1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Konflik

Gubernur Papua Minta Jokowi Tarik TNI/Polri dari Nduga

21 Desember 2018

Gubernur Papua Lukas Enembe mengritik operasi militer TNI/Polri di Nduga karena dinilai salah kaprah. Dia berjanji akan membentuk tim investigasi independen buat menyelidiki pelanggaran di kawasan konflik.

https://p.dw.com/p/3ATOE
Indonesien Konflikt in Papua
Foto: picture-alliance/dpa/S. Paereng

Suara Gubernur Papua Lukas Enembe tidak meninggi saat membeberkan tuntutannya kepada Presiden Joko Widodo terkait konflik di Nduga, namun sulit mengacuhkan nada geram saat dia berbicara dalam jumpa pers usai rapat Paripurna V di Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP), di Kota Jayapura, Kamis (20/12).

Dalam rekaman suara yang diterima Deutsche Welle dia meminta Indonesia secepatnya menarik mundur pasukan TNI dan Polri dari daerah operasi militer di Kabupaten Nduga, "sehingga masyarakat bisa melaksanakan Natal."

"Sudah cukup! Jangan lagi ada korban jiwa masyarakat di sana," ujarnya.

Baca juga:Konflik Papua Berlanjut, Warga Lokal Menyelamatkan Diri ke Hutan 

Pada Kamis pekan lalu (13/12) tim evakuasi yang dibentuk Bupati Nduga Yarius Gwijangge menemukan empat jenazah warga sipil yang menjadi korban operasi militer, termasuk dua remaja lokal berusia 18 tahun Mianus Lokbere dan Nison Umangge, seperti dilaporkan Tirto.id.

Salah seorang korban, Mentus Nimiangge, masih hidup ketika ditemui tim evakuasi, meski mengalami luka tembak di bagian leher. Namun kepada Tirto.id, Theo Hesenggem, Direktur Yayasan keadilan dan Keutuhan Manusia Papua, yang juga merupakan anggota tim evakuasi mengabarkan, aparat keamanan tidak bersedia meminjamkan helikopter untuk mengevakuasi korban.

TNI-Polri Baku Tembak Dengan OPM

Pernyataan Lukas Enembe dipenuhi kritik terhadap sepak terjang aparat keamanan dalam operasi balas dendam di Nduga. Menurutnya TNI/Polri selazimnya mengevakuasi warga sipil terlebih dahulu sebelum memulai serangan. "Tapi ini kan tidak! Masyarakat belum diungsikan, mereka sudah masuk ke hutan. Kami minta tarik semua!," katanya.

Tuntutan tersebut diungkapkan usai keseluruhan tujuh fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Papua menyepakati penarikan mundur pasukan TNI dan Polri serta membentuk tim independen. Tim itu nantinya beranggotakan perwakilan pemerintah provinsi, DPRD, tokoh gereja, lembaga swadaya masyarakat dan Komisi Nasional Hak Azasi Manusia.

"Jadi ini adalah keinginan rakyat Papua. Tim ini tidak hanya untuk insiden di Nduga. Tetapi juga untuk (menghentikan) semua tindak kekerasan dan konflik di tanah Papua yang telah menyebabkan warga Papua trauma atau meninggal dunia," kata Ketua DPRD Papua, Yunus Wonda, dalam kesempatan yang sama.

Baca juga: HRW: Serangan di Papua Perlu Penyelidikan Penuh

Enembe meminta TNI/Polri memberikan "waktu untuk tim kami membawakan bahan makanan ke lokasi, sehingga masyarakat kita di sana bisa dapat pelayanan makanan dan kesehatan. Kita pantau semua perkembangan di sana sehingga tidak ada lagi yang jadi korban. Hasil laporan mereka akan kami sampaikan ke pemerintah pusat."

Sang gubernur meyakini aparat keamanan hanya mendapati warga sipil ketika menggelar operasi militer di Nduga. "Saya sepuluh tahun menangani masalah ini, jadi setelah melakukan (serangan) mereka menghilang, tidak ada di sana (kelompok bersenjata), itu adalah masyarakat biasa."

"Persoalan yang terjadi di Papua akan kami laporkan semua," imbuhnya.

rzn/hp (dari berbagai sumber)