1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pemilu Penentuan Nasib

20 April 2007

Pemilu presiden Prancis, Minggu 22 April, sangat penting bagi Uni Eropa (UE). Presiden baru Prancis diharapkan dapat melunakkan rakyat Prancis yang menentang proyek konstitusi UE.

https://p.dw.com/p/CItF
Capres Prancis Segolene Royale
Capres Prancis Segolene RoyaleFoto: AP

Menurut jajak pendapat terbaru, empat dari 12 calon presiden Prancis dalam pemilu kali ini, akan lolos: Nicolas Sarkozy dari partai konsevatif UMP, Segolene Royal dari partai sosialis PS, Francois Bayrou dari Partai Tengah dan Jean-Marie le Pen dari partai ekstrem kanan ‚Front National’. Sedangkan dalam putaran kedua pemilu pada 6 Mei, diramalkan akan terjadi pertarungan antara Nicolas Sarkozy dan Segolene Royal.

Kedua calon utama dalam pemilihan presiden Prancis kali ini, punya sedikitnya satu kesamaan. Calon kubu konservatif Nicolas Sarkozy dan calon sosialis Segolene Royal telah memberikan suaranya untuk konstitusi Eropa. Tetapi itu pada akhirnya tidak membawa hasil. Pasalnya, dalam referendum bulan Mei 2005, warga Prancis menolak proyek konstitusi Eropa. Sejak itu Prancis tampaknya tidak lagi punya posisi yang baik di Uni Eropa. Pierre Moscovici, anggota Parlemen Eropa yang pernah menjabat sebagai Menteri Eropa di Prancis, mengakui hal itu: Itu benar bahwa Prancis sejak dua tahun ini tidak lagi merupakan motor penggerak Eropa. Jika pengaruh Prancis berkurang, maka keseluruhan Eropa juga menjadi lebih lemah. Ini merupakan bencana bagi negara kami dan buruk bagi Eropa.“

Pierre Moscovici pernah menjabat sebagai Menteri Eropa di Prancis dan merupakan anggota Partai Sosialis Prancis di Parlemen Uni Eropa. Dia melihat pemilihan presiden yang digelar hari Minggu, 22 April ini, sebagai penentuan nasib Prancis. Setelah kegagalan referendum di Prancis, negara itu perlu presiden baru yang secara nyata menunjukkan solidaritas Prancis terhadap Eropa. Demikian menurut Pierre Moscovici yang yakin, Segolene Royal adalah pilihan yang terbaik. Dalam masa kampanye pemilu presiden, kandidat kubu sosialis Segolene Royal selalu ingin dilihat sebagai politisi yang memiliki visi Eropa: “Eropa yang saya inginkan bersama anda adalah Eropa yang memperbaiki situasi kehidupan setiap orang. Ekonomi akan kembali berkembang di Eropa dan di Prancis. Eropa yang kita bangun bersama akan membawa lowongan kerja dan kemampuan daya beli.”

Ribuan warga mengelu-ngelukan Segolene dalam masa kampanyenya. Padahal dia tak pernah sekalipun menerangkan politiknya untuk membuat Prancis bangkit kembali di Eropa. Hanya satu yang terlihat jelas: Segolene ingin sebuah piagam sosial untuk menyelesaikan masalah konstitusi Eropa yang menemui jalan buntu. Melalui piagam itu diharapkan warga Prancis tidak akan merasa takut lagi terhadap Eropa yang neoliberal dan terlihat dingin. Selain itu, Segolene merencanakan referendum yang kedua pada tahun 2009.

Namun, banyak politisi Uni Eropa melihat rencana ini secara pesimis, karena tidak mungkin dapat dilaksanakan. Pertama karena untuk itu diperlukan perubahan dalam konstitusi. Kedua, karena ini berarti proyek konsititusi UE lagi-lagi tergantung pada referendum di Prancis. Sementara itu, para demokrat Eropa diam-diam berharap agar Sarkozi dari kubu konservatif yang memenangkan pemilu. Sebab dia tidak merencanakan referendum baru, melainkan mencari jalan keluar melalui keputusan parlemen. Dan ini berarti penyelesaian yang jauh lebih mudah. Nicolas Sarkozy: „Kepada mitra di Eropa saya akan mengusulkan perjanjian yang lebih mudah.“

Tetapi, penyelesaian itu juga sangat berbahaya. Jutaan warga Prancis akan menuduh Sarkozy meremehkan keinginan mereka. Dan kemarahan rakyat terbukti telah membuat berbagai presiden mengubah rencananya.