1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Perang Irak Munculkan Generasi Baru Terorisme

25 September 2006

Presiden AS mengakui bahwa mantan presiden Irak Saddam Hussein tidak terkait dengan serangan 11 September 2001. Dengan masuknya pasukan pendudukan AS ke Irak timbul generasi teror baru dan justru memperkuat kelompok fanatik Islam. Demikian isi laporan dinas rahasia AS yang dikeluarkan bulan April lalu.

https://p.dw.com/p/CJaf
Presiden AS mebela perang Iraknya
Presiden AS mebela perang IraknyaFoto: AP

Para pengamat teror sejak awal sudah memperingatkannya. Dua tahun yang lalu saat kampanye, jagoan Partai Demokrat John Kerry mengritik George W. Bush. Saat itu, Kerry mengatakan perang Irak justru dapat meningkatkan ancaman teror secara signifikan. Menurut harian “New York Times” dan “Washington Post”, analisa yang dikeluarkan dinas rahasia Amerika Serikat, yang membenarkan kritikan Kerry, oleh dinas rahasia digolongkan sebagai sangat rahasia, namun ternyata bocor juga.

Inti dari laporan tersebut yang dirilis bulan April lalu, berisikan, ditempatkannya pasukan pendudukan Amerika Serikat di Irak justru semakin memicu timbulnya generasi terorisme baru dan meningkatnya ancaman teror secara global, yang lebih besar dari sebelum tragedi 11 September 2001. Selain itu, sejak skandal penganiayaan di penjara Abu Ghraib di Baghdad dan pelanggaran hak asasi manusia di kamp tahanan di Guantanamo Bay, di Kuba, bibit-bibit kelompok radikal Islam yang secara langsung tidak terkait dalam jaringan Al-Kaida, semakin bermunculan.

Mengingat pemilihan umum yang akan diselenggarakan bulan November mendatang, pemerintahan Bush semakin terpojokkan. Beberapa hari lalu dalam pidatonya, George Bush berupaya keras membela perang Iraknya yang semakin dikritik oleh publik Amerika Serikat. Bush mengatakan:

Sering sekali saya ditanya, kenapa kita ada di Irak, padahal Saddam Hussein tidak terkait dengan serangan-serangan tersebut. Akan tetapi, rezim Saddam merupakan ancaman yang terlalu besar untuk dunia.”

Perang Irak oleh pemerintahan Bush dijadikan kunci melawan teror. Mengingat pemilu sudah di ambang pintu dan masa jabatan Bush pun akan berakhir, lawan-lawan Bush menggunakan kesempatan ini untuk mengalihkan kembali perhatian para pemilih ke Irak. Sebab, Bush mengatakan, pasukan Amerika Serikat baru akan ditarik, jika Irak berhasil menjadi negara demokrasi. Akan tetapi, kalangan demokrat tidak bersedia untuk menunggu lebih lama. Mereka, seperti John Kerry, menuntut, pasukan Amerika Serikat segera ditarik mundur dari Irak dan, menepis segala tuduhan, bahwa langkah tersebut merupakan langkah pengecut. Kerry mengatakan:

Partai Republik ingin menangkan pemilihan ini dengan politiknya “teruslah”, menantang politik kita yang katanya “kabur aja”. Saya tidak kabur, tetapi mereka, tetap “berbohong dan membunuh.”