1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Peran Imam Perempuan di Jerman

Renata Permadi9 Februari 2012

Mereka mengajar baca Al Quran, menjadi mitra bicara untuk masalah agama dan kerohanian. Dapatkah mereka menjadi panutan bagi muslimah migran?

https://p.dw.com/p/13z2O
Bildbeschreibung zu 01: Titel: Tagung mit Predigerinnen Schlagworte: Pedigerinnen/ Ditib/ Frauen/ Rollenbilder Wer hat das Bild gemacht/Fotograf?: Ulrike Hummel Wann wurde das Bild gemacht?: 2012 Pertemuan imam perempuan Perhimpunan Islam Turki DITIB
Tagung mit PredigerinnenFoto: DW

Para imam perempuan membicarakan gambaran peran perempuan dalam komunitas muslim di Jerman, tentang keterlibatan lebih besar di ruang publik dan pola tingkah laku konservatif yang sebagian ditutupi. Sosok perempuan yang kuat merupakan gambaran ideal. Ia seyogyanya terdidik dan menjalankan sebuah tugas pokok dalam hidupnya. "Masih banyak perempuan yang terjerat peran seabgai korban," kata seorang imam perempuan. Harus dijelaskan bahwa peran ini bukan ditetapkan oleh agama, dalam hal ini Islam.

Ali Dere, ketua Persatuan Islam-Turki (DITIB), menekankan untuk tidak menghubungkan Islam dengan gambaran peran yang keliru. "Kita harus menerangkan persepsi peran sebagai pria dan sebagai perempuan dalam masyarakat dan keluarga," kata Ali Dere. Karena, masih ada beberapa hal yang tidak jelas.

"Memperkuat Keterlibatan Perempuan di Mesjid, adalah salah bagian dari proyek "Anstoss" atau inisiatif. Proyek ini dijalankan pemerintah Jerman bekerjasama dengan Perhimpunan Islam Turki (DITIB). Kegiatannya antara lain mendatangkan imam perempuan dari Turki ke Jerman.

Imam Perempuan sebagai Panutan

Para imam perempuan dari DITIB memiliki peran kunci dalam memediasi peran perempuan dari segi agama, kepada komunitas muslim Turki di Jerman. Mereka datang dari Turki, belajar teologi di sana dan dikirim ke Jerman sebagai wakil urusan agama untuk masa tugas 4 tahun. Sama dengan para imam lelaki yang dikirim dari Turki, hanya saja para imam perempuan ini tidak memimpin sholat Jumat. Mereka  merupakan mitra bicara penting untuk masalah agama, juga pelayanan rohani. Bagi kaum perempuan asal Turki yang kini hidup di Jerman, mereka adalah panutan.

Fatma Karahan tiba di Jerman dua tahun lalu. Ia aktif di sejumlah Mesjid yang dikelola DITIB, di kota Essen dan sekitarnya. "Hal pertama yang saya lakukan sesampainya di Jerman adalah ikut kursus Bahasa Jerman. Saya ingin menunjukkan kepada perempuan bahwa sayapun berusaha keras," kata pakar teologi itu. 

Pendidikan umum dan pekerjaan penting bagi perempuan agar dapat mengembangkan rasa percaya diri yang sehat. Karena itu, Fatma Karahan menganjurkan kepada kaum perempuan agar terus belajar. "Saya percaya, semakin terdidik seorang perempuan, semakin kuat pula posisinya."

Bimbingan dari Turki?

Proses seleksi imam perempuan yang akan dikirim ke Jerman dibantu oleh Diyanet, dinas pemerintah urusan agama di Turki. Persiapan bagi para ahli teologi itu mencakup kursus bahasa dan geografi Jerman di Goethe Institut di Ankara.

Namun model yang dikembangkan DITIB punya kelemahan. Dapatkan imam perempuan dari Turki dalam kerangka waktu yang terbatas memediasi nilai-nilai dan gambaran peran yang membantu kaum perempuan di Jerman?

Lale Äkgun, politisi perempuan dari Partai Sosial Demokrat (SPD), mengkritik model DITIB. "Ini menyangkut orang dengan realita hidupnya sendiri. Mereka menghadapi tantangan dalam hidup keseharian yang harus dipecahkan oleh orang yang kenal situasi di sini." Maksudnya, perempuan yang besar di Jerman dengan norma-norma masyarakat di sini.

Lale Äkgun menambahkan, "Jika kita mendatangkan orang dari masyarakat lain, sebagian dari komunitas tertentu di Turki, maka pilihan yang kita punya juga sangat spesifik." Harus didiskusikan, kata Äkgun, "Apakah kita butuh bimbingan dari Turki menyangkut hak perempuan dan norma bagi kaum perempuan?"

Pelatihan di Jerman

Kelemahan itu juga diakui Perhimpunan Islam Turki yang mendatangkan para imam perempuan ke Jerman. Juga ada pertimbangan bahwa jumlah 50 imam perepuan bagi seluruh Jerman sebetulnya sangat kurang. Kini diupayakan agar kelak lebih banyak dididik imam perempuan dari Jerman. Sejak beberapa tahun lalu dimulai pendidikan personil di Jerman. "Kami akan menambah jumlah imam perempuan dan mengikutsertakan warga pendatang yang memang besar di Jerman“, kata ketua DITIB, Ali Dere.

Pendidikan Saja Tak Cukup        

Tujuan yang diemban para imam perempuan ini antara lain meningkatkan kesadaran akan kesetaraan jender, meningkatkan jumlah perempuan dalam dewan pengurus mesjid, dan menegaskan pentingnya pendidikan bagi kaum perempuan. Peran klasik perempuan muslim kini diuji.

Bagi Politisi SPD, Lale Äkgun, kesetaraan berkaitan erat dengan kepercayaan diri, dengan hak bagi perempuan untuk menentukan nasibnya sendiri. Pendidikan saja tidak cukup untuk mencapai kesetaraan jender.

Ulrike Hummel/Renata Permadi

Editor: Hendra Pasuhuk