1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Presiden Korea Selatan ajak Korea Utara Sambut Era Baru

2 Januari 2012

Presiden Korea Selatan, hari Senin (2/1) mendesak Korea Utara untuk menyambut era baru dan memanfaatkan pergantian kepemimpinan untuk mengubah hubungan kedua negara.

https://p.dw.com/p/13cr7
Akankah kematian Kim Jong Il mengubah wajah Pyongyang?Foto: AP

Presiden Korea Selatan Lee Myung-bak mencoba merangkul putra bungsu Kim Jong Il yakni Kim Jong Un yang kini menjadi pemimpin tertinggi militer dan partai di Korea Utara. Meski memberi sinyal ingin bekerjasama, namun presiden Lee juga memperingatkan bahwa Seoul akan bersikap tegas jika Pyongyang melakukan provokasi.

Presiden Korea Selatan mengatakan, kematian Kim Jong Il adalah sebuah kesempatan bagi perubahan di semenanjung Korea. Jika Korea Utara datang dengan tulus, maka akan menjadi mungkin bagi kami untuk bekerjasama dan membuka era baru, kata Presiden Lee sambil menambahkan bahwa semenanjung Korea kini berada di titik balik, dan kesempatan baru muncul di tengah perubahan yang terjadi di Pyongyang.

Pidato Lee, yang disiarkan televisi nasional, dibacakan sehari setelah Korea Utara dalam pesan tahun baru menyatakan bahwa rakyat Korea Utara harus siap mati menjadi perisai hidup untuk membela Kim Jong Un.Korea Utara, pekan lalu telah mengatakan bahwa mereka tidak akan pernah bersedia melakukan perundingan dengan presiden Lee.

Naiknya Kim Jong Un ke puncak kekuasaan. dilihat sebagai kesempatan untuk meningkatkan hubungan kedua negara yang memburuk sejak Lee yang menjadi presiden Korea Selatan sejak tahun 2008, mengeluarkan kebijakan penghentian bantuan bagi Korea Utara.

Pada tahun 2010, 50 orang Korea Selatan tewas akibat serangan Korea Utara. Serangan terjadi di tengah perundingan awal mengenai masalah nuklir. Korea Utara yang telah melakukan ujicoba senjata atom sejak tahun 2006, telah manyatakan ingin kembali ke meja perundingan yang selama ini tertunda. Perundingan yang melibatkan enam negara itu membahas penghentian program senjata nuklir Pyongyang dengan kompensasi bantuan ekonomi untuk rakyat Korea Utara. Washington dan Seoul sebelumnya menilai Korea Utara telah melangkah maju dalam komitmen perlucutan senjata nuklir.

Dalam pidatonya hari Senin (2/1) presiden Lee menyatakan, jika Korea Utara menghentikan program nuklir, maka negosiasi bisa dilanjutka “Kami siap menyelesaikan masalah keamanan di semenanjung Korea dan menyediakan bantuan untuk menghidupkan perekonomian Korea Utara melalui kesepakatan perundingan enam negara“.

Sementara itu, media Korea Utara terus menyiarkan propaganda tentang Kim Jong Un. Hari Senin (2/1) stasiun TV milik negara memperlihatkan pemimpin baru Pyongyang itu mengenakan mantel gelap dan terlihat sedang tertawa dengan para pejabat, sementara para prajurit memberikan tepuk tangan selama inspeksi militer pada pada hari Minggu (1/1). Stasiun TV juga terus menerus memutar sebuah lagu berjudul “Langkah Kaki“ yang secara luas diasosiasikan dengan Kim Jong Un untuk melanjutkan warisan keluarga.

Pesan tahun baru Korea Utara, yang disampaikan pada hari Minggu (1/1) tidak menampilkan kritik keras sebagaimana biasa kepada Amerika Serikat. Mereka juga tidak menyebut-nyebut soal ambisi nuklir. Sebuah sinyal yang dianggap pertanda bahwa Pyongyang ingin melanjutkan perundingan dengan Washington. Dalam pesan awal tahun itu, Pyongyang berulangkali menyerukan perlunya kedua Korea melaksanakan perjanjian kerjasama atas sejumlah proyek ekonomi yang dianggap berpotensi memberikan keuntungan ekonomi.

Meski Korea Utara membuka kemungkinan untuk memperbaiki hubungan dengan Korea Selatan, namun mereka tetap menunjukkan ketidaksukaan kepada presiden Korea Selatan Lee Myung-bak. Mereka menuduh Lee berencana menggoyang Korea Utara dengan menyiagakan pasukannya, setelah Kim Jong Il wafat. Koran milik pemerintah Korea Utara, Rodong Sinmun dalam sebuah komentarnya mengatakan bahwa Lee harus berlutut dan meminta maaf atas apa yang telah ia lakukan.

Andy Budiman

Editor. Hendra Pasuhuk