1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Polisi Kawal Aksi FPI Geledah Mal-Mal di Surabaya

19 Desember 2016

Anggota Front Pembela Islam (FPI) di Surabaya melakukan razia atribut Natal di pusat-pusat perbelanjaan di Surabaya dengan pengawalan polisi hari Minggu (18/12). Aksi FPI digelar menyambut Fatwa MUI.

https://p.dw.com/p/2UVP3
Indonesien Zuckerfest Völkerwanderung in Surabaya
Foto: picture-alliance/dpa/F. Handoko

Anggota FPI melakukan razia hari Minggu (18/12) di tujuh pusat perbelanjaan atau mal di Surabaya, untuk melarang penggunaan atribut Natal di pusat-pusat perbelanjaan. Aksi FPI dikawal oleh ratusan polisi.

Salah satu mal yang diadatangi adalah Toeng Market. Salam satu pimpinan FPI Jawa Timur, Ali Fahmi mengatakan, manajemen Toeng Market akhirnya setuju menandatangani perjanjian bahwa ia akan mematuhi perintah Majelis Ulama Indonesia (MUI). "Mereka sudah menandatangani perjanjian bermeterai," kata dia.

Indonesien Surabaya - Einkaufszentrum, Buddha-Statue
Sebuah shopping mall di Surabaya memasang patung Buddha menyambut Hari Raya Waisak (Juni 2015)Foto: picture-alliance/AP Photo/Trisnadi

Kepala Polisi Surabaya Komisaris besar M. Iqbal membenarkan aksi FPI dan pengawalan polisi ketika mendatangi tujuh mal itu.

"Para anggota FPI menyebarkan informasi tentang fatwa MUI. Kami jaga proses itu untuk memastikan keselamatan publik," kata Iqbal.

Sekretaris Jendral MUI Jakarta Robi Nurhadi hari Jumat lalu (16/12) mendatangi Wakil Kepala Kepolisian Daerah (Wakapolda) Metro Jaya Brigadir Jenderal Suntana untuk menyampaikan Fatwa MUI Nomor 56 Tahun 2016 dari tanggal 12 Desember yang melarang umat Islam mengenakan pernak-pernik yang berhubungan dengan agama-agama lain.

FPI dan Polisi kemudian menyepakati fatwa MUI dan meminta agar larangan menggunakan atribut non-Muslim itu agar dihormati berrsama. FPI antara lain diizinkan "mensosialisasikan isi fatwa tersebut kepada pengelola mal, hotel, usaha hiburan, tempat rekreasi, restoran, dan perusahaan. FPI dan Polisi juga sepakat berkoordinasi untuk melakukan langkah antisipasi jika terjadi kerawanan.

Robi Nurhadi menegahkan, fatwa MUI itu didasarkan pada akidah Islam. Ia meminta agar fatwa itu disosialisasikan oleh semua instansi kepada semua bidang usaha.Wakapolda Metri Jaya Brigjen Suntana menyatakan, apabila ditemukan kasus pemaksaan terhadap umat Islam mengenakan atribut non-Muslim, polisi akan bertindak mengingatkan dengan persuasi.

"(Yang dilarang) ada lambang-lambang misalnya topi Natal, sinterklaas, dan lain-lainlah. Tapi misalnya polisi membuat spanduk mengucapkan selamat Natal kepada umat nasrani dan tolong menjaga ketertiban dan keamanan, itu sah-sah saja. Karena itu himbauan Kamtibmas," kata Suntana.

Organisasi Islam Nahdlatul Ulama (NU) mengecam aksi FPI yang telah bertindak seperti lembaga penegak hukum. "Negara harus hadir dalam hal ini untuk tidak membiarkan organisasi massa melakukan hukumnya sendiri di jalanan. MUI seharusnya yang bertugas menyebarkan informasi tentang suatu keputusan, bukan organisasi massa," kata Wakil Sekretaris Jenderal NU, Imam Putudu.

Organisasi pemerhati toleransi dan pluralisme Setara Institute menyatakan, MUI bukan penguasa yang sah dan fatwa MUI tidak mengikat. Setara Institut selanjutnya mengatakan, polisi seharusnya mencegah FPI melakukan aksi sendiri, bukannya memfasilitasi mereka dalam melaksanakan intimidasi kepada manajemen pusat perbelanjaan.

"Kelompok-kelompok seperti itu makin percaya diri setelah aksi massal di Jakarta. Polri seharusnya tidak mendukung fatwa yang mengancam keragaman agama," kata Ismail Hasani, peneliti Setara Institute.

hp/ap (ap, afp, jakartapost, kompas.com)