1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
SosialIndonesia

Riset: Kuntilanak, Legenda dari Rasa Ketakutan

4 Maret 2023

Timo Duile, seorang pengamat politik dan juga seorang antropolog di Jerman, meneliti tentang mitos kuntilanak di Pontianak, Kalimantan Barat. Apa hubungan kuntilanak dengan Kota Khatulistiwa itu?

https://p.dw.com/p/4LUgG
Gambar ilustrasi hantu
Gambar ilustrasi ilustrasi hantu perempuanFoto: picture-alliance/dpa

Mulanya, pengamat politik dan juga seorang antropolog Jerman Timo Duile meneliti soal animisme di Kalimantan Barat. Ia meriset budaya Dayak, dan bagaimana perspektif komunitas Dayak terhadap alam mereka. Namun, karena saat meneliti Timo sempat tinggal di Pontianak, ia juga memperhatikan bagaimana mitos kuntilanak menjadi ikon di kota itu.

Menurut Timo, mitos kuntilanak itu sangat penting dalam pendirian Kota Pontianak. Ia menceritakan, sebelum ada Kota Pontianak berdiri, di area itu ada Sungai Kapuas dan Sungai Landak yang menjadikan wilayah itu sangat penting, karena menjadi salah satu pusat perdagangan yang melewati sungai-sungai besar di Kalimantan.

Legenda dari rasa ketakutan

"Daerah ini ada banyak bajak laut, dan juga ada sultan yang datang dengan rombongannya yang ingin mendirikan kota di sana, supaya perdagangan lebih aman. Namun orang-orang yang menemani sultan sangat takut, mereka tidak mau berlabuh, karena pada malam hari mereka selalu mendengar suara yang terdengar kejam dari kuntilanak. Mereka berpikir suara itu datang dari hantu yang tinggal di pohon-pohon besar. Karena mereka berpikir hantu itu sebagai ancaman, Sang Sultan kemudian mengusir kuntilanak dengan meriam dan memotong seluruh pohon tinggi untuk dijadikan bahan untuk membangun keraton dan masjid. Lalu, Kota Pontianak dibangun di sekitar sana,” demikian legenda yang diceriatakan ulang Timo Duile.

Priayang mengajar di Universitas Bonn, Jerman ini sendiri tidak percaya dengan eksistensi hantu, "Namun sebagai antropolog saya harus mengakui bahwa legenda itu ada dan  penting bagi masyarakat yang saya teliti. Saya juga sangat tertarik dengan bagaimana gagasan tentang animisme berubah,  bagaimana masuknya Islam, namun animisme tidak hilang. Hanya saja kuntilanak dipikirkan dengan cara pandang yang baru," ujar Timo Duile lebih lanjut. Perubahan sosial terkait hal itu yang menurut Timo Duile merupakan hal yang sangat menarik baginya.

"Misalnya konsep bahwa ada ‘penunggu‘, bahwa ada roh atau makhluk halus yang tinggal misalnya di pohon, di batu besar, di sumber air, sering sekali ada kisah semacam itu di Kalimantan dan juga di tempat lain. Dalam paham animisme, biasanya orang di suatu tempat ‘bisa punya hubungan dengan roh itu', secara ritual, atau bisa berkomunikasi melalui mimpi," demikian dijelaskan Timo. 

Timo Duile, pengajar di Universitas Bonn
Pengamat politik dan juga seorang antropolog Jerman Timo DuileFoto: Privat

Jadi bagian dari masyarakat lalu terusir

Makhluk halus itu menurut Timo dianggap sebagai manusia yang tidak bisa dilihat. Tapi, selama masyarakat memiliki hubungan baik saat ritual dengan makhluk halus, dan mereka punya hubungan baik dengan makhluk halus, maka makhluk halus tersebut bisa dianggap sebagai orang yang membantu untuk melawan penyakit pada tumbuhan-tumbuhan misalnya, papar Timo Duile lebih lanjut. "Maksud saya, dalam animisme hubungan dengan makhluk halus sangat kompleks, pada dasarnya mereka dilihat sebagai entitas sosial yang punya masyarakat dalam dunia makhluk halus dan punya hubungan dengan masyarakat manusia, itu sebuah masyarakat besar. Tapi dalam mitos kuntilanak, makhluk halus itu diusir oleh masyarakat manusia, sehingga ada perubahan hubungan atau perubahan sosial,” tambahnya.

"Hubungannya jadi berubah. Sangat berubah. Sebenarnya manusia juga mendapatkan kebebasan, selama kuntilanak jauh, manusia tidak takut lagi bahwa penunggu atau hantu itu mengganggu. Di sisi lain, hal itu juga membuat kuntilanak dipanjadang jadi hantu yang kejam, berbahaya, yang harus ditakuti manusia di wilayah yang sungguh dianggap "berada”, dan belajar untuk takut dengan hantu. Karena hantu itu sekarang jadi hantu yang tidak bisa dikontrol lagi dengan ritual atau ahli. Jadi hantu itu harus diusir. Dia bukan lagi dianggap bagian dari masyarakat," papar Timo Duile.

Bagi Syahraini, warga Pontianak, ia hanya menganggap kuntilanak hanyalah mitos semata. Tapi ia mengakui kisah kuntilanak itu melekat di kotanya. Wartawan Pontianak Post ini juga sangat kenal dengan cerita rakyat bagaimana asal usul pendiri Pontianak dulu sering diganggu kuntilanak dalam perjalanannya. "Sampai saat ini belum ada penampakan yang pernah aku lihat. Mungkin indera keenamku tidak tajam. Jadi bersyukur sekali saya tak pernah lihat," ujar Syahraini."Saya lebih takut pada manusia jahat," tambahnya.

Bukan hanya di Pontianak

Menurut Timo Duile, sebenarnya bisa dikatakan bahwa kuntilanak itu bagian dari masyarakat, "Bahkan bagian dari kita semua, dari kita sendiri yang kita usir. Bukan menjadi bebas, tapi juga mendatangkan rasa ketakutan. Tidak hanya di Pontianak, tapi di seluruh Indonesia, ada banyak kisah-kisah kuntilanak,” tambahnya.

Di Malaysia, hantu yang dimaksud disebut dengan kata Pontianak. "Padahal orang Malaysia juga mengira itu memang hantu asli mereka. Konsep hantu itu, ada di wilayah Melayu, di Kalimantan, di Sumatera, di Malaysia dan itu dianggap hantu yang kejam, berbahaya, bagi perempuan yang hamil atau yang baru melahirkan,” ungkap Timo. "Namun, banyak orang berpikir jika selama mereka jadi muslim yang baik, kedua ada suara azan, ada lampu, maka kuntilanak akan menjauh. Karena kuntilanak itu dilihat sebagai lawan modernitas. Dia sesuatu yang bisa dilawan dengan agama, dengan listrik, dengan semua hal yang modern. Dan tempatnya sekarang di pedalaman," pungkas Timo Duile.