang berasal dari Sudan mengungkapkan: "Dokumen itu terutama menunjukkan bahwa Perdana Menteri Denmark bagaimanapun juga ingin berhasil. Tetapi saya pikir, ia seharusnya membedakan dua hal, yakni karir dan ambisinya sebagai politisi di satu sisi dan pentingnya keberhasilan kesepakatan di sisi lainnya. Sebuah kesepakatan yang berhasil harus seimbang, yaitu seimbang antara tuntutan dari negara-negara berkembang dan negara-negara industri. Kita harus menemukan jalan tengah."

Kata-kata dari juru bicara kelompok G77 dan Cina itu memang keras, tetapi setelah itu ia langsung memperlunak komentarnya dengan mengatakan bahwa dokumen itu memang tidak menyenangkan, namun bukan berarti kegagalan KTT Iklim: "Penghentian perundingan tidak akan banyak gunanya. Karena itu, kelompok G77 berpendapat bahwa kami harus bertekad melaksanakan perundingan hingga menit-menit terakhir, hingga detik-detik terakhir konferensi ini."

Dokumen gagasan Denmark itu telah disodorkan kepada harian Inggris "The Guardian", dan sejak awal Konferensi Iklim hari Senin (08/12), beredar di Bella Center di Kopenhagen, di mana KTT itu berlangsung. Kalangan pemerintah di Kopenhagen menegaskan bahwa dokumen itu bukan rancangan bagi dokumen penutup. Menteri Energi dan Iklim Denmark, Connie Hedegaard yang juga Ketua KTT Iklim berulang kali menegaskan bahwa itu bukan merupakan dokumen resmi perundingan. Kepala Sekretariat Iklim PBB Yvo de Boer juga mengemukakan pendapat yang sama: "Dokumen itu sama sekali tidak diajukan secara resmi, juga dokumen-dokumen lainnya yang kini beredar. Dokumen-dokumen tersebut adalah dasar bagi diskusi di kelompok-kelompok negara. Dan ini sudah berlangsung sejak delapan hari ini, tetapi dokumen ini tidak penah secara resmi dibawa ke dalam perundingan. Namun di sini jelas terlihat intinya delegasi menolak dokumen dijadikan basis untuk berbagai perundingan."

Helle Jeppesen/Christa Saloh

Editor: Agus Setiawan