1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Profil Presiden Sudan Al Bashir

15 Juli 2008

Omar Hassan Al Bashir: nasionalis, politisi dan tokoh militer. Tahun 1989, melalui kudeta, ia menjadi presiden Sudan. Kini jaksa penuntut Luis Moreno-Ocampo berusaha menggiring Presiden Sudan itu ke meja hijau ICC.

https://p.dw.com/p/Ed7y
Presiden Sudan, Omar Hassan al-BashirFoto: AP Photo

Omar Hassan Al Bashir berusia 16 tahun ketika mendaftarkan diri untuk menjadi anggota Angkatan Udara Sudan. Demikian ditulis situs internet resmi, Sudan Net. Pilot keturunan keluarga Muslim yang berpengaruh, Al Bashir meniti karirnya dengan mengikuti pendidikan militer di Mesir, Malaysia, Pakistan dan di Amerika Serikat.

Tahun 1988 Omar Hassan Al Bashir diangkat menjadi pemimpin Brigade ke VIII dan ditempatkan di Sudan Selatan. Setahun kemudian pada 30 Juni 1989, Bashir memimpin kudeta. Bersama sekelompok rekan milter, ia menyingkirkan pemerintahaan koalisi Sadiq Al-Mahdi yang terpilih dalam pemilu. Bersamaan dengan itu, Al Bashir membentuk Pasukan Revolusi Penyelamat Bangsa (RCC), dan mengangkat dirinya sendiri sebagai Panglima Besar Militer.

Tak lama berselang, Sudan mengalami Islamisasi Arab dan Al Bashir menerapkan hukum Shariah di Sudan. Bagi masyarakat etnis Afrika non-Muslim, hal itu serta gagalnya sejumlah kebijakan ekonomi dan politik memicu keinginan untuk mendapatkan otonomi. Bashir yang dikenal nasionalis mengatasi perang saudara di Sudan Selatan dengan keras.

Perang Jom Kippur di tahun 1973 melawan Israel merupakan pengalaman yang kuat baginya, dan ia berusaha menumpas Pasukan Pembebasan Rakyat Sudan (SPLA). Di kawasan Darfur dan Sudan Selatan, sedikitnya 200.000 orang etnis Afrika yang tewas akibat keganasan militer dan milisi Janjaweed yang pro Bashir. Lebih dari 2,5 juta penduduk lokal melarikan akibat politik bumi hangus yang memusnahkan lebih dari 1500 desa.

Tahun lalu sejumlah lembaga pemeringkat menempatkan Omar Hassan Al Bashir dalam daftar lima besar diktator yang paling keji, yang menggunakan perkosaan dan pelanggaran berat HAM lainnya sebagai alat pemusnahan etnis. Namun Bashir menepis tudingan itu. Kepada PBB yang berusaha menyelidiki dan membantu mengatasi masalah dengan damai, Bashir menegaskan, Darfur merupakan masalah dalam negeri.

“Saya tegaskan lagi. Saya adalah Presiden. Dan saya tidak akan mengijinkan PBB untuk datang ke Darfur". Demikian Omar Hassan Al Bashir, yang secara resmi dua kali memenangkan pemilihan umum. Yakni pada tahun 1996 dan tahun 2000.

Al Bashir diduga keras berupaya melanggengkan posisinya agar dapat menguasai kekayaan alam Sudan, yang termasuk emas, berlian, uranium, minyak dan gas bumi. Untuk itu tahun 1999, Bashir mengubah Konstitusi Sudan dan membubarkan parlemen agar dapat berkuasa seterusnya tanpa halangan. Ia juga mengelilingi dirinya dengan milisi.

Akhir 1990 Amerika Serikat menempatkan Sudan sebagai bagian dari Poros Kejahatan, karena memberikan perlindungan terhadap teroris semacam Osama Bin Laden. Selain itu sejumlah aksi teror menunjukan Khartoum sebagai lokasi persembunyian teroris. Meski tahun 2005, pemerintah Khartoum menandatangai gencatan senjata dengan SPLA, baik militer Sudan maupun milisi Janjaweed terus mengintimidasi dan meneror masyarakat etnis lokal. (ek)