1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

PBB: Perubahan Iklim Sebabkan Lebih Banyak Bencana Cuaca

13 Oktober 2020

Laporan terbaru PBB menyebutkan, bencana gelombang panas, kebakaran hutan, angin topan dan banjir akan makin sering terjadi akibat perubahan iklim. Makin banyak bantuan kemanusiaan akan dibutuhkan.

https://p.dw.com/p/3jqR2
Kebakaran hutan di Australia, Januari 2020
Kebakaran hutan di Australia, Januari 2020Foto: Getty Images/S. Mooy

Jangan tanya "bagaimana nanti cuacanya, tetapi bagaimana dampak cuacanya ", itulah pesan inti dalam laporan terbaru PBB, yang disusun lebih dari selusin badan PBB dan lembaga-lembaga yang berkaitan dengan risiko bencana. Kondisi cuaca di masa depan akan semakin merusak.

Laporan yang dirilis Selasa (13/10) di Jenewa itu menyebutkan, makin banyak bencana cuaca akan terjadi pada tahun-tahun mendatang karena perubahan iklim. Makin banyak orang yang akan membutuhkan bantuan kemanusiaan akibat bencana alam.

Tahun 2018, bencana badai, banjir, kekeringan, dan kebakaran hutan telah mendorong 108 juta orang untuk mencari bantuan kemanusiaan internasional. Sampai tahun 2030, diperkirakan jumlah manusia yang akan tergantung dari bantuan internasional bisa meningkat 50 persen.

Selama 50 tahun terakhir, dunia telah menyaksikan lebih dari 11.000 bencana terkait cuaca yang telah menyebabkan sekitar dua juta kematian dan kerugian ekonomi global senilai USD 3,6 triliun.

Khusus dalam beberapa dekade terakhir, perubahan iklim telah meningkatkan frekuensi, intensitas dan tingkat keparahan bencana cuaca, kata laporan itu, yang penyusunannya dikoordinasikan oleh Organisasi Meteorologi Dunia, WMO.

Banjir di Afghanistan
PBB: Bencana banjir akan makin sering terjadi setiap tahun karena perubahan iklimFoto: Reuters/M. P. Hossain

Sistem peringatan dini penting hadapi bencana cuaca

Sistem peringatan dini terbukti sangat penting untuk mengurangi risiko bencana semacam itu, kata laporan PBB dan menyoroti bagaimana sistem pringatan dini telah membantu secara dramatis menurunkan angka kematian terkait bencana di tempat-tempat rawan bencana seperti Bangladesh.

"Sistem peringatan dini merupakan prasyarat untuk pengurangan risiko bencana yang efektif dan adaptasi terhadap perubahan iklim," kata Direktur WMO, Petteri Taalas, dalam sebuah pernyataan. "Bersiap dan mampu bereaksi pada waktu yang tepat, di tempat yang tepat, dapat menyelamatkan banyak nyawa dan melindungi mata pencaharian masyarakat di mana pun," katanya.

Laporan itu mendesak negara-negara untuk tidak sekadar meramalkan peristiwa cuaca, melainkan berinvestasi dalam apa yang disebut "prakiraan berbasis dampak" - sebuah sistem yang bertujuan untuk memicu tindakan dini secara lebih efektif berdasarkan peringatan. Sistem semacam itu berusaha untuk lebih memahami dan mengantisipasi kemungkinan dampak cuaca buruk pada manusia dan ekonomi.

Sejauh ini, kurang dari 40 persen dari 138 negara anggota WMO yang telah memiliki sistem seperti itu, kata laporan tersebut. "Artinya secara global rata-rata satu dari tiga orang masih belum tercakup oleh sistem peringatan dini."

Kesenjangan kaya-miskin dan sistem yang tidak tepat

Kesenjangan terbesar ditemukan di negara-negara miskin, khususnya di Afrika. Dan meskipun kemajuan teknologi sangat pesat dalam beberapa tahun terakhir, sistem peringatan yang diadopsi di banyak negara berkembang tidak sesuai dengan kebutuhan mereka.

Di seluruh Afrika, misalnya, hanya 44 persen penduduk memiliki akses ke peringatan dini. "Peningkatan bencana terkait iklim menunjukkan bahwa peningkatan investasi adaptasi di semua bidang diperlukan," terutama di Afrika, kata laporan itu.

Laporan PBB juga memberikan lebih dari selusin contoh negara dan kawasan yang telah memperoleh manfaat besar dari sistem peringatan dini. Di Bangladesh misalnya, di mana bencana seperti banjir dan topan telah menewaskan sekitar 520.000 orang dalam 40 tahun terakhir, sistem peringatan dini telah membantu memangkas jumlah korban tewas dalam bencana baru-baru ini sampai seperseratus dibanding angka beberapa dekade lalu.

Di Eropa, sistem peringatan dini kebakaran hutan yang memakan biaya hampir 2 juta euro, telah memungkinkan benua itu menghindari kerugian antara 255 juta sampai 375 juta euro per tahun. Sedangkan Australia, yang telah menerapkan sistem peringatan untuk gelombang panas, yang dilihat PBB sebagai tantangan terkait iklim terbesar yang dihadapi dunia dalam beberapa dekade mendatang, telah berhasil secara dramatis mengurangi jumlah kematian yang disebabkan bencana gelombang panas, kata laporan PBB.

hp/as   (afp, rtr, ap)