1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pidato Presiden Israel di Parlemen Jerman

27 Januari 2010

Dalam pidatonya di Bundestag yang menggerakan hati, Presiden Israel Shimon Peres menyebut 65 tahun pembebasan kamp konsentrasi Auschwitz sebagai tanda peringatan demi kesucian hidup ini.

https://p.dw.com/p/LiBQ
Presiden Israel Shimon Peres berpidato di parlemen Jerman Bundestag Rabu (27/1)Foto: AP

Parlemen Jerman Bundestag dan seluruh jajaran pemerintah mengenang korban Nazi. Dalam pidatonya di Bundestag yang menggerakan hati, Presiden Israel Shimon Peres menyebut 65 tahun pembebasan kamp konsentrasi Auschwitz sebagai tanda peringatan abadi demi kesucian hidup ini. Ketua parlemen Jerman Norbert Lammert menekankan hubungan khusus yang dibina oleh Jerman dan Israel. Lammert mengatakan, bahwa hubungan mereka tidak normal dan tidak akan normal, karena akan dibayangi terus oleh pengalaman buruk di masa lalu.

Peres menuturkan, kebencian Nazi terhadap kaum Yahudi tidak didasari antisemitisme semata. Di mata pengikut Nazi kaum Yahudi merupakan ancaman moral. Karena menyangkal ajaran setiap manusia merupakan hamba Tuhan. Demikian papar pemenang hadiah perdamaian Nobel itu.

Dalam pidatonya yang diawali dengan doa bagi orang yang telah meninggal, Shimon Peres berusia 86 tahun menceritakan tentang kakeknya dari Polandia yang dibakar hingga mati oleh Nazi di sebuah sinagoga di Belarusia. Waktu itu Shimon Peres baru berusia 11 tahun. Ia berhasil diselamatkan ke Palestina. Saat ia berpisah kakeknya sempat mengatakan, Shimon, tetaplah jadi orang Yahudi.

"Para hadirin yang saya hormati, dalam tradisi tua Yahudi terdapat sebuah doa dalam bahasa Aramei yang mendoakan orang-orang mati. Untuk ayah, ibu, anak putra, anak putri, adik dan kakak. Doa tua ini tidak sempat dibacakan oleh ibu-ibu yang direnggut bayinya maupun ayah yang terkejut dan melemparkan pandangan terakhirnya kepada anak-anaknya sebelum dimasukkan ke dalam ruangan gas. Dan anak-anak yang tidak sempat mendengar doa itu. Yang nampak hanya asap yang membumbung ke langit dari tempat pembakaran mayat."

Presiden Peres mendesak pemerintah Jerman untuk mengadili penjahat Nazi yang masih hidup, agar mendapat hukuman yang pantas. Ia juga menyinggung ancaman terbaru terhadap Israel. Namun ia yakin, bahwa Jerman akan melakukan segalanya, sehingga negara Yahudi tidak sendirian jika mendapat ancaman.

Ketua parlemen Jerman Lammert mengatakan, bahwa Jerman ikut bertanggungjawab untuk Israel. Kemudian ia melanjutkan, ada hal yang bisa dirundingkan, kecuali hak eksistensi Israel . Dan dengan berkurangnya saksi Perang Dunia II semakin penting kesadaran akan tanggung-jawab khusus Jerman, dan diingatkan untuk tidak melupakannya.

Sejarawan dan korban Holocaust asal Polandia yang selamat dari kekejaman Nazi, Feliks Tych, mengangkat tema antisemitisme yang ternyata masih eksis setelah perang. Ia khawatir akan kenyataan bahwa norma-norma bangsa tertentu disangkal. Ketika perang Tych berhasil melarikan diri ke Warsawa dengan menggunakan surat-surat palsu. Tych berusia 80 tahun mengenang warga Yahudi yang selamat dari Holocaust, namun menjadi korban kerusuhan antara golongan agama di Polandia, Hongaria dan Slovakia. Ia menuturkan, bahwa Holocaust membuat manusia diatur oleh instink terendah.

AN/AR/efpd/ph