1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Prancis Persulit Akses untuk Warga yang Belum Divaksin

Lisa Louis
3 Agustus 2021

Menghadapi gelombang infeksi baru dipicu varian Delta, pemerintah Prancis mempersulit orang yang belum divaksinasi untuk mengakses tempat-tempat umum. Aksi protes pun bermunculan akhir pekan lalu.

https://p.dw.com/p/3ySm1
Pidato televisi Presiden Prancis Emmanuel Macron
Presiden Prancis Emmanuel Macron mengumumkan kebijakan baru kartu vaksinasi di televisi, 12 Juli 2021Foto: Ludovic Marin/AFP

Bisnis menjadi sulit bagi Sylvain Belaud sejak awal pandemi CCOVID-19, dengan omset anjlok hingga 60% pada tahun lalu. Sekarang pemilik Cafe Francoeur di daerah Montmartre di utara Paris itu, kembali khawatir akan makin banyak hambatan bagi pengunjung untuk datang.

Prancis akan segera memberlakukan wajib "kartu vaksinasi" di kereta api, penerbangan domestik, dan bus jarak jauh serta di restoran dan kafe. Bukti vaksinasi itu berupa kode QR pada smartphone atau pada selembar kertas, yang menunjukkan bahwa pemegangnya telah divaksinasi penuh, atau memiliki hasil tes PCR negatif, atau baru saja pulih dari infeksi COVID-19.

Kode QR saat ini sudah wajib di tempat-tempat budaya dan aturannya akan diperpanjang dan diperluas pada 9 Agustus, asalkan pengadilan banding tertinggi Prancis memberikan lampu hijau. Undang-undang tersebut juga akan mewajibkan vaksinasi COVID-19 bagi petugas kesehatan dan mereka yang bekerja dengan orang-orang yang rentan. Jika tidak dipatuhi, staf harus diskors tanpa dibayar.

Otoritas Prancis menerapkan wajib kartu vaksinasi ini dalam upaya meredam laju infeksi dan untuk meningkatkan tingkat vaksinasi menghadapi gelombang COVID-19 yang keempat, yang dipicu oleh varian Delta yang sangat menular. Pemerintah ingin mencapai imunisasi 80% hingga 90% dari seluruh populasi untuk mencapai apa yang disebut "herd immunity".

Sylvain Bellaud, pemilik Cafe di Paris
Sylvain Bellaud, pemilik restoran di ParisFoto: Lisa Louis/DW

Mayoritas penduduk Prancis mendukung kartu vaksinasi

Para demonstran merasa kebebasan pribadi mereka terancam oleh aturan baru itu. Mereka menuntut agar kartu vaksinasi segera dicabut. Meskipun jumlah pengunjuk rasa telah meningkat setiap minggu, tapi mereka tidak mewakili mayoritas. Hanya sepertiga dari populasi Prancis yang mendukung tuntutan demonstran, demikian menurut survei baru-baru ini oleh lembaga jajak pendapat Ifop.

Survei lain oleh lembaga Ipsos dan Sopra Steria untuk stasiun radio Franceinfo menunjukkan bahwa lebih dari 60% penduduk Prancis mendukung kartu vaksinasi, 74% setuju wajib vaksinasi bagi petugas kesehatan.

Sejak Presiden Emmanuel Macron mengumumkan aturan baru itu 12 Juli lalu, jumlah orang yang mendapat vaksinasi per hari memang meningkat tajam. Sekarang telah mencapai rata-rata 650.000 per minggu, dibandingkan dengan sekitar 350.000 orang pada awal Juli, menurut situs web Doctolib.fr, yang menangani sebagian besar pengelolaan jadwal vaksinasi.

Aksi protes menentang vaksinasi di Paris, 31 Juli 2021
Aksi protes menentang vaksinasi di Paris, 31 Juli 2021Foto: Michel Euler/AP/dpa/picture alliance

Jumlah Vaksinasi kaum muda meningkat

Jumlah itu termasuk makin banyak anak muda yang sekarang tampak bersemangat untuk mendapatkan vaksin Covid. Pangsa warga berusia 18 hingga 39 tahun yang telah menerima setidaknya satu dosis - yang telah dimungkinkan sejak Mei - meningkat dari 48% pada 12 Juli menjadi sekitar 64% saat ini.

Namun, bukan berarti semua anak muda menyukai cara pemerintah menangani hal itu. Justru sebaliknya, kata Thomas Grunberg, 30 tahun. "Saya pikir keputusan ini dramatis dan gagasan yang sangat buruk," kata event manager itu kepada DW. "Saya sudah diimunisasi, tetapi saya pikir vaksin itu tidak perlu wajib. Beberapa teman saya tidak ingin divaksinasi, dan kami tetap saja akan terus bertemu di rumah atau di luar."

Tetapi Marc Guceski, 25 tahun tidak sependapat. "Tentu saja, kartu vaksinasi harus diberlakukan, tetapi mereka harus bertindak cepat," katanya. "Varian delta semakin berkembang dan vaksinasi dapat membantu melawannya. Pemerintah tidak punya pilihan,"pungkas Guceski menegaskan.

hp/as