1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikKenya

Presiden Kenya: Militer dan Polisi Harus Pakai Tekstil Lokal

Andrew Wasike
27 Oktober 2023

Presiden Kenya William Ruto ingin merevitalisasi industri tekstil lokal dan minta polisi dan militer menggunakan seragam produk tekstil lokal. Bisakah kebijakan ini membangkitkan sektor tekstil yang sedang terjerembab?

https://p.dw.com/p/4Y5lw
Foto ilustrasi produk tekstil di Kenya
Foto ilustrasi produk tekstil di KenyaFoto: DW

Presiden Kenya William Ruto mengumumkan rencana untuk memelopori inisiatif yang akan memastikan semua seragam militer dan polisi, serta pakaian lainnya, diproduksi secara eksklusif di Kenya.

"Saya telah mengeluarkan instruksi ke depan: Semua seragam, sepatu, dan pakaian lainnya yang diperlukan oleh semua layanan keamanan kami harus diproduksi secara lokal oleh perusahaan kami dan dibuat oleh generasi muda Kenya,” kata William Ruto pada pertemuan baru-baru ini.

Perusahaan tekstil Kenya, petani kapas, pekerja garmen, usaha kecil dan masyarakat bereaksi dengan gembira dan optimis menyambut kebijakan baru itu. Banyak pihak berharap inisiatif ini dapat merevitalisasi industri tekstil yang sedang mengalami kesulitan dan bisa memiliki dampak positif terhadap perekonomian secara keseluruhan.

Perancang busana yang berbasis di Nairobi, Amos Mwangi, melihat langkah ini sebagai sebuah peluang seiring dengan perubahan gaya hidup dan mode di Kenya: "Orang-orang mulai menerima apa yang kami sebut sebagai ciri khas. Jadi, ini adalah hal yang baik," katanya.

Pin Wheel - African fabrics and textile

Meningkatkan produksi lokal

Kenya saat ini sangat bergantung pada impor tekstil, dengan lebih dari 90% berasal dari negara-negara seperti Cina, India, Pakistan, Tanzania, dan Turki. Namun pakar investasi dan keuangan Caroline Karugu yakin, impor tekstil tidak perlu jika Kenya bisa memproduksinya di dalam negeri.

"Apa yang saya pakai dibuat di sini di Kenya – jaket saya dibuat di Kawangware. Bahan-bahan ini tidak perlu diimpor,” katanya kepada DW.

Tejal Dodhia, Direktur UtamaThika Cloth Mills, telah berinvestasi pada mesin canggih untuk memenuhi permintaan yang terus meningkat. Dia juga bisa membayangkan masa depan tanpa impor yang tinggi.

"Semua orang tahu betapa pentingnya hal ini… Saya harap negara ini akan menghargai (Prakarsa) ini. Mari kita semua mendorong orang untuk membeli produk Kenya, membangun Kenya,” kata Tejal Dodhia kepada DW.

Dealing with the influx of second-hand clothing

Kekurangan bahan mentah, kebanyakan impor pakaian bekas

Namun, arahan baru presiden menimbulkan pertanyaan apakah Kenya dapat memenuhi sebagian besar permintaan lokal akan produk tekstil. Selain sepatu tentara dan seragam polisi, sebagian besar bahan pokok berasal dari produsen tekstil luar negeri, terutama dari Asia Tenggara.

"Meskipun kami ingin membeli produk buatan Kenya, namun tidak semuanya tersedia di sini. Jadi, beberapa produk mungkin harus tetap berasal dari Cina atau India,” kata pelanggan tekstil Anne Mutiso Mwikali.

Tejal Dodhia berharap usahanya yang sudah berjalan dengan kapasitas penuh dapat menjadi pintu memajukan merek Kenya di sektor tekstil, yang masih didominasi produk impor. Dia yakin investasinya akan membuahkan hasil.

"Jika kami tidak memasang mesin baru sekarang, kami tidak akan mampu memenuhi permintaan pasar,” jelasnya.

Sektor pakaian bekas memang berkembang pesat di Kenya. Setiap tahunnya, negara ini mengimpor hampir 200.000 ton pakaian bekas. Namun Phyllis Wakaiga dari Asosiasi Produsen Kenya melihat peluang pertumbuhan dan perkembangan, dan menyarankan agar pedagang pakaian bekas dapat mengalihkan fokus mereka ke pakaian buatan lokal.

"Kami mempunyai peluang, di mana kami bisa menjual barang-barang ini di pasar lokal. Jadi, mereka (para pedagang) akan mengganti produknya  dan menjual barang-barang produksi lokal,” kata Phyllis Wakaiga kepada DW.

(hp/as)