1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Soal Gugatan Warga Eks Dolly, Risma: Bunuh Saya Biar Selesai

7 September 2018

Wali Kota Tri Rismaharini meradang saat mengetahui warga Dolly-Jarak melakukan class action ke Pemkot Surabaya. Meski akhirnya gugatan itu ditolak Pengadilan Negeri karena salah alamat, namun Risma mengaku tidak ikhlas.

https://p.dw.com/p/34SQY
Tri Rismaharini, Bürgermeisterin von Surabaya, Ost Java
Foto: Detik.com

Bahkan Risma mengaku siap dibunuh, jika masih ada yang ingin mengusik kawasan eks Lokalisasi Dolly-Jarak agar permasalahan di tempat tersebut cepat selesai.

"Kalau memang mau itu (terus berulah), bunuh saya biar selesai. Tapi saya tidak ikhlas kalau anak-anak Surabaya hancur," ucap Risma dengan nada tinggi usai memberikan kuliah umum di Universitas Surabaya, Jumat (7/9/2018).

Risma sempat menjelaskan salah satu alasan menutup lokalisasi terbesar se-asia tenggara itu demi masa depan anak-anak di tempat tersebut.

Baca Lagi:  Dolly Tutup

"Kalau tahu ceritanya mengerikan sekali, tapi saya tidak ingin cerita itu. Yang sudah ya sudah, ayo kita mulai bersama sama, masalah mari kita selesaikan. Kita harus tahu ada yang harus diselamatkan, karena masa depan bangsa ini, kota ini ada di tangan anak-anak termasuk anak di Dolly," tegasnya.

Risma mengaku tidak ingin namanya dikenang maupun disebut karena dianggap berhasil melakukan penutupan lokalisasi.

"Ini bukan untuk saya, tidak perlu ditulis nama Risma apa saya tidak butuh itu, tapi ini untuk anak-anak. Bukan untuk anak-anak di dolly tapi juga untuk anak-anak di Surabaya," tegasnya.

Wali Kota perempuan pertama di Surabaya ini mengungkapkan keinginan anak-anak di Surabaya mempunyai hak dan kesempatan yang sama. Anak-anak juga bisa bersaing dengan bangsa lain. Risma tidak ingin kehilangan generasi penerus karena anak-anak di Surabaya mempunyai masalah.

"Kalau kemudian anak se Surabaya punya masalah, bagaimana kita bisa menang dengan bangsa lain, kita tidak ngomong ini untuk Risma, ngapain. Kalau hanya untuk Risma saja ngapain saya harus sampai patah tulang tanganku. Ini untuk warga Surabaya. Karena anak di Dolly sekolah di tempat lain dan dia akan mempengaruhi anak di tempat lain, kalau kita putus kita hentikan, akan berhenti. Kalau tetap lanjut kita akan loss generation," tegas Risma.

Gugatan class action warga Jarak-Dolly senilai Rp 270 M yang diajukan ke Pengadilan Negeri (PN) Surabaya sendiri sudah resmi ditolak. Hakim yang diketuai Dwi Winarko menilai gugatan tidak tepat diajukan sebagai gugatan perdata dan kurang spesifik.

Dalam sidang yang dihadiri kedua belah pihak itu, berlangsung sekitar 1 jam. Hakim menilai berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung No 1/2002 tentang acara gugatan perwakilan kelompok, persyaratan memuat identitas dari penggugat sudah dipenuhi.

Baca Lagi:Kalijodo Tidak Berjodoh dengan Ahok  

Hakim juga menilai bahwa gugatan ini seharusnya masuk ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). "Seharusnya ini masuk ke PTUN, karena terkait konflik warga dan pemerintah daerah," tambahnya.

Hakim memutuskan bahwa gugatan ini tak memenuhi syarat. Karena tidak sah dan tak dapat diterima."Gugatan ini tidak sah dan tidak perlu dipertimbangkan lagi. Untuk biaya perkara akan dibayar oleh pengugat," tandasnya.

Kuasa hukum penggugat class action warga eks lokalisasi, Naen Suryono mengatakan pertimbangan majelis hakim tidak logis. "Pertimbangan hakim itu tidak sesuai dengan peraturan. Karena yang namanya gugatan yang diajukan di PTUN, gugatan itu harus ada jangka waktu. Di dalam UU PTUN pasal 90 menyebutkan undang-undang itu menerbitkan sejak saat diketahuinya oleh pejabat TUN. Dalam hal ini wali kota. Di situ harus dihitung 90 hari. Kalau dihitung 90 hari, jelas itu tidak mungkin," tegasnya.

Sumber: Detik News