1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikPrancis

Prancis Larang Pelajar Mengenakan Abaya di Sekolah

28 Agustus 2023

Seorang perempuan muslim biasanya mengenakan busana abaya yang longgar dan panjang. Namun, Menteri Pendidikan Prancis Gabriel Attal menekankan bahwa atribut agama tidak boleh diidentifikasi secara kasat mata di sekolah.

https://p.dw.com/p/4VdN7
Penggunaan abaya di Prancis
Pelajar perempuan di sekolah Prancis tidak lagi diperbolehkan mengenakan busana abayaFoto: Nicolas Vallauri/MAXPPP/picture alliance

Prancis akan melarang pelajar di sekolah yang dikelola pemerintah untuk mengenakan abaya, busana yang cukup longgar dan panjang, yang biasa dikenakan oleh perempuan muslim.

Menteri Pendidikan Prancis Gabriel Attal, yang baru saja menjabat pada awal musim panas ini, mengeluarkan pengumuman mengejutkan tersebut pada hari Minggu (27/08) dalam sebuah wawancara dengan saluran televisi Prancis TF1.

"Tidak boleh lagi mengenakan abaya di sekolah," kata Gabriel Attal, seraya menambahkan bahwa dia juga akan memuat "aturan yang jelas di tingkat nasional" kepada para kepala sekolah, jelang periode ajaran baru di seluruh negeri yang akan dimulai pada tanggal 4 September mendatang.

Penggunaan abaya di Prancis
Prancis telah lama melarang penggunaan atribut agama di sekolahFoto: Gilles Bader/picture alliance

Langkah tersebut diambil setelah adanya perdebatan selama berbulan-bulan mengenai pemakaian busana abaya di sekolah-sekolah, di mana Prancis juga telah lama melarang perempuan muslim menggunakan jilbab.

"Ketika Anda masuk ke ruang kelas, Anda seharusnya tidak bisa mengidentifikasi agama seorang murid hanya dengan melihat mereka," jelas Attal.

Alasan larangan mengenakan abaya

Pada tahun 2004, sebuah undang-undang di Prancis melarang "penggunaan tanda atau pakaian yang seolah-olah menunjukkan afiliasi agama" di sekolah-sekolah. Hal ini berlaku juga untuk atribut agama lainnnya, seperti salib besar, kippah Yahudi, dan jilbab pada umat Islam.

Namun demikian, abaya masih terhindar dari aturan tersebut, hingga November lalu. Kementerian Pendidikan Prancis pada saat itu mengeluarkan surat edaran yang memasukkan abaya ke dalam kelompok pakaian yang dilarang, jika dikenakan "dengan cara yang menunjukkan afiliasi pada agama tertentu secara terbuka." Surat edaran itu juga menyebut pemakaian bandana kepala dan rok panjang.

Kontroversi seputar busana abaya ini kemudian semakin meningkat pada tahun 2020, ketika seorang muslim Chechnya yang teradikalisasi memenggal kepala seorang guru, yang menunjukkan karikatur Nabi Muhammad SAW kepada murid-muridnya.

Beberapa reaksi petinggi otoritas Prancis

Pemimpin perserikatan guru Bruno Bobkiewicz menyambut baik aturan tersebut. "Instruksi itu sebelumnya tidak jelas, kini sudah jelas dan kami menyambut baik itu," kata Bobkiewicz, Sekretaris Jenderal NPDEN-UNSA.

Ketua Partai Republik Eric Ciotto, yang merupakan oposisi sayap kanan, juga menyambut baik pengumuman itu dan mengatakan bahwa, "kami telah menyerukan pelarangan busana abaya di sekolah-sekolah, beberapa kali."

Sementara, anggota partai oposisi sayap kiri France Unbowed, Clementine Autain, justru mengutuk hal itu sebagai "pengawasan pakaian". Dia berpendapat bahwa aturan itu "tidak konstitusional" dan bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar nilai-nilai sekuler Prancis.

Autain menuduh pemerintah Prancis menyembunyikan "penolakan obsesif" terhadap sekitar 5 juta penduduk muslim di Prancis.

kp/ha (AFP, Reuters)