1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Perbatasan Pakistan-Afghanistan, Lokasi Strategis bagi Pelatihan Teror?

6 Oktober 2010

Perang melawan teror terus berlanjut. Amerika Serikat kerap mengandalkan pesawat tak berawak untuk mengincar teroris di kawasan perbatasan Afghanistan-Pakistan. Lokasi di mana dikabarkan banyak terdapat kamp teror.

https://p.dw.com/p/PWeg

"Pilih untuk hidup setelah mati" - demikian pesan dalam video teror yang meresahkan Jerman awal tahun lalu. Dua orang pria menyerukan untuk melancarkan serangan dalam bahasa Jerman. Video ini dikatakan direkam di perbatasan Pakistan-Afghanistan. Jika Eropa disibukkan dengan teror, maka sepertinya jejaknya selalu dilacak kembali ke kawasan ini. "Hampir semua insiden teroris yang baru-baru ini terjadi di seluruh dunia ada hubungannya dengan perbatasan antara Afghanistan dan Pakistan. Semua pihak yang terlibat sebelumnya atau sesudahnya pernah ke Pakistan. Beberapa berhubungan dengan Al Qaida," demikian keterangan pakar politik Pakistan Ahmed Rashid.

Tidak sedikit yang menganggap kawasan perbatasan ini sebagai lokasi paling berbahaya di dunia. Kelompok Taliban dan Al Qaida tampak tidak kesulitan bergerak dari satu negara ke negara tetangganya. Sehingga kesannya, para teroris di sana dilindungi. "Ini berkaitan dengan kejadian pada tahun 2001 dan fakta bahwa Taliban di Afghanistan dan Al Qaida melarikan diri ke Pakistan. Mereka tidak pernah ditaklukkan oleh Amerika. Mereka melarikan diri ke kawasan suku. Karena itu kawasan tersebut menjadi radikal. Banyak sekali uang yang mengalir ke sana dari Al Qaida."

Perbatasan antara Pakistan dan Afghanistan panjangnya lebih dari 2000 km. Kawasan ini sulit untuk diakses dan tidak bisa dikendalikan. Kerap muncul laporan dari warga Eropa, juga Jerman, yang dilatih di kamp teror disana. Kini ada sedikit perubahan dalam politik Pakistan. Militer bersikap lebih tegas terhadap ekstremis di kawasan suku. Mereka dikatakan 'membersihkan' daerah Waziristan Selatan. Namun, tetap muncul keraguan. "Jika kita tidak memerangi lokasi asal-usul teror, kita tidak akan pernah mencapai keberhasilan." Ini dikatakan baru-baru ini oleh Rangin Dadfar Spanta, penasihat urusan keamanan pemerintah Afghanistan dalam sebuah wawancara.

Tuduhan utama dari lingkup keamanan: Militer Pakistan akan mengambil tindakan keras terhadap Taliban Pakistan yang mengancam negaranya sendiri. Namun, mereka tidak akan menyerang Taliban Afghanistan karena masih membutuhkan mereka sebagai sekutu. Amerika Serikat telah lama memutuskan untuk tidak bergantung sepenuhnya pada sekutu. Dengan pesawat tanpa awak, mereka berusaha untuk 'mematikan' teroris.

Pakar keamanan Talat Masood menjelaskan, "Ini mungkin akan membawa keuntungan dari segi taktik. Tetapi pesawat tanpa awak juga menunjukkan masalah moral dan hukum. Sehingga Pakistan berhadapan dengan sebuah dilema. Militan menggunakan serangan sebagai propaganda, dan akibatnya muncul sikap anti Amerika."

Dalam beberapa minggu terakhir, jumlah serangan pesawat tanpa awak kembali bertambah. Dikatakan, tujuannya antara lain juga untuk menggagalkan rencana serangan teror terhadap Eropa. Di masa lampau, Amerika Serikat selalu berhasil menewaskan ekstremis berpangkat tinggi. Pertanyaannya adalah, apakah langkah ini akan mampu melemahkan jajaran radikal Islam untuk jangka panjang atau telah ada calon pengganti yang hanya menanti waktunya untuk naik jabatan dan meneruskan aksi teror.    

Kai Küstner/Vidi Legowo-Zipperer

Editor: Ziphora Robina