1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pilpres: Antara Generasi Lama dan Baru

25 Mei 2014

Munculnya mantan jenderal sebagai kandidat presiden telah mengubah peta pertarungan politik di Indonesia. Pemilih dihadapkan pada dua pilihan, capres yang berasal dari generasi lama dan generasi baru.

https://p.dw.com/p/1C6cp
Foto: picture-alliance/dpa

Pemilihan presiden menjadi kompetisi antara generasi lama yang berkembang di bawah dekade pemerintahan otokrat dengan generasi baru yang mewakili demokrasi muda.

Prabowo Subianto, membangun karier militer di bawah pemerintahan mantan presiden Suharto. Ia kini memenangkan dukungan dari pemenang kedua pemilu legislatif, Partai Golkar. Berbaliknya dukungan partai beringin itu memberikan kejutan bagi Joko Widodo alias Jokowi, pesaingnya.

Pemungutan suara 9 Juli mendatang menjadi arena kompetisi dua kekuatan. Pemilih pun akan menghadapi pilihan yang jelas: Mengambil risiko dengan memilih pemimpin yang relatif belum teruji: Jokowi, atau pembawa bendera nasionalistik yang memiliki pengalaman bertahun-tahun di bidang militer, Prabowo.

Joko Widodo / Jokowi / Indonesien
Joko Widodo / JokowiFoto: Reuters

Faktor kepribadian

Dalam pemilihan presiden ini, para pengamat menilai faktor kepribadian lebih penting bagi pemilih ketimbang partai atau kebijakan kandidat.

Jokowi itu merupakan sosok pertama yang benar-benar asli, pasca-Soeharto," kata Paul Rowland, seorang pengamat politik di Jakarta. "Dia datang dari generasi yang berbeda dari politisi pada umumnya. Tapi ada peluang bagi politisi semacam dia, yang bisa dibilang berprofil lebih rendah namun beres dalam bekerja. Itulah yang sekarang dikejar Jokowi."

Sementara, di lain pihak: "Prabowo sedang mencoba untuk memainkan ketegasan dan ketangguhan, seperti kembali ke hari-hari Suharto dan (presiden pertama) Soekarno," tambah Rowland.

Indonesien Wahlen Parlamentswahlen Präsidentschaftskandidat Prabowo Subianto
Prabowo SubiantoFoto: Reuters

Peluang menyempit

Jokowi (52 tahun) telah menjadi idola media dalam negeri dan mendominasi jajak pendapat. Ia masih memimpin dengan poin sekitar 15 persen, meskipun peluangnya kini menyempit.

Bagi Prabowo (62 tahun), "kepemimpinan yang kuat" telah menjadi mantra kampanyenya, di mana ia berusaha membangkitkan nostalgi pada tokoh nasionalis presiden pertama, Soekarno, yang memerintah dari tahun 1945-1967.

Mantra yang dipakainya, juga mirip dengan gaya lama Suharto, yang mengawasi pertumbuhan ekonomi tetapi juga meningkatkan otoritarianisme-nya, terutama menjelang akhir pemerintahannya pada tahun 1998.

Prabowo, mantan menantu Suharto ini - naik pangkat dengan cepat di bidang militer hingga jatuhnya Suharto. Pada tahun 1998, Prabowo diberhentikan oleh dewan kehormatan militer, setelah dianggap salah menafsirkan perintah dalam penculikan aktivis anti-Soeharto. Ia pun dituding telah menghasut kerusuhan Mei 98. Namun dia menyangkal melakukan kesalahan dan tidak pernah didakwa.

Ex Diktator Suharto ist tot
Mantan presiden SuhartoFoto: AP

Amerika Serikat terseret dalam posisi ‘canggung.‘ Negara itu menolak visa Prabowo karena diduga terlibat dalam pelanggaran HAM. Namun pengamat percaya, ia akan diberikan visa jika menang dalam pemilu.

Favorit pasar

Di mata investor, Jokowi umumnya dipandang sebagai pilihan yang lebih baik. Pada bulan Maret lalu, bursa saham Jakarta melonjak sekitar 3 persen saat ia dinominasikan untuk menjadi capres presiden. Namun ketika Prabowo mencalonkan diri, pasar saham jatuh keesokan harinya hingga hampir 3 persen.

Kanupriya Kapoor and Jonathan Thatcher (rtr) /(ap/cp)