Pengungsi Tenggelam di Yunani, Bukan Tragedi Tak Terduga
20 Juni 2023Hari-hari ini di Yunani, hampir tidak ada orang lagi yang menggunakan istilah "migran ilegal" dalam wacana publik. Sebaliknya, banyak orang berbicara dengan simpati terhadap para "pengungsi", dengan "penderitaan yang tak terlukiskan", dan "kematian yang tidak adil di kuburan laut Mediterania".
Tragedi yang baru saja terjadi di Laut Ionia memang mengerikan: Ratusan pengungsi diperkirakan mati tenggelam sekitar 47 mil laut barat daya kota pesisir kecil Pylos di wilayah Peloponnese. Ini adalah salah satu insiden kapal pengungsi terburuk dan paling mengejutkan dalam beberapa dekade terakhir. Tampaknya tragedi di dekat Pylos telah mengguncang penduduk dan otoritas Yunani.
Pemerintahan transisi mengumumkan tiga hari berkabung nasional, dan kampanye pemilihan parlemen putaran kedua juga dihentikan selama tiga hari. Dalam aksi solidaritas yang jarang terjadi, Presiden Katerina Sakellaropoulou dan beberapa politisi lainnya melakukan perjalanan ke Kalamata, di mana sebagian besar dari 104 orang yang diselamatkan sedang dirawat. Bahkan politisi populis yang membangun karir mereka dengan mengobarkan kebencian terhadap pengungsi dan migran, seperti mantan menteri pembangunan dan investasi Adonis Georgiades, dan mantan menteri kesehatan Thanos Plevris, tampak sangat terharu. Namun, mereka juga menekankan perlunya kontrol perbatasan.
"Bukan hanya kesalahan sindikat pedagang manusia”
Media Yunani selama ini menyebutkan bahwa ini semua adalah "kesalahan para pedagang manusia". Harian Apogevmatini misalnya menulis bahwa para pengungsi tenggelam karena mereka "dijejalkan" ke dalam kapal yang benar-benar terlantar milik "penjahat perdagangan manusia".
Hanya sedikit warga Yunani yang masih berbicara tentang hak pengungsi atas suaka, dan hak asasi manusia internasional. Mereka yang melakukan itu sering menghadapi kritik keras dan disebut sebagai "patriot buruk," yang bersedia membuka perbatasan Yunani dan Eropa untuk "penjajah".
Sejak tahun 2020, ketika beberapa ribu pengungsi mencoba memasuki Yunani dari Turki dengan menyeberangi Sungai Evros, mayoritas penduduk Yunani yakin bahwa pengungsi adalah "penyusup" yang perlu dihadang opleh aparat negara. Ada konsensus luas, bahwa perbatasan negara harus dikontrol lebih ketat lagi.
Pemerintah kanan ingin kebijakan lebih ketat
Pada pemilihan parlemen pertama 21 Mei lalu, hampir 55% pemilih memberikan suara mereka untuk partai Demokrasi Baru pimpinan Perdana Menteri Kyriakos Mitsotakis, dan partai-partai yang jauh lebih kanan, yang ingin kebijakan ketat terhadap pengungsi dan pencari suaka.
Stelios Kouloglou, anggota parlemen Eropa asal Yunani dari partai kiri Syriza, mengatakan kepada DW bahwa kesalahan tidak dapat hanya dikaitkan dengan sindikat perdagangan manusia. "Itu juga kesalahan negara anggota Uni Eropa, dan politisi seperti Giorgia Meloni, yang tidak ingin menunjukkan solidaritas yang akan berbagi beban pengungsi dan masuknya imigran."
Secara resmi, pemerintahan Perdana Menteri Kyriakos Mitsotakis berulang kali membantah laporan bahwa mereka menolak kedatangan pengungsi. Tetapi ada kabar yang beredar bahwa pengungsi memang tidak diterima, dan jika mereka berhasil sampai ke Yunani, mereka akan terjebak di negara itu, tanpa prospek untuk melanjutkan ke Jerman, Belanda, atau Swedia. Karena itu, banyak pengungsi yang menolak untuk mendarat di Yunani dan lebih ingin berlayar sampai ke Italia. (hp/yf)
Jangan lewatkan konten-konten eksklusif berbahasa Indonesia dari DW. Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!