1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pencemaran Udara Turunkan Kualitas Otak Anak

24 Desember 2006

WHO mengungkap hampir 800.000 warga dunia meninggal karena pencemaran udara, lebih 500.000 berasal dari Asia. Lalu bagaimana di Indonesia?

https://p.dw.com/p/CPVi
Foto: AP

Kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya dan Semarang tak lagi jadi tempat sehat untuk membesarkan anak Anda. Sebabnya, pencemaran udara. Di Indonesia, masalah ini memang belum ditangani secara baik. Data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Bappenas yang baru dirilis menyebutkan, berbagai kasus penyakit, seperti jantung, infeksi saluran pernapasan, asma dan angka kematian bayi ikut meningkat karena pencemaran udara.

Macam pencemaran udara ini beragam. Mulai dari polusi kendaraan, asap buangan pabrik, asap rokok sampai kabut asap akibat pembakaran hutan di Sumatera dan Kalimantan beberapa waktu lalu. Kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung dan Surabaya mencatat angka pencemaran udara tertinggi akibat polusi asap kendaraan bermotor.

Pemerintah Tak Serius

Pemerintah pusat dan daerah dinilai tak serius mengatasi masalah pencemaran udara. Kepala Sub Direktorat Pengelolaan Lingkungan Hidup, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Medrilzam. Tahun 1998, di Jakarta tercatat tiga ribu lebih angka kematian anak.

”Di Indonesia sendiri memang bisa dibilang kalau kita belum mencatat langsung berapa korban meninggal akibat kasus pencemaran udara. Tapi penyakit terkait pencemaran udara merupakan penyakit yang tertinggi. Kasusnya hampir terjadi di kota-kota besar di Indonesia. Jadi 45 – 50 persen itu penyakit yang berhubungan dengan pencemaran udara. Jadi ISPA penyakit saluran pernapasan atas rangenya tertinggi.”

Medrilzam menambahkan, pencemaran udara seperti asap buang kendaraan, bisa menurunkan kualitas otak atau IQ anak-anak.

Kritik WHO

Organisasi Kesehatan Dunia WHO sempat meminta pemerintah di negara-negara Asia berusaha keras mewujudkan udara bersih. Penasihat Regional Asia WHO bidang lingkungan hidup dan kesehatan Michael Krzyzanowski mengatakan, setiap tahun hampir 500 ribu warga di Asia meninggal akibat penyakit yang disebabkan pencemaran udara.

Lepas dari laporan WHO, pemerintah terus berupaya mengurangi pencemaran udara. Misalnya, dengan mengembangkan bahan bakar bio energi untuk menggantikan peran bahan bakar fosil seperti bensin. Tak lama, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pun menerbitkan Perda Pengendalian Pencemaran Udara. Setelah Pemda DKI, giliran pemerintah pusat yang akan merumuskan pengendalian pencemaran udara menjadi Undang-Undang. Asisten Deputi Urusan Emisi Kendaraan Menteri Negara Lingkungan Hidup Ridwan D. Tamin.

"Kalau kita tidak tanggung-tangung, tahun depan kita akan mengajukan dan sudah disampaikan juga ke BAQ kita langsung aja keluarkan kalau udara perlu ada Undang-undangnya. Kenapa ? karena udara sumbernya ada dari Industri, mobil, ada dari asap, kebakaran hutan, kulkas. Ini banyak sekali pemain atau pelaku-pelaku dilapangan. Tidak seperti negara lain seperti Philipina dan Amerika Serikat. Dia sudah ada undang-undang soal udara. PP kita aja tidak kuat untuk menangani itu."

Upaya Pemerintah

Di Jakarta, Pemerintah Provinsi masih kebingungan mengatasi masalah pencemaran udara. Padahal sejumlah larangan dibuat untuk mengendalikan pencemaran udara di Jakarta. Kasubdit Pengendalian Pencemaran Udara Jakarta Yosiono Supalal mengatakan, pengendalian pencemaran udara di Jakarta butuh waktu lama.

"Dalam arti untuk bisa menerapkan perda seratus persen dalam waktu yang singkat cukup berat. Tapi kalau melihatnya dalam rentang waktu satu tahun kemudian kita lihat evaluasinya dalam waktu lima tahun itu akan bisa kelihatan bagaimana trend yang sudah dilakukan karena udara bukan hal yang bisa diterlihat dalam jangka pendek seperti banjir."

Di antara aturan-aturan yang sudah dibuat pemerintah, pemerintah Jakarta sudah menetapkan kawasan bebas rokok dan uji emisi kendaraan. Namun pembatasan jumlah kendaraan belum bisa dilaksanakan di Jakarta. Kata Yosiono, sulit mengubah kebiasaan warga untuk mengikuti ketentuan dalam Peraturan Daerah tentang Pengendalian Pencemaran Udara.

Harus Konsisten

Sejumlah LSM menilai, pemerintah pusat dan daerah tidak konsisten menangani masalah pencemaran udara. Pemerintah DKI Jakarta misalnya, kerap mengeluarkan sejumlah peraturan yang justru saling bertentangan. Sekjen Kaukus Lingkungan Hidup Jakarta Dede Nurdin Sadat mengatakan, pemerintah harusnya membatasi jumlah kendaraan bermotor, bukan menebang kawasan hijau untuk memperlebar jalan di Jakarta. Pemerintah juga dinilai gagal mengajak masyarakat untuk mengendalikan pencemaran udara.

"Ini terkait dengan masalah konsistensi. Pengendalian pencemaran polusi kendaraan bermotor misalnya. Itu bisa dibarengi dengan publik transport. Dalam kenyataannya pelaksanaan tidak konsisten bahkan diselengi kebijakan-kebijakan yang kontra produksif."

Teknologi untuk Mendeteksi Polusi

Untuk mengatasi pencemaran udara, dibutuhkan alat khusus pemantau kadar polusi. Namun alat untuk pengukuran itu justru diperoleh dengan cara berhutang. Artinya menurut, Firdaus Cahyo dari Wahana Lingkungan Hidup Jakarta, program pengendalian udara bersifat elitis minim pemberdayaan masyarakat. Firdaus mengatakannya saat Lokakarya Internasional Better Air Quality 2006 di Yogyakarta pekan lalu.

"Yang disinyalir oleh teman-teman Walhi bahwa pertemuan sangat kentara sekali. Bahwa dalam pembukan jelas sekali kalau menteri negara lingkungan hidup dalam opening speech-nya mengatakan dia seakan-akan meminta dana dari world bank untuk mengatasi polusi udara di Indonesia. Kemudian pada saat plenary nya itu ada slot yang dikasikan bappenas untuk mempromosikan proyek urban air quality yang akan didanai oleh dana utang ADB."

Kini kesehatan warga terus dipertaruhkan dengan pencemaran udara. Sementara protes mengenai buruknya penanganan pengendalian pencemaran udara pun berlangsung di Jakarta dan Yogyakarta, setelah Gubernur DKI Sutiyoso dianugrahkan penghargaan Pengendalian Kualitas Udara lewat proyek busway berbahan bakar gas.