1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pentingnya Melindungi Lingkungan

10 April 2007

Mencegah atau mengurangi ancaman bencana alam dan akibatnya dapat dimulai dengan melindungi lingkungan.

https://p.dw.com/p/CPU2
Foto: DLR

Perubahan iklim dapat dicegah dengan memperbaiki kualitas udara. Itu berarti mengurangi polusi udara. Dampak tsunami ketika terjadi gempa bawah laut dapat dikurangi jika kita melindungi terumbu karang.

Terumbu karang di laut tak hanya indah dipandang mata. Karang laut juga dapat melindungi daratan dari ganasnya gelombang air laut. Sejak bencana gelombang raksasa tsunami di Asia tahun 2004, para ilmuwan meneliti peranan karang dalam melindungi pesisir pantai. Lebih dari 200 ribu jiwa terenggut dalam bencana gempa bawah laut pesisir barat Pulau Sumatera. Beberapa wilayah pesisir dengan terumbu karang mengalami dampak tsunami yang lebih ringan ketimbang pesisir yang langsung berhadapan dengan samudera. Misalnya kepulauan Maladewa.

Selama bertahun-tahun para ilmuwan mengembangkan beberapa model tsunami. Karena bencana datangnya tidak dapat diduga atau diperkirakan, model tsunami dikembangkan dengan komputer. Robert Hallberg pakar fisika gelombang laut merupakan ilmuwan pengembang salah satu model tsunami. Bersama badan penelitian Amerika Serikat NOAA yang mengambil spesialisasi kelautan dan atmosfer, Hallberg menjelaskan konsep dasarnya:

„Perumpaan tsunami sebenarnya sederhana. Seperti menjatuhkan sesuatu ke dalam sebaskom air. Gelombang yang dihasilkan pasti menjauhi asal gelombang. Hal yang rumit dalam tsunami adalah mengaplikasikan perhitungan geometrinya dengan dasar laut.“

Guna lebih memahami interaksi tsunami dan terumbu karang, para peneliti membangun model pulau berbentuk lingkaran di tengah laut imajiner yang dihantam tsunami virtual. Robert Hallberg memaparkan bagaimana karang laut melindungi pesisir:

„Terumbu karang berbeda dengan dasar laut yang berpasir karena permukaannya yang kasar dapat memecah arus air. Sama halnya menyetir mobil dan mengeluarkan lengan dari jendela. Anda dapat merasakan angin yang melewati lengan, Anda dapat merasakan gerakan putarannya. Karang laut juga melakukan hal sama karena struktur kasar dan kerasnya di dasar laut.“

Singkatnya, karang laut memecah ombak melalui gesekan. Semakin sehat karangnya, semakin kasar permukaannya, semakin kuat pula faktor gesekannya. Tapi terumbu karang yang sudah mati tidak dapat memecah arus laut.

Banyak syarat yang harus dipenuhi terumbu karang supaya dapat melindungi suatu pulau. Pakar geofisika dari Universitas Princeton Amerika Serikat Michael Oppenheimer mengatakan:

„Terumbu karang cenderung tumbuh hingga menyamai permukaan laut. Tapi jika terumbu sudah tumbuh DI ATAS permukaan laut, karang terbunuh sinar ultraviolet dari matahari. Jika terlalu jauh dari permukaan laut, karang tidak mendapat sinar matahari yang cukup, akibatnya tidak dapat tumbuh pesat.“

Lebih lanjut terumbu karang harus tumbuh sekitar satu kilometer dari lepas pantai. Faktor seperti kedalaman, lebar, dan jarak lokasinya dari pantai dapat mengurangi 50 hingga 80 persen dampak tsunami. Tapi model ini tidak akan berguna jika tidak diaplikasikan pada kawasan rawan gempa. Oppenheimer juga menjelaskan, terumbu karang juga dapat dipakai sebagai sistem peringatan dini.

Kekurangannya, terumbu karang tidak dapat melindungi daratan dari tsunami jika terlalu dekat dari pusat gempa. Seperti yang terjadi di Indonesia tahun 2004 silam.

Terumbu karang juga tidak bisa melindungi daratan dari terjangan ombak raksasa jika terus menerus mengalami kerusakan. Banyak sekali penyebab kerusakan terumbu karang. Pemanasan global, pembuangan limbah beracun atau tumpahnya minyak bumi ke laut. Oppenheimer juga menambahkan:

„Nelayan di beberapa wilayah dunia menggunakan dinamit atau sianida ketika menangkap ikan. Itu sangat berbahaya bagi kelangsungan terumbu karang. Di beberapa negara, pemerintahnya menggali kanal supaya dapat dilewati kapal dan itu merusak terumbu. Dalam laporan penelitian ini kami juga memperlihatkan dampak penggalian kanal di wilayah terumbu, yaitu dapat mengurangi efek perlindungan tsunami hingga setengahnya.“

Tanaman bakau dapat ditumbuhkan kembali. Pulau penghalang berpasir dapat dibuat dengan biaya mahal. Tapi itu semua tidak langsung memulihkan terumbu karang ke keadaannya yang semula. Tindakan perlindungan terumbu karang harus terus dilakukan, jika tidak 50 persen terumbu akan akan lenyap dalam 25 tahun mendatang.

Zaman Panas Datang, Indonesia Tenggelam?

Jika saja gas rumah kaca sama sekali tidak memenuhi atmosfir bumi, hingga kini si planet biru masih membeku dengan suhu minus 15 derajat Celsius. Memang gas karbondioksida dan pancaran sinar matahari merupakan bagian dari iklim planet kita. Sejak jutaan tahun lalu, terjadi pergantian antara zaman es dan zaman panas secara teratur. Di zaman panas, kandungan gas karbondioksida di udara sebanyak sekitar 1,5 kali kandungannya di zaman es.

Sejak 150 tahun silam negara-negara industri mengepulkan sangat banyak gas karbondioksida ke udara hingga dapat mengakibatkan zaman es berikutnya. Ini merupakan pengalaman baru bagi si planet biru. Sebelumnya pergantian zaman es dan zaman panas berlangsung pada 2,7 juta tahun lalu dengan sangat stabil. Demikian dijelaskan Gerald Haug, peneliti perubahan iklim dan geologi di Pusat Penelitian Bumi Potsdam:

„Apa yang kami lakukan saat ini adalah membuat bukit buatan ke dalam sistem ini. Kami akan mencapai tingkat perkembangan yang tidak lagi dapat dibalik. Kami membangun produk buatan ke dalam suatu tingkatan tertentu yang tidak lagi tergantung siklus alaminya. Dan kami membawa sistem iklim ke dalam situasi yang berbeda.“

Kedengarannya rumit. Gerald Haug adalah peneliti yang baru saja menerima penghargaan Leibniz atas penelitian mengenai perubahan iklim. Dalam penelitiannya, Haug menemukan bagaimana zona iklim dan arus laut bergeser, bagaimana pergeseran itu mempengaruhi flora dan fauna, manusia dan cuaca. Gerald Haug mengumpulkan berbagai arsip sejarah iklim bumi dari berbagai zaman.

Oleh Haug, dibuatlah simulasi bagaimana iklim akan berubah. Misalnya sekitar tiga juta tahun lalu di pertengahan zaman pliosen, antilop, gajah, dan harimau gigi pedang berlarian di padang rumput Eropa dan bagaimana nenek moyang manusia tidak lagi tinggal di pohon.

Haug juga menemukan, bumi akan berputar secara vertikal. Daerah kutub utara dan selatan akan menjadi daerah tropis, sedangkan daerah yang sebelumnya dimukim manusia, hewan, dan tumbuhan akan membeku. Kedua wilayah itu juga saling mempengaruhi. Iklim bumi merupakan merupakan sistem non linear yang paling rumit. Dalam sistem tersebut tidak dapat dengan mudah ditemukan perhitungan seperti semakin banyak kadar karbondioksida di udara berarti benua Eropa menjadi padang rumput dan hancurnya hutan tropis.

Prakiraan jangka panjang dan dapat diandalkan sangat sulit dihasilkan. Daftar besarnya pengaruh sangat panjang dan kemampuan komputer juga terbatas, seperti yang dikemukakan Gerald Haug:

„Terdapat hirarki model kompleksitas masing-masing dan sebagiannya terbatas oleh kemampuan kalkulasi. Jika suatu model Samudera-Atmosfir diambil jadi contoh, Anda harus menghabiskan sebagian waktu hingga berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun hanya untuk menghitung. Kami bekerja sama dengan Institut Penelitian Akibat Perubahan Iklim di Potsdam yang menggunakan model tingkat menengah. Model ini dapat menghitung keadaan beberapa ratusan juta tahun dalam dua hingga tiga pekan.“

Tapi yang pasti, jika es terakhir di belahan bumi utara mencair, permukaan air laut lebih tinggi enam hingga tujuh meter dari keadaannya yang sekarang. Sekitar 30 persen penduduk bumi saat ini tinggal di bawah permukaan laut. Tidak ada yang dapat memastikan kapan hal itu akan terjadi. Tapi, keadaan itu dapat setidaknya diperlambat jika kita memperbaiki lingkungan dari sekarang.