1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Sosial

Pengalaman Saya Tinggal Bersama Orang Jerman

8 Maret 2019

Saya yang tidak pernah pergi dari rumah orang tua pun akhirnya menjelang seperempat abad usia, merantau ke Jerman. Menjadi seorang Au Pair adalah bentuk liburan yang memang saya cari. Oleh Geofani Anggasta.

https://p.dw.com/p/3EelD
DW NesiaBlog Leben in Deutschland und Österreich
Foto: Geofani Anggasta

Berawal dari kejenuhan rutinitas pekerjaan saya yang banyak berputar-putar dipadatnya kota Jakarta sebagai pencari berita, saya sampailah pada titik bukan lagi butuh piknik, melainkan butuh liburan. Tapi bukan liburan singkat penuh dengan haha hihi dan tanpa kesan berarti yang saya inginkan. Saya menginginkan sebuah perjalanan yang bisa membuka wawasan baru, sekaligus menambah makna hidup. Ide untuk pergi ke Jerman, yang katanya “Land of Ideas”, terdengar sangat menggoda. Saya pun bersemangat untuk mengetahui ide-ide baru apa yang akan saya temui jika berada di sana.

Jika saja saya tidak berkuliah di jurusan Sastra Jerman, mungkin saya tidak akan pernah dengar ada yang namanya Au Pair. Au Pair adalah sebuah konsep pertukaran budaya untuk orang yang mau belajar bahasa dan kultur dari negara tujuan dengan cara tinggal seatap dengan keluarga asuh selama satu tahun untuk menjaga anak-anak mereka.

DW NesiaBlog Leben in Deutschland und Österreich
Geofani Anggasta jalan-jalan ke istana Hellbrunn, AustriaFoto: Geofani Anggasta

Berbulan-bulan saya cari calon keluarga asuh di website yang paling ngetop di kalangan calon Au Pair, www.aupairworld.com. Jumlah tersebut menunjukkan kehati-hatian saya sebab ini bukan hanya soal pergi ke Jerman, tetapi soal chemistry bersama orang asing adalah jauh lebih penting, mengingat saya akan tinggal setahun lamanya dengan mereka.

Saya yang tidak pernah pergi dari rumah orang tua pun akhirnya menjelang seperempat abad usia, merantau ke Jerman. Sejak saat itu saya selalu tinggal dengan keluarga asuh. Menjadi seorang Au Pair adalah bentuk liburan yang memang saya cari. Ada berbagai alasan, jelas ini asik karena saya berkesempatan pergi ke Eropa dengan cara mudah dan murah.

Alasan lain, tinggal dengan orang Jerman dan sehari-hari berada dilingkungan masyarakat ini, bukan hanya roti dan taman bermain anak di setiap sudut perumahan yang saya lihat, tapi saya juga lihat bagaimana mereka menjalani hidup mereka, berbuat terhadap sesama, makhluk hidup lainnya, juga alam. Inilah yang menyegarkan kepala dan jiwa saya.

Pahami kebiasaan mereka

Masyarakat selalu hidup dengan prasangka dan stereotip. Salah satu stereotip yang dulu saya dengar tentang orang Jerman, yakni mereka dikenal tepat waktu. Sangat lucu dan menjengkelkan rasanya ketika saya dengar si 'ayah Jerman' berkata, “kita berangkat tiga menit lagi”. Dari mana ide tiga menit lagi ada di kepalanya, kenapa tidak buat saja lima menit lagi, pikir saya saat itu.

Menyebutkan menit-menit yang tidak bulat seperti itu kerap saya dengar dari orang sini. Hingga akhirnya saya paham sebab saya juga harus perhatikan menit jika ingin aman. Setidaknya yang saya pahami adalah jika tidak mau ketinggalan transportasi umum, maka datanglah lebih awal sebab kendaran-kendaraan tersebut bisa dipercaya ketepatan waktu datangnya. Selebihnya ya benar yang dikatakan orang, bahwa orang Jerman sangat menghargai ketepatan waktu.

DW NesiaBlog Leben in Deutschland und Österreich
Bermain GeocachingFoto: Geofani Anggasta

Pernah saya ditanyai, “kamu suka jalan-jalan di hutan gak?” atau "wandern" disebutnya. Jelas saya bilang saya tidak pernah dan menambahkan cerita kalau hutan di Indonesia ada banyak hewan atau serangga buas atau cerita horor lainnya. Ngomong-ngomong itu hanyalah pandangan sempit dari saya yang tidak bepengalaman wandern.

Dari sini saya baru tau kalau menjelajahi hutan di sini bisa sangat menyenangkan dan mendamaikan diri. Tak heran ini menjadi salah satu kegiatan favorit orang Jerman. Tambah seru sambil main Geocaching! Buat keluarga asuh saya, jalan-jalan keliling kota atau ke hutan kecil dengan anak sambil mencari harta karun lewat petunjuk-petunjuk yang tersebar di lokasi dari permainan Geocaching adalah cara menghibur anak tanpa gadget. Benar saja, sebab tubuh bergerak, hirup udara segar, cuci mata, dan dapat harta karun di akhir jika ketemu, semua ini sangat menyenangkan!

Cara bergerak yang juga asyik di sini adalah bersepeda. Saya sangat kagum bahwa sering dibuat jalur khusus bagi pengendara sepeda di sepanjang jalan, bahkan ada juga sepeda sewaan dengan aplikasi di smartphone. “Mana helm aku?” tanya anak keluarga asuh saya ketika saya jemput di TK. Tidak seperti saya yang lupa karena memang tidak terbiasa dengan hal ini, orang Jerman sedari dini belajar untuk hidup disiplin dan aman berkendara.

Alam adalah sekolah

Ketika di tahun berikutnya saya pindah ke Austria untuk alasan yang sama, rasanya separuh waktu saya dihabiskan di luar, tak peduli sepanas atau sedingin apapun udara luar. Bagi mereka udara segar dan berlarian di alam terbuka adalah hiburan dan pendidikan bagi anak. Ini benar adanya, ketika di luar anak berkesempatan melihat pesawat, helikopter, kereta, mobil dan bus yang melintasi rumah, mengumpulkan telur dari kandang ayam atau memetik aneka buah di kebun, anak belajar mengenal sesuatu secara langsung. Ditambah keluarga ini tidak punya televisi, maka limpahan buku cerita juga sandiwara cd menjadi alternatif hiburan kala udara di luar menusuk tulang.

DW NesiaBlog Leben in Deutschland und Österreich
bermain kereta seluncur di sekitaran rumahFoto: Geofani Anggasta

Setelah itu saya kembali lagi ke Jerman, kali ini untuk berkuliah. Beruntung saya bisa menemukan keluarga lagi, namun bukan lagi berstatus Au Pair.

Saya menemukan keluarga ini lewat situs berbagi tempat tinggal. Konsepnya sangat menarik, si keluarga menawarkan kamar secara gratis di rumahnya, namun sebagai timbal balik si tamu harus memberikan waktunya untuk menjaga anak atau membatu kebutuhan sehari-hari si pemilik rumah. Sayang website tersebut sudah ditutup beberapa waktu lalu.

Berhubung keluarga Jerman saya baru saja pindah ke properti ini tak lama sebelum saya tinggal bersama mereka, jelang musim semi tahun pertama mereka isi dengan sibuk membuat kebun mini di halaman. Kebun mini ini sangat cantik, dipenuhi dengan aneka bunga dan sayuran segar. Di masa-masa awal mereka membuat kebun, saya pernah ungkapkan kekaguman atas ide itu, dan si Ibu tersenyum menjawab, “agar anak-anak belajar dari sana”.

* Geofani Anggasta saat ini kuliah jurusan Kajian Asia Tenggara di Universitas Johann Wolfgang Frankfurt von Goethe am Main

** DWNesiaBlog menerima kiriman blog tentang pengalaman unik Anda ketika berada di Jerman atau Eropa. Atau untuk orang Jerman, pengalaman unik di Indonesia. Kirimkan tulisan Anda lewat mail ke: dwnesiablog@dw.com. Sertakan 1 foto profil dan dua atau lebih foto untuk ilustrasi. Foto-foto yang dikirim adalah foto buatan sendiri.