1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Penyakit "Buta Wajah"

Michael Hartlep21 Oktober 2013

Apa jadinya jika tidak bisa lagi mengenali wajah seseorang yang sebenarnya sudah dikenal? Masalah ini benar-benar dimiliki beberapa orang. Mereka bahkan tidak bisa mengenali wajah teman atau keluarganya sendiri.

https://p.dw.com/p/1A3Az
Foto: picture-alliance/dpa

Bagi Sylvia Tippmann, setiap hari ia seakan menghadapi tantangan baru jika bertemu dengan orang lain. Perempuan berusia 29 tahun ini tidak bisa membedakan wajah orang.

"Saya pernah disapa dengan sangat ramah oleh orang Spanyol di jalan. Saya sama sekali tidak tahu itu siapa", kata Sylvia. "Ternyata itu teman belajar bahasa Spanyol saya. Saya sudah tiga kali bertemu dia. Benar-benar tidak enak rasanya."

Ahli psikologi menyebut gangguan ini sebagai kebutaan wajah atau prosopagnosia. Mereka yang terkena masalah ini kesulitan mengenali orang lain dari wajahnya.

Jika misalnya pasien menonton film atau teater, mereka akan kesulitan mengikuti jalan ceritanya karena sudah lupa wajah para pemerannya. Dan seperti pengalaman Sylvia Tippmann, wajah teman dan keluarga pun kadang tidak ia kenali. "Beberapa sangat kesal dengan saya. Mereka mengira saya sombong."

Gangguan Sejak Lahir

Reaksi semacam ini tidak aneh, kata Janek Lobmaier ahli psikologi di Universitas Bern di Swiss. Ia meneliti tema prosopagnosia. Kebanyakan mengalami gangguan ini sejak lahir. Tapi luka atau stroke yang mempengaruhi bagian otak tertentu juga bisa menyebabkan prosopagnosia. Dalam kasus ekstrim, orang tersebut bahkan tidak tahu bahwa ada wajah yang tengah berada di hadapannya.

Obst und Gemüse
Pada kasus ekstrim, pasien tidak bisa tahu apakah di hadapannya ada wajah seseorang atau tidakFoto: picture-alliance/dpa

Alasan gangguan ini adalah kerusakan dalam otak. Manusia sehat jika melihat wajah akan mempelajari struktur wajah terlebih dahulu. Lalu, "rekaman" tersebut dikirimkan ke bagian otak khusus. Ada bagian otak yang mempelajari mimik wajah dan arah pandangan, sementara bagian lain mempelajari ciri khusus wajah tersebut. Bagian ketiga memeriksa apakah sudah ada pengalaman yang dilewati bersama orang tersebut. "Semua bagian harus bekerja sama dengan baik untuk memungkinan kita mengenali seseorang", kata Lobmaier. Begitu ada bagian otak yang tidak melakukan fungsinya, masalah akan segera timbul.

Tidak Sadari Masalah

Setidaknya tiga dari 100 orang mengalami masalah dalam mengenali kembali wajah. Ini perkiraan sang psikolog. Namun, ia menambahkan, banyak yang sama sekali tidak tahu bahwa mereka mengalami masalah tersebut. Banyak yang mengira mereka hanya mengalami masalah dalam berkonsentrasi atau kesulitan menghafalkan nama orang. "Biasanya mereka lega, begitu tahu ini gangguan prosopagnosia. Mereka punya alasan yang masuk akal", jelas Lobmaier.

Walau demikian, prosopagnosia bisa diatasi tanpa masalah besar di kehidupan sehari-hari. Mereka mengenali orang lain berdasarkan ciri lain. Seperti cara mereka berjalan, pakaian atau suara. Sylvia Tippman juga melakukannya. "Di masa kuliah, saya mengenali sesama mahasiswa berdasarkan sepatu yang mereka kenakan." Di tempat kerja, ini agak sulit. Karena pegawai mampu membeli sepatu yang berbeda-beda. Karena itu Sylvia harus menghafalkan ciri khas lain. Dan kini, kalau ada wajah ramah yang tidak ia ingat tersenyum kepadanya, ia akan selalu membalas senyuman tersebut.