1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Perang Dagang dan Rohingya Dominasi KTT ASEAN di Bangkok

20 Juni 2019

Perang dagang antara AS dan Cina akan menjadi agenda pembahasan terpenting dalam KTT ASEAN di Bangkok, Thailand, akhir pekan ini. Sementara Myanmar harus mempertanggungjawabkan nasib pengungsi Rohingya yang ingin pulang

https://p.dw.com/p/3KkpI
Myanmar Asean-Gipfel in Naypyidaw eröffnet Flaggen
Foto: picture-alliance/dpa/A. Rahim

Pemimpin negara-negara anggota ASEAN bakal disibukkan dengan isu perang dagang antara Amerika Serikat dan Cina dalam pertemuan puncak di Bangkok, Thailand, 22-23 Juni 2019. Meski juga mengangendakan nasib minoritas Rohingya di Myanmar, KTT ASEAN ke-34 ini diyakini akan lebih fokus pada pembahasan isu ekonomi menyusul godaan Beijing membentuk pakta perdagangan bebas baru tanpa AS.

Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) yang berisikan 10 anggota ASEAN, ditambah India, Jepang, Korea Selatan, Australia dan Selandia Baru mewakili 40% perdagangan dunia. Wacana kemitraan itu kini menjadi salah satu prioritas kebijakan luar negeri Cina menyusul eskalasi perang dagang dengan Amerika Serikat.

Presiden Donald Trump menetapkan tarif cukai senilai 200 miliar US Dollar terhadap produk Cina, mulai dari sepatu olahraga, kaos kaki hingga mesin cuci dan mebel. Sebagai balasan Beijing menetapkan tarif senilai 60 miliar USD terhadap produk impor dari Amerika Serikat. Trump sebelumnya juga menarik diri dari rejim perdagangan bebas Trans Pacific Partnership (TTP) lantaran dinilai "membunuh lapangan kerja" milik warga AS.

Jokowi: Saya dan Avengers Lain Siap Selamatkan Penduduk Bumi

"Yang paling diuntungkan justru ASEAN," kata Drew Thompson, ekonom di Lee Kuan Yew School of Public Policy di Singapura. Menurutnya ongkos manufaktur yang rendah membuat perusahaan Cina berbondong-bondong menebar investasi di ASEAN guna mengelabui rejim cukai AS. Saat ini dua perusahaan besar Cina, Brooks Running Company dan Haier, produsen mesin cuci, tercatat sudah mulai bermigrasi ke Vietnam, Thailand dan Indonesia.

Meski demikian perundingan memasuki tahapan pelik menyusul desakan Australia dan Selandia Baru untuk menanamkan klausul perlindungan lingkungan dan buruh yang "berkualitas tinggi." India pun ingin memastikan pasar dalam negeri tidak dibanjiri produk bebas cukai dari Cina yang datang melalui Asia Tenggara,

Meski perundingan yang alot, RCEP dinilai penting dalam membatasi kerusakan akibat perang dagang antara AS dan Cina yang diyakini bakal berdampak pada pertumbuhan ekonomi dunia. "Jika Cina dan AS berlanjut, perekonomian dunia akan menderita. Ini hanya akan menjadi kabar buruk buat semua orang," kata Fred Burke, partner pada firma hukum Baker McKenzie yang mengawal investasi asing di Vietnam.

Selain agenda ekonomi, KTT ASEAN juga berencana membahas hak kembali bagi minoritas Rohingya yang saat ini terjebak di kamp pengungsian di Bangladesh. Menyusul operasi militer Myanmar di negara bagian Rakhine 2017 silam, sebanyak 740.000 penduduk Rohingya melarikan diri ke jiran di barat untuk mencari perlindungan.

Hingga kini isu Rohingya membebani hubungan kedua negara. Hal ini akan mendominasi agenda pemimpin de facto Myanmar, Aung San Suu Kyi, yang juga akan mengikuti KTT di Bangkok. Suu Kyi diyakini akan menghadapi pertemuan tak nyaman dengan PM Malaysia Mahathir Mohamad yang dulu melanggar protokol KTT karena mengritik Suu Kyi terkait Rohingya.

Rancangan dokumen deklarasi ASEAN yang bocor ke kantor berita AFP awal bulan ini dikritik lantaran tidak menggunakan istilah "Rohingya" atas tekanan Naypyidaw. "ASEAN harus berhenti menutup mata atas kejahatan Myanmar terhadap Rohingya," kata Eva Kusuma Sundari, kader PDIP dan anggota parlemen ASEAN untuk Hak Asasi Manusia.

rzn/hp (AFP)

Krisis Rohingya Bisa Meluas Jadi Konflik Keamanan Regional