1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
EkonomiJerman

Perusahaan Jerman di Cina: Antara Optimisme dan Pragmatisme

Thomas Kohlmann
30 Januari 2024

Sebagian besar perusahaan Jerman memperkirakan perekonomian Cina akan melemah. Tetapi mereka tetap akan mempertahankan bisnis di sana, kata hasil survei terkini Kamar Dagang Jerman di Cina.

https://p.dw.com/p/4bpvq
Pemandangan di tepian sungai di Shanghai
Pemandangan di tepian sungai di ShanghaiFoto: Hector Retamal/AFP/Getty Images

"Cina masih menjadi lokasi yang menarik, meski tidak lagi semudah dulu. Meski demikian, tetap layak berada di sini,” kata Ulf Reinhardt, Direktur Kamar Dagang Jerman di Cina, kepada DW.

Sekalipun tetap optimistik, dia mengakui menghadapi banyak permasalahan belakangan ini: meningkatnya persaingan dengan perusahaan Cina, akses pasar yang tidak setara, melemahnya perekonomian dan ketegangan geopolitik. Semua itu mempengaruhi kinerja perusahaan Jerman dan perusahaan asing lainnya di Republik Rakyat Tiongkok. "Tahun lalu merupakan ujian nyata bagi perusahaan-perusahaan Jerman di Cina,” katanya.

Sejak tahun 2007, Kamar Dagang Jerman di Cina melakukan survei secara rutin pada perusahaan-perusahaan Jerman di sana mengenai ekspektasi bisnis mereka. Tahun 2023, ada 566 perusahaan anggota Kamar Dagang yang ikut ambil bagian dalam survei yang dilaksanakan antara tanggal 5 September sampai 6 Oktober 2023. Survei ini dianggap sebagai studi paling representatif mengenai suasana bisnis Jerman di Cina.

China: Economic friend or foe?

Hambatan utama: aturan hukum yang tidak transparan

Saat ini, 91 persen perusahaan Jerman di Cina mengatakan akan tetap beroperasi di sana, meskipun 83 persen perusahaan percaya bahwa perekonomian Cina berada dalam tren menurun. Gambaran keseluruhan perekonomian Cina memang melemah, tetapi para pebisnis Jerman menilai, masih banyak keuntungan yang dapat dihasilkan.

79 persen pelaku bisnis Jerman mengharapkan akan ada pertumbuhan berkelanjutan di sektor industri Cina dalam lima tahun ke depan. 54 persen perusahaan mengatakan berencana untuk terus berinvestasi.

Hambatan utama bagi perusahaan-perusahaan Jerman adalah peraturan hukum bagi bisnis asing, yang sering diperbarui tanpa pemberitahuan lebih dulu. "Kerangka hukum di Cina melemahkan daya saing perusahaan-perusahaan Jerman, yang sebenarnya bertekad mendapatkan keuntungan dari kekuatan inovatif di sini,” kata Uwe Reinhardt. Misalnya saja undang-undang anti-spionase Cina yang kontroversial.

"Perusahaan tidak menyukai ketidakpastian, apa pun itu. Salah satu tantangan yang kita hadapi adalah undang-undang dan peraturan yang dikeluarkan di Cina sering kali sangat kabur. Terlalu banyak ruang untuk interpretasi, sehingga menyulitkan pengambilan keputusan," jelas Uwe Reinhardt kepada DW.

Perusahaan otomotif Cina BYD
Perusahaan otomotif Cina yang mulai merambah ke pasar global, BYDFoto: Matthias Balk/dpa/picture alliance

Pesaing dari Cina makin potensial

Hasil survei saat ini juga mencerminkan fakta bahwa tekanan persaingan telah meningkat secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Lima persen dari perusahaan yang disurvei melihat perusahaan Cina sebagai pesaing utama mereka dalam inovasi industri di sektornya. 46 persen perusahaan memperkirakan hal ini akan terjadi di bidang bisnis mereka dalam lima tahun ke depan.

Di industri otomotif, 11 persen perusahaan sudah melihat pesaing mereka dari Cina sebagai pemimpin inovasi. Lebih dari separuh peserta survei memperkirakan hal ini akan terjadi dalam lima tahun ke depan.

Mengingat meningkatnya persaingan, Kamar Dagang Jerman di Cina menyerukan kepada pimpinan politik di Cina agar menciptakan persaingan yang setara bagi semua. "Sebagian besar perusahaan tidak punya alasan untuk khawatir terhadap persaingan,” kata Uwer Reinhardt. Tapi kondisi persaingan yang adil akan meningkatkan kinerja dan inovasi di semua sektor.

"Pemerintah (Cina) memang telah mengambil banyak langkah untuk membantu menyetarakan kedudukan. Kami melihat beberapa kemajuan, dan akan terus mendorong pihak berwenang Cina untuk berbuat lebih banyak.”

Selain dampak ekonomi dari pandemi COVID-19 dan krisis aktual di sektor real estate Cina, ada juga risiko geopolitik. "Dalam jangka pendek ada risiko deflasi, selain itu kita sedang menghadapi krisis di Laut Merah,” kata Uwe Reinhardt. Namun perusahaan-perusahaan anggota Kamar Dagang Jerman tetap percaya akan ada pertumbuhan yang lebih besar dalam jangka menengah. Tiga hingga lima tahun ke depan akan ada masa yang lebih baik, kata Uwe Reimhardt, "dan kita akan kembali ke pola pertumbuhan normal seperti yang kita lihat sebelumnya.”

(hp/yf)