1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pemilu Afghanistan Sarat Manipulasi

17 September 2009

Pemilihan umum di Afghanistan tidak berlangsung seperti dibayangkan negara-negara Barat. Tuduhan manipulasi menggerogoti kredibilitas semua pihak yang ingin demokrasi.

https://p.dw.com/p/Jj35

Harian Perancis Le Monde menulis:

Presiden AS Barack Obama terlalu cepat memuji pemilu di Afghanistan sebagai langkah rakyat untuk mengendalikan masa depannya. Sekarang, proses ini menuju jalan buntu. Kemungkinan yan terburuk: negara ini terjerumus lagi ke situasi masa lalu, dilumpuhkan oleh 30 tahun perang dan konflik internal. Kemungkinan terbaik adalah, jika ini bisa disebut sebagai sesuatu yang baik, hasil pemilu ini memperbesar keretakan sistem politik. Padahal aliansi Barat sangat membutuhkan perkembangan politik yang stabil agar ada kemungkinan menarik pasukannya dari negara itu. Sekalipun presiden Hamid Karsai nantinya ditetapkan sebagai pemenang pemilu dalam satu putaran, ia bukan pemenang yang bersih. Legitimasinya terbatas. Tapi, legitimasi ini merupakan satu-satunya fondasi. Tanpa fondasi itu, semua strategi untuk mengakhiri konflik bisa gagal.

Harian Austria der Standard memandang masa depan suram bagi Afghanistan. Harian ini dalam tajuknya menulis:

Apapun kelanjutan dari pemilu presiden yang penuh tanda tanya ini, situasinya akan tetap buruk. Jika dilakukan politik maju terus, artinya mengakui kemenangan Hamid Karsai pada putaran pertama, maka jabatan kepresidenan di Afghanistan akan kehilangan kredibilitasnya. Demikian juga tuntutan demokrasi yang disuarakan masyarakat internasional. Yang seharusnya dilakukan adalah menyelidiki tuduhan manipulasi pemilu dan menarik konsekuensi. Namun pada prakteknya, ini juga bermasalah. Sekitar 15 persen suara harus dihitung lagi. Ini perlu waktu berminggu-minggu. Lalu perlu ada pemilu susulan, jika perolehan suara Karsai merosot di bawah 50 persen. Pemilu susulan baru bisa dilaksanakan menjelang musim dingin. Untuk kondisi Afghanistan, ini tidak mungkin. Artinya, pemilu ditunda sampai tahun depan. Berarti ada waktu setengah tahun, dimana pasukan internasional berperang untuk menstabilkan Afghanistan, yang sedang berada dalam kondisi vakum politik.

Harian Austria lainnya, die Presse berkomentar:

Bagi semua pihak situasinya makin rumit. Bagi Afghanistan dan bagi negara-negara yang mengirim serdadunya sebagai bagian dari pasukan pelindung internasional ISAF. Terutama bagi Amerika Serikat dan presiden Obama. Misi militer di Afghanistan sudah makin sulit, karena Taliban makin kuat. Terbukti dengan meningkatnya jumlah korban di pihak pasukan NATO. Secara politis, situasinya sekarang makin kritis. Bukan hanya isu korupsi dan nepotisme yang melekat pada Hamid Karsai, sekarang ia juga menikmati hasil manipulasi pemilu besar-besaran. Tidak hanya di Eropa, melainkan juga di Amerika Serikat, makin banyak orang mempertanyakan, apa perlu begitu banyak serdadu berperang dan mengorbankan nyawa untuk sebuah negara dengan seorang pemimpin yang demikian meragukan?

Harian Jerman Berliner Zeitung menilai:

Pada prinsipnya pemilu ini menunjukkan dua hal. Di satu pihak terlihat bagaimana kacaunya situasi di Afghanistan. Di pihak lain terlihat kemunafikan negara-negara Barat, yang mempromosikan prosedur formal pemilu sebagai tolok ukur demokrasi. Tanpa peduli, bagaimana pemilu itu disiapkan dan dilaksanakan. Pemilu ini harus dibatalkan. Keputusan itu memang tidak akan membawa kemajuan bagi Afghanistan. Namun ini bisa mencegah negara itu terlempar puluhan tahun ke belakang.

HP/DK/dpa/afp