1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Presiden Myanmar Berkunjung ke Jerman

Rodion Ebbighausen3 September 2014

Kunjungan Presiden Thein Sein ke Berlin menandai 60 tahun hubungan Jerman-Myanmar. Kanselir Jerman Angela Merkel berharap, Myanmar melanjutkan proses politik menuju demokrasi.

https://p.dw.com/p/1D5oQ
Foto: Reuters

Presiden Myanmar Thein Sein tiba di Berlin hari Rabu (03/09) dalam rangka kunjungan dua hari ke Jerman. Tujuan kunjungan itu adalah menumbuhkan "persahabatan dan kerjasama", antara kedua negara, demikian laporan berbagai media di Myanmar.

Hubungan Jerman-Myanmar sebenarnya sudah berlangsung selama 60 tahun. Perwakilan Jerman pertama kali dibuka tahun 1954 di Yangon. Ketika itu, Myanmar masih dikenal dengan nama Burma.

Setelah Perang Dunia ke II, Jerman menjadi mitra dagang kedua terbesar bagi Burma, setelah Jepang. Kegiatan Jerman di negara itu tidak hanya dalam bidang perdagangan, melainkan juga dalam hubungan budaya dan pertukaran pendidikan.

Selain itu, perusahaan senjata Jerman punya bisnis besar dengan rejim militer saat itu dan memasok persenjataan dan munisi untuk angkatan bersenjatanya.

Dalam rangka kerjasama militer ini, banyak perwira Burma yang datang ke Jerman tahun 1970-an untuk menempuh pendidikan.

Hubungan terhenti

Hubungan kedua negara terhenti setelah rejim militer Burma dengan brutal menindas gerakan protes tahun 1988. Sejak itu, komunikasi diplomatik dibatasi pada taraf minimal, semua kerjasama antar pemerintah dihentikan. Hanya ada beberapa proyek yang dilaksanakan organisasi swasta yang dilanjutkan.

Setelah terhenti selama 23 tahun, hubungan diplomatik Jerman-Myanmar tiba-tiba kembali bangkit tahun 2010. Ketika itu, rejim militer menyatakan akan melakukan transformasi politik dan membuka proses demokratisasi.

April 2012, Uni Eropa mencabut sanksi terhadap Myanmar, kecuali embargo senjata. Hubungan bilateral Jerman-Myanmar kembali dirintis.

Februari 2014, Presiden Jerman Joachim Gauck berkunjung ke Myanmar dan mengatakan, "selama proses reformasi mengambil arah yang benar, semua (kerjasama) bisa berlangsung dengan cepat".

Kritik tentang situasi HAM

Organisasi hak asasi Amnesty International kini melancarkan kritik terhadap pemerintahan Thein Sein dan mengatakan, pada awalnya proses reformasi memang berjalan baik, tapi sekarang pemerintah Myanmar mulai membatasi lagi kebebasan pers dan kebebasan berorganisasi.

Titik berat kerjasama bilateral Jerman-Myanmar saat ini adalah reformasi sistem keuangan dan pengembangan usaha kecil dan menengah. Pemerintah Jerman juga membantu pengembangan dan pendidikan pekerja media lewat berbagai program yang dilaksanakan oleh badan pendidikan Deutsche Welle, DW-Akademie.

Februari 2014, Goethe Institut kembali dibuka di Yangon dan mendapat perhatian besar dari masyarakat, kata Franz Xaver Augustin, kepala Goethe Institut Yangon kepada DW.

Untuk memperingati 60 tahun hubungan Jerman-Myanmar, Kementerian Luar Negeri di Berlin bulan Oktober mendatang akan menggelar pameran hubungan bilateral kedua negara dengan tema: "Budaya dan Ilmu Pengetahuan Sebagai Kunci Masa Depan".