1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pengalamanku Bertemu Dua Kanselir Jerman

Syafa Haack
6 Juli 2022

Selama 11 tahun tinggal di Jerman, saya berkesempatan bertemu dua kanselir. Sebuah pengalaman yang begitu berkesan, tanpa protokoler rumit dan terkesan santai. Oleh: Syafa Haack.

https://p.dw.com/p/4Deng
Kanselir Scholz saat bertemu dengan kanselir Jerman sebelumnya, Merkel Februari 2022 di Berlin.
Kanselir Olaf Scholz saat bertemu dengan kanselir Jerman sebelumnya, Angela MerkelFoto: Bernd Von Jutrczenka/dpa/picture alliance

Pertemuan saya dengan Angela Merkel atau biasa dipanggil Frau Merkel terjadi pada tahun 2013. Saat itu saya masih menjadi mahasiswa di Universitas Osnabrück. Pada tahun itu juga Jerman akan mengadakan Pemilu Nasional. Frau Merkel merupakan kanselir perempuan pertama di Jerman yang berkuasa selama 16 tahun. Kepemimpinannya tidak hanya sebagai kanselir, tapi juga Ketua Partai CDU dan memiliki pengaruh dominan di Uni Eropa. Selama berkuasa, ia juga disebut-sebut sebagai pemimpin perempuan terkuat di dunia.

Kunjungannya ke Osnabrück, kota tempat saya tinggal saat itu, merupakan rangkaian dari kampanye Partai CDU menjelang pemilu. Acara berlangsung malam hari di aula serba guna yang letaknya berseberangan dengan kampus tempat saya menimba ilmu. Banyak mahasiswa hadir malam itu. Beberapa diantaranya saya tahu menjadi kader partai dan panitia acara malam itu.

Saya hadir semata hanya karena ingin tahu. Saya bukan simpatisan partai atau tamu undangan. Status saya saat itu adalah mahasiswa tahun pertama di Jerman. Saya tahu kedatangan Frau Merkel lewat beberapa plakat yang terpasang di pinggir jalan. Tak ada kartu undangan untuk bisa ikut menghadiri acara itu.

Gelang kertas saat bertemu Frau Merkel
Gelang kertas saat bertemu Frau MerkelFoto: Privat

Acara di mulai pukul enam sore. Frau Merkel sebagaimana tertulis di plakat dijadwalkan hadir dan mengisi acara pada pukul 19.30. Pukul enam kurang saya sudah tiba di gedung. Tak saya liat penjagaan yang berlebihan. Jalan seputar gedung pertemuan ditutup untuk kendaraan bermotor satu jam sebelumnya. Antrean memasuki gedung pun tak berbelit dan lancar. Terdapat penjaga di depan pintu ruangan yang memeriksa tas yang dibawa pengunjung. Saat ingin memasuki ruang acara saya hanya diminta membuka tas dan menunjukkan isi tas ke penjaga. Setelah itu saya diberi gelang kertas bertuliskan nama kanselir dan waktu acara.

Acara berjalan cukup meriah. Frau Merkel datang tepat pada pukul 19.30. Ia berorasi selama kurang lebih satu jam. Acara berakhir tepat sesuai dengan jadwal yang tercantum di plakat. Semua berjalan praktis dan efisien. Selama Frau Merkel berorasi terdapat beberapa orang melakukan aksi demontrasi di dalam gedung. Saya sempat lihat beberapa orang mengibarkan spanduk dan berteriak-teriak di balkon atas ruangan. Tak saya lihat petugas yang menangkap dan mengamankan pendemo itu. Mereka berteriak sepanjang Frau Merkel berorasi dan menghentikan aksinya begitu Frau Merkel menutup orasinya.

Dari laporan beberapa kawan yang berada di luar gedung, saya pun baru tahu bahwa di luar gedung ada beberapa kelompok yang melakukan aksi demontrasi selama acara malam itu berlangsung. Aksi itu tak sempat saya lihat. Mereka bubar begitu acara selesai dan Frau Merkel meninggalkan arena.

Pengalaman bertemu dengan orang nomor satu Jerman ini begitu berkesan. Kesan yang kembali saya temui sembilan tahun kemudian. Saat bertemu dengan kanselir baru pengganti Frau Merkel dalam situasi dan kondisi yang serupa, tapi tak sama.

Tahun 2021 Jerman kembali menggelar pemilu. Frau Merkel sebelumnya telah mengumumkan diri bahwa ia tak akan lagi mencalonkan diri pada pemilu kali ini. Olaf Scholz atau Herr Scholz dari Partai SPD berhasil terpilih menjadi kanselir menggantikan Frau Merkel. Awal April kemarin, saya sempat membaca plakat di pinggir jalan yang mengabarkan kedatangan sang kanselir ke Lübeck, kota tempat tinggal saya saat ini.

Kanselir Ola Scholz berada di panggung di kota Lübeck
Kanselir Olaf Scholz di panggung di kota LübeckFoto: Privat

Plakat itu mengingatkan saya pada plakat sembilan tahun silam saat saya bertemu Frau Merkel. Kunjungan Herr Scholz pada tanggal 9 April lalu pun dalam rangka kampanye partai. Sebulan kemudian negara bagian tempat saya tinggal, Schleswig-Holstein, memang akan mengadakan pemilu. Herr Scholz datang untuk mendukung kandidat partainya menjadi perdana menteri pada pemilu nanti. Hanya saja, bila acara Frau Merkel diadakan di dalam gedung, acara yang menghadirkan sang kanselir saat ini berada di panggung dan ruang terbuka.

Saya tentu saja mengagendakan untuk datang. Saya datang ke alun-alun tempat acara mengendarai bus umum. Rupanya jalan menuju alun-alun ditutup dan semua kendaraan diarahkan ke jalur alternatif. Penutupan jalan ini dilakukan satu jam menjelang dan setelah selesai acara. Terdapat pemberitahuan pada papan info halte bus. Saya berjalan kaki sedikit menuju alun-alun. Saya lihat satu dua polisi mengarahkan jalan. Tak terlihat penjagaan yang berlebihan. Lalu lintas tetap lancar. Tak saya temui kemacetan.

Acara sebagaimana tertulis di plakat akan dimulai pada pukul 10.30. Herr Scholz akan hadir pada pukul 11 siang. Di alun-alun berdiri sebuah panggung beratribut partai. Di bagian muka panggung terdapat beberapa meja dan kursi kayu serta pembatas terbuka yang dijaga dua orang petugas. Di antara meja kursi itu disediakan tempat untuk para tuna rungu yang didampingi penerjemah bahasa isyarat.

Saya mencoba masuk ke arena yang lebih dekat ke panggung. Saya hanya diminta membuka tas yang saya bawa dan menunjukkan isi tas. Tak ada undangan atau syarat menunjukkan kartu identitas. Pengalaman yang sama saat menemui Frau Merkel sembilan tahun silam.

Acara dimulai dengan orasi para anggota dan kandidat partai. Herr Scholz hadir tepat seperti yang dijadwalkan, pukul 11 siang. Selama ia berorasi, tepuk tangan para pendukung partai bersahut-sahutan dengan aksi para demonstran. Mengingatkan saya pada acara Frau Merkel sembilan tahun silam. Namun, aksi demonstrasi yang saya saksikan kali ini jauh lebih heboh.

Jumlah para pendemo itu sepertinya separuh dari jumlah pengunjung. Mereka mengibarkan beragam spanduk dan pamflet. Mereka juga membunyikan sempritan seperti wasit yang mengeluarkan kartu merah. Selain teriakan-teriakan seperti: "Pembohong.. Pembohong!!! (Lügner)" "Enyah.. Pergi kau!!! (Hau ab!)" berulang-ulang.

Cuaca hari itu sungguh tak jelas. Cuaca khas bulan April. Hujan dan matahari silih berganti dalam hitungan menit. Beberapa orang di sekitar panggung membagikan plastik jas hujan. Namun, kondisi cuaca itu tak menghentikan antusiasme pengunjung baik pendukung maupun pendemo untuk menghentikan aksinya. Selama Herr Scholz berorasi, selama itu pula bunyi peluit dan seruan "buuuuuuhhhhh…" tanda tak setuju dan teriakan-teriakan para pendemo bersahut-sahutan dengan tepuk tangan dari para pendukung partai.

Papan pengumuman di halte bus
Papan pengumuman di halte bus yang mengabarkan jalur bus dialihkan pada pukul 9.30-12.30Foto: Privat

Tak ada tindakan apapun yang dilakukan petugas dan polisi untuk menghentikan atau mengamankan aksi demontrasi selama Herr Scholz berorasi. Saya pun tak melihat jumlah petugas keamanan yang berlebihan. Saya sempat melihat sebaris polisi di bagian belakang. Saya berusaha mencari-mencari kemungkinan adanya kelompok penembak jitu mengingat acara berlangsung di tempat terbuka, tapi tak saya temukan. Saya lalu tenggelam dalam keriuhan acara yang diisi oleh dua kubu yang berkontradiksi.

Semua kebisingan reda begitu Herr Scholz selesai dengan orasinya dan meninggalkan panggung. Satu per satu pergi meninggalkan acara. Termasuk saya. Saya pergi menjauh dari alun-alun sambil menerawang. Pertemuan dengan dua kanselir dalam dua situasi yang berbeda, tetapi menorehkan dua kesamaan kesan yang mendalam.

Pertama, dalam soal kedisiplinan dan efisiensi waktu. Dua kanselir ini hadir tepat waktu seperti yang dijadwalkan. Dalam acara Herr Scholz saya juga sempat menyaksikan panggung acara dan segala atribut partai sirna dari alun-alun begitu acara usai. Arena itu kembali menjadi ruang terbuka publik yang tak meninggalkan tanda apapun, bahwa sang nomor satu Jerman satu jam sebelumnya berorasi di tempat itu. Lalu lintas pun kembali berjalan normal di waktu sebagaimana yang sebelumnya tertulis pada papan info di halte bus.

Kesan kedua, saya sungguh tak pernah membayangkan berada dalam situasi di mana dua kelompok bisa berada dalam satu arena dan mereka bisa dengan aman menyuarakan aspirasinya. Alangkah indahnya hidup dalam demokrasi yang matang. Pendukung dan pendemo bisa bersuara bersamaan. Tanpa pembungkaman. Tanpa kekerasan.***

*Alumni Program Master PPGG (Public Policy and Good Governance) Universitas Osnabrück Jerman. Blogger dan Vlogger. Salah satu konten kreasinya bisa dikunjungi di saluran Youtube: The Haackologie.

** DWNesiaBlog menerima kiriman blog tentang pengalaman unik Anda ketika berada di Jerman atau Eropa. Atau untuk orang Jerman, pengalaman unik di Indonesia. Kirimkan tulisan Anda lewat mail ke: dwnesiablog@dw.com. Sertakan 1 foto profil dan dua atau lebih foto untuk ilustrasi. Foto-foto yang dikirim adalah foto buatan sendiri. (hp)