1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Gencatan Senjata di Aleppo Gagal

14 Desember 2016

Pertempuran berlanjut di Aleppo walau gencatan senjata sudah disepakati Selasa malam. Pihak yang bertikai saling menuduh melanggar. Sementara itu evakuasi pemberontak Suriah dan warga sipil dari Aleppo tertunda.

https://p.dw.com/p/2UFC3
Syrien Krieg - Szene aus Aleppo, Rebellen & Zivilisten
Foto: Reuters/A. Ismail

Pertempuran di sekitar bagian timur Aleppo kembali berkobar. Militer Suriah dilaporkan memulai lagi gempuran ke kubu pemberontak, walau Selasa malam sudah disepakti gencatan senjata untuk memberi kesempatan kepada para "jihadis" dan keluarganya mengungsi dari Aleppo. Menteri luar negeri Rusia, Sergey Lavrov menuding pihak "pemberontak" melanggar kesepakatan gencatan senjata sementara yang telah disepakati.

Organisasi pemantau masalah hak asasi di Suriah, Syrian Observatory for Human Rights, melaporkan, sebenarnya evakuasi sudah harus dimulai pukul tiga Rabu pagi, tapi tertunda. Disebutkan, penyebab penundaan adalah ketidaksesuaian pendapat antara Rusia dan pemerintah Suriah.

Gencatan senjata sementara

Sebuah sumber menyebutkan, dalam kesepakatan awal antara pemerintah Rusia dengan pemerintah Turki, disetujui evakuasi 2.000 pasukan pemberontak dan keluarganya dari Aleppo. Dalam perundingan Rusia jadi wakil pemerintah Suriah, dan pemerintah Turki, jadi perwakilan kaum pemberontak. Untuk itu disediakan lebih dari 30 bis untuk evakuasi kaum pemberontak yang didukung Turki ini. Tapi hari Rabu pagi, jumlah yang dituntut kaum pemberontak untuk dievakuasi menjadi 10,000 orang.

Akibatnya seluruh bis yang disiapkan tetap diparkir di balik garis demarkasi kawasan yang drebut kembali militer pemerintah Suriah. Skenario dari kesepakatan evakuasi itu, pemberontak dan keluarga mereka haurs mulai meninggalkan wilayah itu Rabu pagi. Pada saat bersamaan pasukan Suriah yang setia kepada presiden terus maju dan mengambil alih kekuasaan.

Yasser al-Youssef dari kelompok pemberontak Nurredin al Zinki menyatakan dalam wawancara dengan kantor berita AFP, "Sudah ada kesepakatan bahwa tahap pertama adalah evakuasi warga sipil dan semua orang yang cedera, selama beberapa jam. Setelah itu, pemberontak akan meninggalkan wilayah itu dengan senjata ringan."

Seorang pimpinan sebuahkelompok pemberontak mengatakan kepada Reuters, sekitar 50.000 warga sipil sudah menunggu untuk diungsikan. Lebih banyak lagi orang diperkirakan akan dipindahkan ke povinsi Idlib yang jadi salah satu kubu utama kaum pemberontak.

Simbol kemenangan Assad

Penarikan diri pemberontak dari wilayah timur Aleppo yang mereka kuasai, sejauh ini merupakan kemenangan terbesar Presiden Bashar al Assad dan sekutu Rusia dalam perang yang sudah berlangsung lebih dari lima tahun. Militer Suriah juga menyatakan tidak mengakui evakuasi warga sipil sebagai bagian kesepakatan. Tetapi Turki dan sejumlah kelompok pemberontak bersikeras menuntut evakuasi warga sipil.

Dewan Keamanan PBB menggelar sidang istimewa menyangkut krisis di Aleppo, Selasa malam waktu New York. Duta Besar Rusia untuk PBB, Vitaly Churkin mengatakan dalam sidang istimewa itu, "Dalam sejam terakhir kami sudah mendapat informasi bahwa aktivitas militer di Aleppo sudah berhenti. Pemerintah Suriah sudah mengambil alih kekuasaan di Aleppo timur."

Syrien Aleppo die Busse warten immer noch in der Nähe des Stadiums
Bis Yang Disediakan untuk EvakuasiFoto: Reuters/O. Sanadiki

Sementara Churkin menekankan, warga sipil tidak perlu meninggalkan Aleppo, setelah pemerintah Suriah mengambil alih kekuasaan. Tetapi badan HAM PBB menyatakan mendapat laporan bahwa tentara pemerintah membunuh sedikitnya 82 warga sipil, termasuk 11 perempuan dan 13 anak di bagian Aleppo yang diambilalih dari pemberontak.

PBB dan AS bela pemberontak

Utusan PBB untuk Suriah, Staffan de Mistura, menyatakan khawatir bahwa setelah kesepakatan perdamaian itu, Idlib yang jadi kubu kaum pemberontak anti Assad yang didukung Barat, akan jadi sasaran berikutnya militer Suriah. Tahun 2015 silam Idlib dikuasai pemberontak pro Barat, yang juga menjalin kerjasama dengan sejumlah kelompok pemberontak yang berafiliasai dengan Al Qaida, seperti misalnya Front al Nusra. Sementara juru bicara badan HAM PBB, Rupert Colville menyebutkan, pihaknya mendapat laporan bahwa tentara pemerintah memasuki rumah warga sipil dan membunuh semua orang di dalam rumah itu.

Syrien Demonstration in Idlib
Foto: Getty ImagesAFP/O. H. Kadour

Duta Besar AS bagi PBB, Samantha Power, mengatakan di depan sidang Dewan Keamanan PBB, pemerintah Suriah dan sekutunya, yaitu Rusia dan Iran, bertanggungjawab atas penaklukan dan pembantaian di Aleppo. "Apakah kalian tidak mampu merasa malu?" demikian Power. Seruannya disambut sinis oleh Churkin yang mengatakan, Power berbicara seperti "Mother Teresa."

Duta Besar Suriah untuk PBB, Bashar al Ja'afari juga menyangkal laporan adanya eksekusi masal dan serangan balasan dari militer Suriah. Tapi ia juga menekankan, bahwa pemerintah punya hak berdasarkan konstitusi, untuk menindak kelompok pemberontak, yang disebutnya "teroris". Ia mengatakan, "Aleppo sudah dibebaskan dari teroris dan mereka yang berpaham terorisme."

Sementara itu Turki menyatakan akan mendirikan "kota tenda" bagi sekitar 80.000 warga Aleppo, tapi tidak mengatakan apakah itu akan didirikan di Turki atau di wilayah Suriah.

ml/as (afp, rtr, dpa)