1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Presiden Ouattara Hadapi Tantangan Besar

12 April 2011

Penangkapan Laurent Gbagbo berarti kekuasaan Pantai Gading sepenuhnya berada di tangan Alassane Ouattar. Kini usaha untuk rekonsiliasi dimulai.

https://p.dw.com/p/10rz7
In this photo taken on Friday, April 8, 2011, UN peacekeepers patrol in the streets of the city of Abidjan, Ivory Coast. Forces supporting Ivory Coast's entrenched strongman broke through the security perimeter imposed around the presidential compound Saturday, April 9, 2011, firing on French helicopters in an advance that appeared to breathe new life into Laurent Gbagbo's camp, which had been teetering on the brink of defeat. (Foto:Jane Hahn/AP/dapd)
Pasukan PBB berjaga di AbidjanFoto: dapd

Alassane Ouattara tahu tugasnya kini tidak mudah. Bagaimana pun juga hampir setengah dari warga Pantai Gading tidak memilihnya sebagai presiden dalam pemilihan 4 bulan yang lalu. Namun, ia lah yang diakui sebagai presiden terpilih oleh dunia internasional. Rakyat Pantai Gading terbelah dua. Ouattara terus menyerukan untuk berdamai. Beberapa hari lalu ia mengumumkan akan membentuk komisi yang menyelidiki aksi kekerasan dan pembunuhan massal di negaranya. Tetapi tugas baru yang lebih penting telah menantinya. Ia harus memastikan tidak ada yang terjadi terhadap Gbagbo dalam tahanan. Karena kalau tidak, Pantai Gading akan semakin terpuruk dalam perang dan Gbagbo akan dianggap sebagai martir. Rinaldo Depagne dari kelompok krisis internasional ICG berkomentar : "Gbagbo harus dilindungi. Ia masih hidup dan tidak boleh ada yang terjadi padanya. Ia tidak boleh diserang pihak lawan. Ia harus dilindungi oleh mereka yang tengah berkonflik dengannya."

Pakar lain juga menganggap, penting agar di pemerintahan baru kedua kubu politik terwakili secara adil. Alioune Tine dari organisasi HAM RADDHO di Senegal menegaskan, masalahnya adalah membuka semua pintu kekuasaan bagi semua warga Pantai Gading. Apalagi, jumlah warga yang memilih Gbagbo tidaklah sedikit. Di putaran pemilihan pertama, jumlahnya 38 persen dan dalam pemilihan ulang bahkan hampir 50 persen. Jika jumlah pemilih sebanyak itu diabaikan, maka masalahnya hanya akan tambah besar. Kembali Rinaldo Depagne dari ICG : "Harus diingat, bahwa Laurent Gbagbo dalam putaran pertama pemilihan presiden mendapat 38 persen suara. Dan partainya FPI adalah kekuatan bersejarah. Mereka awalnya menjadi oposisi kemudian duduk di pemerintahan. Mereka eksis di Pantai Gading sejak hampir 30 tahun. Kekuatan politik semacam itu tidak bisa dilupakan. Ini akan menghidupkan kembali perpecahan di bidang politik."

Apa yang akan terjadi dengan Laurent Gbagbo, baru akan diketahui beberapa hari mendatang. Pengadilan kejahatan internasional sudah sejak berbulan-bulan mengumpulkan materi di Pantai Gading. Mereka akan memutuskan tentang tuntutan terhadap bekas kepala negara itu. Ada juga kemungkinan pembentukan komisi nasional untuk kebenaran dan rekonsiliasi. Presiden Ouattara dalam pidato yang disiarkan televisi Senin kemarin (11/4) mengumumkan akan menyelesaikan konflik sesuai dengan jalur hukum. Baik dalam skala internasional mau pun nasional, bagi pakar HAM Alioune Tine sudah jelas, Gbagbo harus diajukan ke pengadilan. Baginya, yang menjadi pertaruhan adalah demokrasi di Afrika. "Ia harus diadili, supaya bisa mempertanggungjawabkan perbuatannya. Setidaknya ia turut bersalah dalam tragedi ini dan supaya tidak terulang kembali situasi ini. Tidak hanya di Pantai Gading, melainkan juga di negara lain. Proses melawan Gbagbo adalah proses bagi demokrasi di Afrika."

Dirke Köpp / Vidi Legowo-Zipperer

Editor : Hendra Pasuhuk