1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

PM Israel Olmert Dituduh Bersalah dalam Perang Libanon

30 April 2007

Senin (30/04) hasil laporan penyelidikan Perang Libanon-Israel dipublikasikan.

https://p.dw.com/p/CIt0
PM Israel Salah Perhitungan dalam Perang Libanon
PM Israel Salah Perhitungan dalam Perang LibanonFoto: AP

Kesalahan besar, itulah yang harus ditanggung Perdana Menteri Israel. Dengan kalimat tersebut, Ketua Komisi Penyelidikan dan bekas hakim Elijahu Winograd menyalahkan Ehud Olmert dalam Perang Libanon. Lebih dari 200 wartawan membanjiri gedung konferensi di Yerusalem untuk mengikuti hasil laporan sementara pertanggungjawaban pemerintahan Ehud Olmert dalam lima hari pertama Perang Libanon. Perdana Menteri Olmert dinilai terburu-buru dan tidak memikirkan solusi alternatif dalam memerintahkan operasi militer musim panas lalu yang dilakukan Kepala Staf Militer Dan Hallutz. Dalam perang tersebut, Olmert menuntut kira-kira pembebasan dua serdadu Israel, Regev dan Goldwasser atau pengusiran milisi Hisbullah dari Libanon selatan, tanpa memperkirakan apakah tujuan itu dapat tercapai atau tidak.

Ketua Komisi Winograd melontarkan kritik tajam pada tindakan Olmert, Halutz, dan Menteri Pertahanan Perez yang tergesa-gesa, serta melemahkan militer Israel. Menurut Winograd, tindakan Olmert sebagai kepala pemerintahan untuk mempertahankan negara sudah benar, yaitu meminta persetujuan kabinet dan parlemen untuk memerangi kelompok Hisbullah, tapi:

„Kami menyatakan bahwa keputusan tersebut telah mengakibatkan kesalahan berat. Untuk itu kami meminta pertanggungjawaban utama kepada Perdana Menteri, Menteri Pertahanan, dan bekas Kepala Staf Militer. Ketiga orang tersebut telah melibatkan pikiran pribadi dan pengaruhnya dalam keputusan itu serta memutuskan sendiri pelaksanaannya.”

Setelah serangan milisi Hisbullah tanggal 12 Juli 2006, Perdana Menteri Israel dianggap bersikap pasif, terlibat dalam perang dan begitu saja mengandalkan perhitungan Kepala Staf Militer dan mengaburkan masalah yang penting. Laporan sementara Komisi Penyelidikan juga melemparkan kritik kepada Menteri Pertahanan Amir Perez. Perez adalah bekas ketua serikat buruh yang tidak memiliki latar belakang militer. Akibatnya, dia tidak cakap dalam memperhitungkan konsekuensi operasi militer yang diajukan angkatan bersenjata. Perez tidak melakukan konsultasi dengan staf ahli kementerian pertahanan, melainkan hanya bertukar pikiran dengan kelompok pensiunan militer.

Kritik paling tajam Komisi Penyelidikan Perang Libanon dilontarkan kepada Kepala Staf Militer Dan Halutz, yang telah mengundurkan diri dari jabatannya beberapa waktu lalu dan kini tinggal di Boston, Amerika Serikat. Halutz dinilai arogan, terburu-buru, mengeksploitasi Menteri Pertahanan Perez yang tidak berpengalaman dan perdana menteri dengan mengajukan satu-satunya rencana operasi militer rancangannya. Operasi tersebut mengandalkan serangan udara dengan target Libanon. Halutz melarang semua jenderal lain untuk mengajukan pendapatnya.

Perdana Menteri Ehud Olmert menerima laporan setebal 320 halaman tersebut satu jam sebelum dipublikasikan. Dia menyatakan akan mempelajari laporan itu dan menerapkan saran-sarannya. Dalam serah terima laporan, Olmert mengatakan:

„Saya tahu, akhir-akhir ini kalian mengalami masa sulit. Ini merupakan tugas yang berat dan sulit. Kami akan mempelajari materinya, menarik pelajaran, dan mengoreksi semua kesalahan dan memastikan di masa depan, kesalahan tersebut tidak lagi diulangi.“

Media Israel memberitakan Olmert telah mengembangkan taktik mempertahankan diri untuk meredam efek politis dan publik dari laporan Winograd. Senin malam kemarin waktu setempat, Olmert dijadwalkan bertemu dengan anggota Partai Kadima untuk meminta dukungan mereka. Perdana Menteri Israel Ehud Olmert tidak dengan mudah mengundurkan diri dan membiarkan bawahannya berspekulasi. Walau pun saat ini perhatian media masih tertuju pada laporan sementara komisi penyelidikan, Olmert masih yakin, perhatian sebagian warga Israel akan berkurang dalam beberapa hari ke depan. Lebih lanjut Partai Kadima dan partai-partai koalisinya mengetahui, dalam pemilihan baru yang dimajukan, pemimpin oposisi Benjamin Netanjahu bisa jadi akan memenangkan pemilihan.