1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pengungsi Birma dan Bangladesh di Sabang

Zaki Amrullah/Edith Koesoemawiria23 Januari 2009

Nasib hampir 200 pengungsi yang terdampar di perairan Indonesia akan diputuskan pekan depan. Para pengungsi yang diduga dari etnis Rohingya di Myanmar itu kini dikarantina di pulau Weh, pangkalan Angkatan Laut Sabang

https://p.dw.com/p/GepR
Pengungsi Rohingya dari Birma harapkan penghormatan hak azasi dan hak dasar pengungsi untuk mencari solusi permasalahan mereka.Foto: AP

Menteri Luar Negeri Indonesia, Hasan Wirayudha hari Kamis (22/01) mengkonfirmasi adanya pengungsi. Tapi ia tidak menyebutkan etnisitas para pengungsi itu secara pasti, “Menurut Informasi yang kita peroleh dengan wawancara kepada lebih dari 190 orang. Mereka memang berasal dari Bangladesh dan Myanmar. Jadi kita sedang melakukan langkah-langkah bekerjasama dengan Internasional Organization of Migrations, IOM dan juga dengan negara-negara dari mana mereka berasal, ke arah pemulangan mereka secara baik-baik. Agak terlalu optimis untuk memulangkan mereka minggu depan.”

Para pengungsi itu tak berdokumen itu diduga berasal dari etnis Rohingya, sebuah suku asli Myanmar yang memeluk agama Islam. Mereka terbiasa bermigrasi ke negara tetangga Malaysia dan Thailand untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Namun menurut Proyek Arakan Rohingya, organisasi pemerhati nasib suku Rohingya, baru-baru ini pasukan keamanan sebuah Thailand menahan sekitar 1000 orang Rohingya di sebuah pulau terpencil di Laut Andaman.

Nurul Islam, ketua organisasi Arakan Rohingya yang bermarkas di Inggris mengatakan: “Mereka menghadapi kesulitan di negaranya, dan sejak lama mengalami opresi dan intimidasi, bahkan kewarganegaraannya dicabut. Kini mereka tidak lagi memiliki tanahair, maupun hak-hak azasi manusia dan kebebasan.”

Ada sekitar 28 ribu etnis Rohingya menetap sebagai pengungsi di kamp-kamp pengungsi di Bangladesh. Banyak diantaranya menetap di sana sejak tahun 1992, karena mengalami pemburuan di negaranya. Sekitar 200 ribu orang lainnya belum terdaftar pada adan PBB untuk Urusan Pengungsi, UNHCR, dan karenanya tak memiliki status resmi.

Kantor berita AFP menyebutkan, belum lama ini sekitar 650 orang dari suku Rohingya berhasil diselamatkan di perairan India dan Indonesia. Beberapa orang di antaranya mengaku mengalami kekerasan di tangan militer Thailand. Selain itu, dipaksa kembali mengarungi lautan lepas dalam perahu-perahu kecil tanpa perbekalan maupun mesin perahu. Di Thailand saat ini banyak suku Rohingya, yang dikategorikan sebagai imigran gelap.

Sementara itu di Indonesia, jurubicara UNHCR, Anita Restu mengatakan ingin menemui para pengungsi di lokasi. Para imigran asal Myanmar dan Bangladesh itu sudah dua minggu dikarantina di sana. Karenanya, Badan PBB untuk Urusan Pengungsi itu ingin mengevaluasi kesehatan serta kebutuhan mereka untuk mendapatkan perlindungan dan bantuan.

Sampai kini pemerintah Indonesia masih menolak akses media kepada pengungsi dengan alasan masih berada dalam proses penyelidikan.

Direktur Asia Timur dan Pasifik Deplu, Kristiarto Legowo mengatakan, para pengungsi telah menerima bantuan kemanusiaan dari TNI AL: “Pada tanggal 7 Januari ada 193 orang dalam perahu yang masuk perairan kita, saat ini mereka ditempatkan di Sabang di pulau Weh, kepada mereka kita selama ini memberikan bantuan, a.l. tempat penampungan shelter, bahan makanan. yang sakit juga kita berikan obat-obatan.” (ek)