1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pertemuan Puncak OPEC Berakhir

18 November 2007

Pertemuan puncak negara-negara pengekspor minyak bumi OPEC di ibukota Arab Saudi, Riyadh berakhir Minggu (18/11) malam.

https://p.dw.com/p/CIoq
Raja Arab Saudi
Raja Arab SaudiFoto: AP

Dengan motto Penjualan minyak, pembagian kekayaan dan perlindungan iklim, Arab Saudi bermaksud menjadikan pertemuan puncak ini untuk menunjukkan partisipasi sosial dan politik lingkungan OPEC. Tapi anggotanya, terutama Venezuela dan Iran, yang dikenal sebagai penentang terbesar Arab Saudi menggagalkan usulan tuan rumah.

Paling tidak dalam masalah sengketa atom dengan Iran terdapat pergerakan. Menurut keterangan kantor berita Dow Jones, Presiden Iran Mahmud Ahmadinejad menerima secara positif tawaran dewan kerjasaman negara Teluk. Yang mengusulkan agar sebuah konsorsium independen mengadakan pengayaan uranium di negara yang netral, untuk kemudian mengirimkannya ke instalasi nuklir di Iran atau negara lainnya di kawasan tersebut.

Namun gagasan perlindungan iklim Arab Saudi tidak mendapat dukungan. Yang mengusulkan dibentuknya suatu badan dana, dimana produsen serta konsumen minyak bumi bersama-sama mengembangkan teknologi, guna mengurangi pelepasan gas CO 2 di dunia. Dimana Arab Saudi telah menyiapkan dana 300 juta dollar. Tapi dalam pernyataan di akhir pertemuan puncak hanya disebutkan: OPEC turut merasakan kecemasan masyarakat internasional dalam masalah iklim dan memandang pemanasan bumi sebagai tantangan jangka panjang. Dalam pernyataan akhir juga disebutkan harga minyak bumi saat ini dinilai pantas dan pasokan untuk pasar dunia mencukupi. Tentang kemungkinan ditambahnya pasokan minyak dunia, para menteri perminyakan OPEC akan membahasnya awal Desember mendatang di Abu Dhabi.

Terus menanjaknya harga minyak bumi dan melemahnya nilai tukar dollar, juga membayangi pertemuan puncak OPEC. Presiden Venezuela Hugo Chavéz menyerukan agar OPEC berperan lebih kuat

“Kami mengamati situasi di Irak, kami adalah saksi ancaman terus-menerus terhadap Irak. Saya pikir, OPEC harus lebih kuat dan meminta penghormatan terhadap kedaulatan negara-negara kami, jika negara-negara industri tetap menginginkan jaminan seterusnya bagi pengadaan minyak bumi.”

Sementara Iran mengusulkan adanya paragraf dalam pernyataan akhir tentang merosotnya nilai dollar. Jika orang juga mempertimbangkan inflasi kurs dollar, maka harga minyak mentah terlalu murah. Demikian menurut kalkulasi Iran. Presiden Ekuador Correa, yang setelah 15 tahun keluar dari OPEC dan dalam konferensi di Riyadh diterima kembali sebagai anggota menambahkan, bahwa OPEC harus menjual minyaknya dalam suatu mata uang yang kuat. Juga negara-negara anggota lainnya mempertimbangkan untuk beralih ke mata uang Euro akibat lemahnya nilai tukar dollar.

Sementara Arab Saudi, sebagai mitra Amerika Serikat di Timur Tengah mencegah hal itu. Alasannya, nilai tukar dollar adalah tema yang menyangkut masalah negara anggota secara individu, namun OPEC bukan organisasi politik. Argumen yang sama ditujukan Raja Abdallah kepada Presiden Venezuela Hugo Chavéz yang dalam pidato pembukaan melontarkan kata-kata tajam terhadap Amerika Serikat. Dikatakan Chavéz, jika Amerika Serikat sudah begitu gilanya menyerang Iran atau melakukan agresi terhadap Venezuela, maka harga minyak tidak lagi 100 dollar tapi naik menjadi 200 dollar. Alasan setiap agresi pada dasarnya selalu karena minyak. Demikian Chavéz. Raja Arab Saudi Abdallah membantah pernyataan Presiden Venezuela itu dengan mengatakan: OPEC selau bertindak moderat dan bijaksana, dan ini akan pula dilakukan di masa depan.