1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pendukung Assad Serang Kedubes AS dan Perancis

12 Juli 2011

Pendukung Presiden Suriah Bashar al-Assad menyerang kedutaan besar AS dan Perancis, serta kediaman duta besar Amerika di ibukota Damaskus.

https://p.dw.com/p/11tIN
Selembar kertas ditempelkan di Kedutaan Besar AS bertuliskan 'Ford go out now', merujuk pada Dubes AS Robert Ford, setelah pendukung Bashar menyerang kedutaan AS dan Perancis di Damaskus, Senin, 11 Juli 2011.Foto: dapd

Menlu AS Hillary Clinton mengatakan, Presiden Suriah Bashar al-Assad telah kehilangan legitimasi. Pernyataan itu dilontarkan Clinton menyusul insiden penyerangan kedutaan besar AS dan Perancis hari Senin di Damaskus oleh para pendukung Bashar. Kediaman duta besar Amerika ikut menjadi sasaran.

Para penyerang melemparkan batu dan mencoba menerobos masuk ke halaman kedutaan. Penjaga di kedutaan besar Perancis menembak ke udara untuk membubarkan kerumunan penyerang. Seorang staf kedutaan terluka dalam serangan.

Übergriffe auf die US-Botschaft in Damaskus
Seorang polisi melintas di depan Kedutaan Besar AS setelah pemrotes pro-pemerintah menyerang kedutaan dan menaikkan bendera Suriah, Senin 11 Juli 2011..Foto: dapd

Insiden penyerangan terjadi setelah duta besar AS dan Perancis mengunjungi pusat aksi protes di pusat kota Hama, pekan lalu, dan mengajak bicara para pemrotes. Kunjungan terpisah itu, yang menurut pemerintahan kedua negara dimaksudkan untuk menunjukkan solidaritas dengan pemrotes anti-pemerintah, memicu protes keras dari rejim di Damaskus.

AS mengecam serangan hari Senin dan memanggil duta besar Suriah ke Kementrian Luar Negeri di Washington. Menlu Clinton mengatakan, "Tujuan kami adalah melihat terwujudnya kehendak rakyat Suriah akan peralihan yang demokratis."

Sementara Kementrian Luar Negeri Perancis menyebutkan, serangan itu adalah pelanggaran hukum internasional.

Ketegangan meningkat tajam antara Damaskus dan Washington mengenai reaksi keras pemerintah Suriah terhadap protes pro-demokrasi. Aktivis mengatakan 1.300 warga sipil tewas dan 12.000 ditangkap sejak pertengahan Maret.

afp,rtr/ Renata Permadi

Editor: Carissa Paramita