1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

241109 Klimaverhandlungen EU UN Kopenhagen Klima

25 November 2009

Uni Eropa menuntut dirinya sendiri untuk mengambil peran pionir dalam perlindungan iklim. Namun, semakin dekat pelaksanaan KTT Iklim di Kopenhagen, semakin besar keraguan apakah tuntutan itu layak bagi UE.

https://p.dw.com/p/KgDG
Merkel dan bola bumi, tanggung jawab Uni Eropa dalam hal lingkunganFoto: AP/DW

Ketika bulan Oktober mendekati akhir, negara-negara anggota Uni Eropa mulai gugup. Waktu itu, masih tersisa enam minggu menjelang konferensi iklim di Kopenhagen. Tapi persoalannya utamanya masih dipersengketakan. Seberapa besar bantuan finansial Uni Eropa bagi negara-negara berkembang untuk perlindungan iklim? Dan bagaimana beban itu harus dibagi antaranggota UE? Saat itu, Menteri Keuangan Swedia yang juga mengetuai Dewan Eropa, Anders Borg, tetap optimis.

"Tentu saja hasil yang mengecewakan bahwa kita tak mencapai persetujuan soal pembiayaan perlindungan iklim. Mengingat Eropa mengambil alih kepemimpinan dalam perlindungan iklim, maka sangat, sangat, penting bagi kita untuk mengupayakan kemajuan pada hari-hari dan minggu-minggu ke depan, dalam masalah ini“, kata Borg.

Satu bulan telah berlalu. Namun masalah pembiayaan yang dihadapi UUni Eropa belum terpecahkan. Oktober lalu, masih banyak yang mengharapkan rampungnya perjanjian perlindungan iklim di Kopenhagen. Kini banyak yang terpaksa menerima bahwa hasil paling tinggi adalah semacam pernyataan politik, teks hukum yang diformulasikan dengan matang namun penerapannya belakangan.

Kanselir Jerman Angela Merkel punya pandangan serupa. Agar hasil minimal itu bisa dicapai, beberapa hari lalu di Brussel, Merkel mengingatkan tanggungjawab yang ada di depan mata Uni Eropa.

Ia mengatakan, "Kita mengawali tahun ini dengan krisis keuangan dan ekonomi global. Dalam pertemuan G20, kita menyerukan dunia agar bekerjasama. Tapi semua itu kecil artinya di mata masyarakat internasional, jika kita gagal dalam konferensi iklim.“

Seperti dalam banyak masalah internasional lainnya, Presiden Perancis Nicolas Sarkozy menekankan solidaritas kuat terhadap Merkel.

"Kami ingin sukses di Kopenhagen. Dan kami telah menarik banyak garis merah. Kopenhagen harus menetapkan angka dan tujuan yang pasti. Kami tidak menginginkan KTT dengan kompromi busuk“, kata Sarkozy.

Tapi angka dan tujuan yang mana, tidak disebutkan Sarkozy. Sebaliknya, Jo Leinen, anggota parlemen Eropa dan ketua komisi lingkungan, mendesak agar UE menetapkannya sekarang juga.

Leinen mengatakan, "UE sudah mengambil alih kepemimpinan, dan kami ingin agar tetap demikian dalam konferensi Kopenhagen. Karena itu tawaran kita harus dipertahankan, yaitu pengurangan 30% gas CO2 pada tahun 2020.“

Di tengah pesimisme yang berkembang, banyak yang bernafas lega ketika Senin (23/11) di Brussel, juru runding PBB Yvo de Boer menyatakan tidak akan menyerah di Kopenhagen.

"Tak ada keraguan dalam benak saya bahwa Kopenhagen akan mencapai sukses. Memang, banyak persoalan sulit yang harus dipecahkan, tapi saya yakin semua bisa dipecahkan“, tandas de Broer.

Sampai konferensi iklim akhirnya dilaksanakan, tampaknya tak akan terdengar lagi hal-hal kongkret dari UE. Seberapa ambisius dan kompak sebetulnya UE dalam masalah perlindungan iklim, hanya bisa ditunjukkannya sendiri di Kopenhagen.

Christoph Hasselbach/ Renata Permadi

Editor: Hendra Pasuhuk