1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Perlukah Jokowi Menggaet Menteri dari Kaum Milenial?

Rizki Akbar Putra
8 Juli 2019

Seberapa penting kehadiran kaum muda dalam kabinet pemerintahan Jokowi di periode keduanya memimpin Indonesia nanti? Simak wawancara DW Indonesia dengan pengamat politik, Ujang Komarudin.

https://p.dw.com/p/3LjXr
Indonesien: Präsident Joko Widodo trifft Sängerin Agnes Monica
Foto: L. Rachev

Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, diketahui tengah mencari calon menteri untuk mengisi jabatan Kabinet Indonesia Kerja Jilid II. Dalam salah satu kesempatan, Jokowi pernah mengutarakan ia mencari calon menteri dari kalangan muda dengan rentang usia 25 hingga 30 tahun.

Ia menilai banyak dari kaum muda Indonesia yang memiliki integritas dan kapabilitas yang mumpuni, serta mampu mengikuti perubahan zaman. Lantas, seberapa penting kehadiran kaum muda dalam tubuh pemerintahan Jokowi di periode keduanya memimpin Indonesia nanti? Simak wawancara DW Indonesia dengan pengamat politik, Ujang Komarudin.

DW : Menurut Anda perlukah kehadiran kaum milenial dalam jajaran kabinet pemerintahan Jokowi yang baru?

Ujang Komarudin: Jawaban saya perlu. Kenapa? Dalam konstruksi masyarakat kita hari ini atau dalam konstruksi pemilih kita hari ini, hampir 50 persen adalah milenial. Artinya ada magnet politik bagi kaum milenial, jadi contoh teladan bahwa kaum milenial juga mampu bekerja di kabinet. Cuma catatan saya adalah cari yang muda berprestasi, yang progresif, yang mampu bekerja untuk bangsa dan negara. Jangan sampai anak muda tapi tidak berprestasi. Ukurannya sangat jelas, standarnya sangat jelas, ada kualifikasinya.

Indonesien Ujang Komarudin
Dr. Ujang Komarudin, pengamat politik dari Universitas Al Azhar IndonesiaFoto: privat

Seberapa pentingkah kehadiran mereka dan dampak apa yang mungkin akan ditimbulkan?

Ada dampak psikologis ketika kaum tua belum menerima kepemimpinan kaum muda. Itu terjadi dimana-mana. Bukan hanya dalam konteks Indonesia dan bukan hanya dalam konteks bernegara, misal di kantor-kantor, di sekolah-sekolah, di kampus-kampus. Biasanya kaum muda sulit diterima oleh kaum tua. Namun melihat dari perkembangan zaman yang ada, misal di Malaysia, Uni Emirat Arab, Austria itu ada juga menteri muda yang berprestasi dan memang layak. Jangan sampai mencari yang muda tapi tidak layak, bisa jadi masalah. Ini sebenarnya yang akan ditolak kaum tua. Jadi ya kasihlah kesempatan untuk kaum muda yang berprestasi yang bisa menjadi contoh bagi kaum milenial lain.

Apa saja kelebihan dan kekurangan dari kaum milenial ini?

Satu minim pengalaman, pengalaman dalam pemerintahan belum punya. Yang kedua, belum tentu cocok dengan birokrasi. Katakanlah milenial ketika dipilih menjadi menteri kemudian memimpin kementerian kan banyak birokrasi. Birokrasi ini kaum tua banyaknya, mereka senior, ada sekjen, ada dirjen, banyak pejabat karir yang hidupnya dihabiskan di situ. Belum tentu mereka menerima kepemimpinan menteri muda ini. Jika tidak bisa memimpin, ini yang menimbulkan persoalan. Yang ketiga, kaum tua belum rida untuk menerima kaum muda sebagai pemimpin baru di Indonesia. Itu wajar-wajar saja dalam dunia politik.

Di kementerian mana yang menurut Anda kaum milenial cocok untuk menjabat posisi menteri?

Saya minta yang dari profesional, kalau bisa jangan dari parpol. Nanti kalau parpol conflict of interestnya tinggi. Walaupun memang orang mengatakan di parpol itu banyak profesional, tapi itu jadi persoalan, misalnya parpol mengajukan anaknya ketua umum. Saya maunya dari kaum profesional, yang berprestasi, yang mampu memimpin kementerian. Di bidang apa saja, bisa di Menpora, di Menkominfo. Karena itu menjadi penting dua kementerian ini dipimpin orang muda. Sekarang zamannya teknologi informasi, zamannya anak muda. Unicorn hari ini lahir dari tangan-tangan anak muda Indonesia.

Jika berandai-andai, menurut Anda siapa sosok yang tepat untuk mengisi jabatan tersebut?

Kalau saya boleh kasih masukan, dari kaum profesional misalkan Nadiem Makarim. Itu sudah berprestasi, mengharumkan nama bangsa, dan juga memberikan manfaat bagi banyak orang. Bagi saya sah-sah saja jika menyebut nama dia. Lalu pemilik bukalapak, Achmad Zaky, bagi saya bagus-bagus saja. Ia juga berprestasi, mengharumkan nama bangsa, dan juga memberikan manfaat bagi banyak orang. Dan bisnisnya juga bagus di Indonesia bahkan dunia.

Beberapa parpol pengusung Jokowi-Ma'ruf diketahui ada yang blak-blakan meminta jatah menteri dan sudah merekomendasikan nama-nama kaum mudanya kepada Jokowi, tanggapan Anda terkait hal ini?

Namanya juga permintaan, dalam dunia politik boleh-boleh saja. Tapi ingat, dalam sistem presidensial, presiden terpilih memiliki hak prerogatif. Artinya bisa menolak atau bisa menerima. Menurut saya presiden harus mempertimbangkan secara matang kriteria-kriteria yang baik dan itu tidak bisa asal comot dari nama-nama yang sudah disodorkan. Harus melalui saringan yang ketat dengan indikasi dan parameter yang sudah saya sebutkan sehingga ketika ada kaum milenial di kabinet nanti dapat mewakili aspirasi anak muda, yang berprestasi, yang membanggakan bangsa ini.

Harapan Anda jikalau nanti ada kaum milenial yang berhasil masuk ke dalam jajaran kabinet?

Menurut saya dalam perkembangannya harus dibuktikan bahwa mereka mampu dan berpretasi, itu yang paling penting.

Wawancara dilakukan oleh Rizki Akbar Putra.

Dr. Ujang Komarudin, M.Si adalah pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia. Ia juga menjabat sebagai Direktur Eksekutif Indonesia Political Review.

rap/na